Angin yang berhembus semilir-semilir membuat penghuni hutan mengantuk. Begitu juga dengan si kancil. Untuk mengusir rasa kantuknya ia berjalan-jalan dihutan sambil membusungkan dadanya. Sambil berjalan ia berkata,"Siapa yang tak kenal kancil. Si pintar, si cerdik dan si pemberani. Setiap masalah pasti selesai olehku". Ketika sampai di sungai, ia segera minum untuk menghilangkan rasa hausnya. Air yang begitu jernih membuat kancil dapat berkaca. Ia berkata-kata sendirian. "Buaya, Gajah, Harimau semuanya binatang bodoh, jika berhadapan denganku mereka dapat aku perdaya".
Si kancil tidak tahu kalau ia dari tadi sedang diperhatikan oleh seekor siput yang sedang duduk dibongkahan batu yang besar. Si siput berkata,"Hei kancil, kau asyik sekali berbicara sendirian. Ada apa? Kamu sedang bergembira ?". Kancil mencari-cari sumber suara itu. Akhirnya ia menemukan letak si siput.
"Rupanya sudah lama kau memperhatikanku ya ?". Siput yang kecil dan imut-imut. Eh bukan !. "Kamu memang kecil tapi tidak imut-imut, melainkan jelek bagai kotoran ayam". Ujar si kancil. Siput terkejut mendengar ucapan si kancil yang telah menghina dan membuatnya jengkel. Lalu siputpun berkata,"Hai kancil !, kamu memang cerdik dan pemberani karena itu aku menantangmu lomba adu cepat". Akhirnya mereka setuju perlombaan dilakukan minggu depan.
Setelah si kancil pergi, siput segera memanggil dan mengumpulkan teman-temannya. Ia meminta tolong teman-temannya agar waktu perlombaan nanti semuanya harus berada dijalur lomba. "Jangan lupa, kalian bersembunyi dibalik bongkahan batu, dan salah satu harus segera muncul jika si kancil memanggil, dengan begitu kita selalu berada di depan si kancil," kata siput.
Hari yang dinanti tiba. Si kancil datang dengan sombongnya, merasa ia pasti akan sangat mudah memenangkan perlombaan ini. Siput mempersilahkan Kancil untuk berlari duluan dan memanggilnya untuk memastikan sudah sampai mana ia sampai. Perlombaan dimulai. Kancil berjalan santai, sedang siput segera menyelam ke dalam air. Setelah beberapa langkah, kancil memanggil siput. Tiba-tiba siput muncul di depan kancil sambil berseru,"Hai Kancil ! Aku sudah sampai sini." Kancil terheran-heran, segera ia mempercepat langkahnya. Kemudian ia memanggil si siput lagi. Ternyata siput juga sudah berada di depannya. Akhirnya si kancil berlari, tetapi tiap ia panggil si siput, ia selalu muncul di depan kancil. Keringatnya bercucuran, kakinya terasa lemas dan nafasnya tersengal-sengal. Ketika hampir finish, ia memanggil siput, tetapi tidak ada jawaban. Kancil berpikir siput sudah tertinggal jauh dan ia akan menjadi pemenang perlombaan.
Si kancil berhenti berlari, ia berjalan santai sambil beristirahat. Dengan senyum sinis kancil berkata,"Kancil memang tiada duanya." Kancil dikagetkan ketika ia mendengar suara siput yang sudah duduk di atas batu besar. "Oh kasihan sekali kau kancil. Kelihatannya sangat lelah, Capai ya berlari ?". Ejek siput. "Tidak mungkin !", "Bagaimana kamu bisa lebih dulu sampai, padahal aku berlari sangat kencang", seru si kancil.
"Sudahlah akui saja kekalahanmu,"ujar siput. Kancil masih heran dan tak percaya kalau a dikalahkan oleh binatang yang lebih kecil darinya. Kancil menundukkan kepala dan mengakui kekalahannya. "Sudahlah tidak usah sedih, aku tidak minta hadiah kok. Aku hanya ingin kamu ingat satu hal, janganlah sombong dengan kepandaian dan kecerdikanmu dalam menyelesaikan setiap masalah, kamu harus mengakui bahwa semua binatang mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, jadi jangan suka menghina dan menyepelekan mereka", ujar siput. Siput segera menyelam ke dalam sungai. Tinggallah si kancil dengan rasa menyesal dan malu.
Pesan Moral : Janganlah suka menyombongkan diri dan menyepelekan orang lain, walaupun kita memang cerdas dan pandai.
NAMA: SITI NAJIHAH BT MAHADZER
KELAS:1 CIMOS (2008)
Wednesday, August 20, 2008
Sang kancil dengan buaya 2
Pada zaman dahulu Sang Kancil adalah merupakan binatang yang paling cerdik di dalam hutan. Banyak binatang-binatang di dalam hutan datang kepadanya untuk meminta pertolongan apabila mereka menghadapi masalah. Walaupun ia menjadi tempat tumpuan binatang- binatang di dalam hutan, tetapi ia tidak menunjukkan sikap yang sombong malah sedia membantu pada bila-bila masa saja.
Suatu hari Sang Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Oleh kerana makanan di sekitar kawasan kediaman telah berkurangan Sang Kancil bercadang untuk mencari di luar kawasan kediamannya. Cuaca pada hari tersebut sangat panas, menyebabkan Sang Kancil berasa dahaga kerana terlalu lama berjalan, lalu ia berusaha mencari sungai yang berdekatan. Setelah meredah hutan akhirnya kancil berjumpa dengan sebatang sungai yang sangat jernih airnya. Tanpa membuang masa Sang Kancil terus minum dengan sepuas-puasnya. Kedinginan air sungai tersebut telah menghilangkan rasa dahaga Sang Kancil.
Kancil terus berjalan-jalan menyusuri tebing sungai, apabila terasa penat ia berehat sebentar di bawah pohon beringin yang sangat rendang di sekitar kawasan tersebut. Kancil berkata didalam hatinya "Aku mesti bersabar jika ingin mendapat makanan yang lazat-lazat". Setelah kepenatannya hilang, Sang Kancil menyusuri tebing sungai tersebut sambil memakan dedaun kegemarannya yang terdapat disekitarnya. Apabila tiba di satu kawasan yang agak lapang, Sang Kancil terpandang kebun buah-buahan yang sedang masak ranum di seberang sungai."Alangkah enaknya jika aku dapat menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati buah-buahan tersebut" fikir Sang Kancil.
Sang Kancil terus berfikir mencari akal bagaimana untuk menyeberangi sungai yang sangat dalam lagi deras arusnya. Tiba-tiba Sang Kacil terpandang Sang Buaya yang sedang asyik berjemur di tebing sungai. Sudah menjadi kebiasaan buaya apabila hari panas ia suka berjemur untuk mendapat cahaya matahari.Tanpa berlengah-lengah lagi kancil terus menghampiri buaya yang sedang berjemur lalu berkata " Hai sabahatku Sang Buaya, apa khabar kamu pada hari ini?" buaya yang sedang asyik menikmati cahaya matahari terus membuka mata dan didapati sang kancil yang menegurnya tadi "Khabar baik sahabatku Sang Kancil" sambung buaya lagi "Apakah yang menyebabkan kamu datang ke mari?" jawab Sang Kancil "Aku membawa khabar gembira untuk kamu" mendengar kata-kata Sang Kacil, Sang Buaya tidak sabar lagi ingin mendengar khabar yang dibawa oleh Sang Kancil lalu berkata "Ceritakan kepada ku apakah yang engkau hendak sampaikan".
Kancil berkata "Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman supaya menghitung jumlah buaya yang terdapat di dalam sungai ini kerana Raja Sulaiman ingin memberi hadiah kepada kamu semua". Mendengar saja nama Raja Sulaiman sudah menggerunkan semua binatang kerana Nabi Sulaiman telah diberi kebesaran oleh Allah untuk memerintah semua makhluk di muka bumi ini. "Baiklah, kamu tunggu di sini, aku akan turun kedasar sungai untuk memanggil semua kawan aku" kata Sang Buaya. Sementara itu Sang Kancil sudah berangan-angan untuk menikmati buah-buahan. Tidak lama kemudian semua buaya yang berada di dasar sungai berkumpul di tebing sungai. Sang Kancil berkata "Hai buaya sekelian, aku telah diperintahkan oleh Nabi Saulaiman supaya menghitung jumlah kamu semua kerana Nabi Sulaiman akan memberi hadiah yang istimewa pada hari ini". Kata kancil lagi "Beraturlah kamu merentasi sungai bermula daripada tebing sebelah sini sehingga ke tebing sebelah sana".
Oleh kerana perintah tersebut adalah datangnya daripada Nabi Sulaiman semua buaya segera beratur tanpa membantah. Kata Buaya tadi "Sekarang hitunglah, kami sudah bersedia" Sang Kancil mengambil sepotong kayu yang berada di situ lalu melompat ke atas buaya yang pertama di tepi sungai dan ia mula menghitung dengan menyebut "Satu dua tiga lekuk, jantan betina aku ketuk" sambil mengetuk kepala buaya begitulah sehingga kancil berjaya menyeberangi sungai. Apabila sampai ditebing sana kancil terus melompat ke atas tebing sungai sambil bersorak kegembiraan dan berkata" Hai buaya-buaya sekalian, tahukah kamu bahawa aku telah menipu kamu semua dan tidak ada hadiah yang akan diberikan oleh Nabi Sulaiman".
Mendengar kata-kata Sang Kancil semua buaya berasa marah dan malu kerana mereka telah di tipu oleh kancil. Mereka bersumpah dan tidak akan melepaskan Sang Kancil apabila bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut terus membara sehingga hari ini. Sementara itu Sang Kancil terus melompat kegembiraan dan terus meniggalkan buaya-buaya tersebut dan terus menghilangkan diri di dalam kebun buah-buahan untuk menikmati buah-buahan yang sedang masak ranum itu.
Sekian
Oleh :
Malarvannan A/L MURUGAIAH
1 Megabait (2008)
Suatu hari Sang Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Oleh kerana makanan di sekitar kawasan kediaman telah berkurangan Sang Kancil bercadang untuk mencari di luar kawasan kediamannya. Cuaca pada hari tersebut sangat panas, menyebabkan Sang Kancil berasa dahaga kerana terlalu lama berjalan, lalu ia berusaha mencari sungai yang berdekatan. Setelah meredah hutan akhirnya kancil berjumpa dengan sebatang sungai yang sangat jernih airnya. Tanpa membuang masa Sang Kancil terus minum dengan sepuas-puasnya. Kedinginan air sungai tersebut telah menghilangkan rasa dahaga Sang Kancil.
Kancil terus berjalan-jalan menyusuri tebing sungai, apabila terasa penat ia berehat sebentar di bawah pohon beringin yang sangat rendang di sekitar kawasan tersebut. Kancil berkata didalam hatinya "Aku mesti bersabar jika ingin mendapat makanan yang lazat-lazat". Setelah kepenatannya hilang, Sang Kancil menyusuri tebing sungai tersebut sambil memakan dedaun kegemarannya yang terdapat disekitarnya. Apabila tiba di satu kawasan yang agak lapang, Sang Kancil terpandang kebun buah-buahan yang sedang masak ranum di seberang sungai."Alangkah enaknya jika aku dapat menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati buah-buahan tersebut" fikir Sang Kancil.
Sang Kancil terus berfikir mencari akal bagaimana untuk menyeberangi sungai yang sangat dalam lagi deras arusnya. Tiba-tiba Sang Kacil terpandang Sang Buaya yang sedang asyik berjemur di tebing sungai. Sudah menjadi kebiasaan buaya apabila hari panas ia suka berjemur untuk mendapat cahaya matahari.Tanpa berlengah-lengah lagi kancil terus menghampiri buaya yang sedang berjemur lalu berkata " Hai sabahatku Sang Buaya, apa khabar kamu pada hari ini?" buaya yang sedang asyik menikmati cahaya matahari terus membuka mata dan didapati sang kancil yang menegurnya tadi "Khabar baik sahabatku Sang Kancil" sambung buaya lagi "Apakah yang menyebabkan kamu datang ke mari?" jawab Sang Kancil "Aku membawa khabar gembira untuk kamu" mendengar kata-kata Sang Kacil, Sang Buaya tidak sabar lagi ingin mendengar khabar yang dibawa oleh Sang Kancil lalu berkata "Ceritakan kepada ku apakah yang engkau hendak sampaikan".
Kancil berkata "Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman supaya menghitung jumlah buaya yang terdapat di dalam sungai ini kerana Raja Sulaiman ingin memberi hadiah kepada kamu semua". Mendengar saja nama Raja Sulaiman sudah menggerunkan semua binatang kerana Nabi Sulaiman telah diberi kebesaran oleh Allah untuk memerintah semua makhluk di muka bumi ini. "Baiklah, kamu tunggu di sini, aku akan turun kedasar sungai untuk memanggil semua kawan aku" kata Sang Buaya. Sementara itu Sang Kancil sudah berangan-angan untuk menikmati buah-buahan. Tidak lama kemudian semua buaya yang berada di dasar sungai berkumpul di tebing sungai. Sang Kancil berkata "Hai buaya sekelian, aku telah diperintahkan oleh Nabi Saulaiman supaya menghitung jumlah kamu semua kerana Nabi Sulaiman akan memberi hadiah yang istimewa pada hari ini". Kata kancil lagi "Beraturlah kamu merentasi sungai bermula daripada tebing sebelah sini sehingga ke tebing sebelah sana".
Oleh kerana perintah tersebut adalah datangnya daripada Nabi Sulaiman semua buaya segera beratur tanpa membantah. Kata Buaya tadi "Sekarang hitunglah, kami sudah bersedia" Sang Kancil mengambil sepotong kayu yang berada di situ lalu melompat ke atas buaya yang pertama di tepi sungai dan ia mula menghitung dengan menyebut "Satu dua tiga lekuk, jantan betina aku ketuk" sambil mengetuk kepala buaya begitulah sehingga kancil berjaya menyeberangi sungai. Apabila sampai ditebing sana kancil terus melompat ke atas tebing sungai sambil bersorak kegembiraan dan berkata" Hai buaya-buaya sekalian, tahukah kamu bahawa aku telah menipu kamu semua dan tidak ada hadiah yang akan diberikan oleh Nabi Sulaiman".
Mendengar kata-kata Sang Kancil semua buaya berasa marah dan malu kerana mereka telah di tipu oleh kancil. Mereka bersumpah dan tidak akan melepaskan Sang Kancil apabila bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut terus membara sehingga hari ini. Sementara itu Sang Kancil terus melompat kegembiraan dan terus meniggalkan buaya-buaya tersebut dan terus menghilangkan diri di dalam kebun buah-buahan untuk menikmati buah-buahan yang sedang masak ranum itu.
Sekian
Oleh :
Malarvannan A/L MURUGAIAH
1 Megabait (2008)
PAK KADUK
Sebermula, maka adalah sebuah negeri bernama Cempaka Seri, rajanya bernama Indera Sari. Maka baginda itu cukup lengkap seperti adap istiadat kerajaan yang lain-lain juga, akan tetapi ada pun tabiat baginda itu terlalulah suka menyombong dan berjudi, sehingga menjadi suatu amalan pada baginda itu. Dengan hal yang demikian, habislah sekalian rakyat seisi negeri itu menjadi asyik leka dengan berjudi juga pada setiap masa tiada sekali-kali mengambil bena kepada mendirikan syariat Nabi Sallallahu alaihi wasalam kerana raja-raja dan orang besar-besarnya terlalu amat suka mengerjakan pekerjaan maksiat itu.
Maka adalah pula seorang tua sedang pertengahan umur namanya Pak Kadok, tinggal ditepi sungai ujung negeri itu juga. Ada pun akan Pak Kadok ini terlalu dungu serta dengan tololnya. Maka adalah kepada suatu hari Pak Kadok berkata kepada isterinya, aku ini mak Siti ingin pula rasanya hendak pergi menyambung kegelanggang baginda itu kerana terlalulah suka pula aku melihatkan orang menyambung beramai-ramai di situ.
Mari kita sambung ayam biring Si Kunani kita itu, kerana ayam itu pada petuanya terlalu bertuah. Boleh kita taruhkan kampung kita kepada baginda. Kalau menang kita tentulah kita mendapat duit baginda itu.
Maka ujar isteri Pak Kadok, jikalau begitu baiklah, pergilah awak menyambung, bawa ayam kita itu.
Maka sahut Pak Kadok, jahitkanlah baju dan seluar aku dahulu dari kertas yang baru kubeli ini. Lekaslah menjahitnya.
Maka kata isterinya, bagaimana awak hendak membuatkan baju dan seluar ini. Jikalau dipakai kelak tentulah carik bertelanjang tengah gelanggang sambungan itu. Bukankah awak malu besar?
Ujar Pak Kadok, tiada mengapa. Buatkan juga lekas-lekas aku hendak pergi.
Setelah itu isteri Pak Kadok pun segeralah mengambil gunting lalu mengguntingkan seluar dan baju itu dengan tiada berdaya lagi.
Maka kata Pak Kadok, usahlah di jahit, pelekat sahajalah supaya cepat.
Serta lepas digunting oleh isterinya itu dengan sesungguhnya dilekatlah olehnya. Apabila sudah, lalu diberikan kepada Pak Kadok, maka ia pun segeralah memakai pakaiannya sedondon iaitu berbunga tanjung, merah, kuning, hitam dan putih, terlalu hebat rupanya, tambahan pula berkena tengkolok helang menyongsong angin. Apatah lagi tampaknya
Pak Kadok seperti juara yang maha faham pada sambung menyambung. Setelah sudah bersedia sekaliannya, Pak Kadok pun lalu turun menangkap ayamnya biring Si Kunani itu, serta dengan tabung tajinya, lalu berjalan menuju kegelanggang baginda itu. Selang tiada berapa lamanya, ia pun sampailah ketengah medan menyambung itu.
Sehingga setelah dilihat oleh baginda akan Pak Kadok datang itu, maka dikenallah oleh baginda seraya bertitah, Hai Pak Kadok, apa khabar? Menyambungkah kita?
Maka sembah Pak Kadok pun segeralah menyembahkan ayamnya itu lalu disambutkan oleh baginda serta diamat-amati.
Diketahuilah oleh baginda tersangat bertuah ayam Pak Kadok itu. Maka titah baginda, Hai Pak Kadok, mari kita bertukar ayam. Ambillah ayam beta ini, elok, cuba lihat romannya jalak putih mata, dan ayam Pak Kadok biring Si Kunani sahaja tiada berapa tuahnya.
Setelah didengar oleh Pak Kadok akan titah baginda menggula dirinya itu, percayalah ia. Maka sembahnya Ampun Tuanku beribu-ribu ampun, jikalau sudah dengan titah duli yang maha mulia, relalah patik, seperti titah itu sedia terjunjung di atas jemala ubun-ubun patik.
Pada akhirnya lalu bertukarlah keduanya akan ayam masing-masing. Maka sangatlah sukacita baginda beroleh ayam Pak Padok itu.
Maka baginda pun bertitah kepada juara-juaranya menyuruh bulang ayam itu. Maka Tok Juara tua pun lalulah membulang balung ayam biring Si Kunani yang bertukar dengan pak Kadok itu mengenakan taji bentok alang serta dengan berbagai-bagai isyarat dan petuanya. Maka Pak Kadok pun segeralah membulang ayamnya bertukar dengan baginda itu, iaitu tuntung tajinya dihalakan kehadapan dan putingnya kebelakang.
Maka titah baginda, Hai Pak Kadok, apakah taruhnya kita menyambung ayam ini? Soronglah dahulu supaya beta lihat.
Maka sembah Pak Kadok, Ampun Tuanku beribu-ribu ampun, patek ini tiada harta apa harta yang ada, hanya kampong sebuah itu sahaja. Jikalau ada ampun dan kurnia kebawah dulu Tuanku, kampong itulah patik gadaikan kebawah duli Tuanku menjadi tanggungan memohonkan berhutang kadar lima puluh rial.
Maka titah baginda, baiklah.
Lalu dikurniakan oleh baginda wang yang sebanyak permintaan Pak Kadok itu kepada dengan memegang gadaian kampung itu. Telah sudah, baginda pun menyorongkan taruhnya lima puluh rial juga, jumlahnya seratus rial. Maka serta sudah, baginda pun mengajak Pak Kadok melepaskan ayam masing-masing. Sembah Pak Kadok, silakanlah Tuanku.
Maka baginda pun lalulah menguja-uja ayam keduanya itu. Maka naiklah bengis keduanya, serta meremang bulu suak ditengkuknya, lalulah bersama-sama melepaskan ayam masing-masing. Maka ayam biring Si Kunani pun datanglah menggelepur ayam jalak. Dan Si Jalak pun segeralah membalas pula, tetapi kasihan,sungguh pun Si Jalak membalas, percuma saja kerana tajinya dibulang oleh Pak Kadok, juara tuntungnya kehadapan dan putingnya kebelakang. Jadinya bila Si Jalak membalas itu tertikamlah pada dadanya sendiri lalu tersungkur menggelupur ditengah gelanggang itu, kerana dua liang sudah lukanya sekali terkena tikam oleh taji Si Biring dan sekali ditikam oleh tajinya sendiri.
Setelah Pak Kadok melihatkan ayam jalak sudah mati dan Si Biring itu menang maka ia pun lupalah akan hal ia telah bertukar dengan baginda tadi. Wah apatah lagi ia pun tiadalah sedarkan dirinya seraya bertepuk tangan dan bersorak serta melompat-lompat lalu menyerukan tuah ayamya itu. Maka oleh tersangat bertepuk dan melompat itu, habislah pecah bercarik-carik seluar dan baju kertasnya itu, bercabiran berterbangan oleh angin berkeping-keping kesana kemari bercampang-camping. Maka Pak Kadok pun tinggallah berdiri ditengah khalayak yang banyak itu dengan bertelanjang bogel sahaja.
Hatta demi dilihat oleh baginda dengan sekalian orang besar-besar dan rakyat, tentera hina dina sekalian akan hal Pak Kadok ini, semuanya tertawa serta bertepuk tangan dengan tempek soraknya kesukaan melihat temasya Pak Kadok itu. Demikian juga baginda pun tertawa bersama-sama.
Maka ada pun akan Pak Kadok, demi ia melihat sekalian mereka itu habis tertawa, ia pun tercengang pula kerana pada sangkanya mereka itu menumpang kesukaan dirinya itu.
Kemudian apabila ia menoleh kepada tubuhnya, barulah diketahuinya akan dirinya bertelanjang bulat itu. Aduhai! Malunya yang amat sangat lalu ia berkerja lari dengan bersungguh-sungguh hati, lansung pulang ke rumahnya. Maka baginda pun berseru dengan nyaring suaranya. Inilah malang Pak Kadok, ayamnya menang, kampung tergadai.
Maka baginda dengan sekalian yang ada di dalam medan sabung itu pun kembalilah masing-masing kerumahnya.
Ada pun akan Pak Kadok lari itu tiadalah ia memandang lagi kekiri kekanan. Serta ia sampai kerumahnya seraya terpandang oleh Mak Siti, maka terpanjatlah orang tua itu seraya berkata, Apa kena awak, Pak Kadok seperti orang gila ini?
Maka oleh Pak Kadok di kabarkannya ialah daripada awal hingga keakhirnya. Serta didengar sahaja oleh isterinya akan hal suaminya itu, ia pun menagislah kerana mengenangkan untungnya yang malang itu dengan berbagai-bagai sungut leternya akan Pak Kadok oleh kebodohannya itu. Maka Pak Kadok pun diamlah terkosel-kosel, tiada berani menjawab akan isterinya lalu ia pergi membuat kerjanya sehari-hari itu juga.
Sekali peristiwa Pak Kadok dijemput oleh orang makan kenduri. Mula-mula datang orang yang dihilir sungai tempatnya tinggal itu mempersilakan Pak Kadok kerumahnya pada esok hari, waktu zohor iaitu makanannya seekor kerbau. Maka katanya Baiklah.
Setelah mereka itu sudah kembali, ada seketika datang pula orang dari hulu sungai itu menjemput Pak Kadok kerumahnya pada esok hari juga tatkala tengah hari muda, iaitu jamuannya memotong lembu dua ekor pula. Itu pun disanggupnya juga.
Telah hari malam, Pak Kadok pun tidurlah kedua laki isteri. Ada pun adapt pak Kadok telah lazim padanya setiap pagi memakan nasi dingin yang telah direndam oleh isterinya pada malam itu. Apabila sudah makan nasi yang tersebut itu, barulah ia pergi barang kemana-mana membuat kerjanya.
Hatta setelah keesokan harinya, pagi-pagi pak Kadok pun bangunlah bersiap memakai, lalu turun memikul pengayuh berjalan menuju kepangkalan. Serta dilihat oleh isterinya ia pun menyeru akan suaminya katanya, Hai Pak Siti, tidakkah hendak makan nasi rendam ini lagi? Sementangkan nak makan lembu dan kerbau nasi ini ditinggalkan sahaja.
Maka sahut Pak Kadok, Tak usahlah, curahkan ketanah biar dimakan oleh ayam kita.
Maka oleh isterinya dengan sebenar nasi itu dibuangnya ketanah, dan Pak Kadok pun turun keperahu lalu berkayuh.
Ada pun pada masa itu air sungai sedang surut terlalu amat derasnya. Maka Pak Kadok berfikir di dalam hatinya, kemana baik aku pergi. Jika ke hilir tiada penat dan teruk aku berkayuh, hanya menurutkan ayir dihilir sahaja, tetapi kerbau seekor kemanakah padanya. Kalau begitu baiklah aku mudek juga.
Ia pun lalu berkayuh mudek menongkah air surut itu dengan terbengkil. Apabila penat dia berhenti sambil berfikir pula, dan perahunya hanyut balik kehilir setanjung dua tanjung jauhnya berkayuh pula. Demikianlah hal Pak Kadok, kayuh-kayuh berhenti dengan berfikir juga.
Beberapa lamanya air pun tenang surut. Hampir akan pasang baharulah Pak Kadok sampai kerumah jemputan itu, tetapi apalah gunanya. Sia-sia sahajalah penat jerehnya itu kerana matahari pun telah zuhur, jamuan itu pulang ke kampung masing-masing.
Maka apabila terlihat oleh tuan rumah akan Pak Kadok datang itu, ia pun berkata, Amboi kasihannya di hati saya oleh melihatkan penat sahaja Pak Kadok datang, suatu pun tidak ada lagi, yang ada semuanya telah habis. Malang sungguhlah Pak Kadok ini.
Telah didengar oleh Pak Kadok, maka ujarnya, sudahlah apa boleh buat. Sahajakan nasib saya.
Maka ia pun berkayuhlah hilir pula, hasratnya hendak mendapatkan rumah yang memotongkan kerbau itu pula, tetapi air sudah pasang deras. Maka Pak Kadok pun berkayuhlah bersungguh-sungguh hatinya menongkah air pasang itu, terbengkil-bengkil di tengah panas terik dengan lapar dahaganya. Tetapi kerana bebalnya itu tiadalah ia mahu singgah kerumahnya langsung sahaja ia kehilir, hendak segera menerpa kerbau yang lagi tinggal itu. Sehingga air pasang hampir akan surut, barulah Pak Kadok sampai kesana pada waktu asar rendah dan sekalian orang jemputan pun sedang hendak turun berkayuh pulang kerana sudah selesai jamuan itu. Maka apabila dilihat oleh Pak Kadok akan hal itu ia pun tiadalah hendak singgah lagi kerumah orang kenduri itu, lalu ia memaling haluan perahunya, langsung berkayuh mudek dengan rungutnya seperti baung dipukul bunyinya, kerana terlalu amat penatnya terpaja-paja ke hulu kehilir di tengah panas terik itu, perut pun sudah kebuluran dan mata Pak Kadok naik berbinar-binar, tambahan pula mudek itu pun menongkah juga. Maka pada waktu senja baharulah ia sampai kepangkalannya seraya menambat perahu dan naik ke rumah.
Shahadan, apabila dilihat oleh isterinya akan muka suaminya masam dan diam tiada berkata-kata, maka ia pun menyeru akan Pak Kadok, katanya apakah agak sebabnya orang pergi memakan lembu dan kerbau ini masam sahaja? Apa lagi yang kekurangan? Perut sudah kenyang makan daging.
Maka berbagai-bagai bunyi ratap Pak Kadok. Kemudian ia pun naiklah metanya, serta mengambil kayu api dan berkata, kenyang memakan kepala bapa engkau. Lalu ia memalu kepala isterinya. Dengan takdir Allah, sungguh pun sekali pukul sahaja, isteri Pak Kadok pun rebah lalu mati. Setelah dilihat oleh Pak Kadok isterinya sudah mati, ia pun merebahkan dirinya disisi isterinya itu lalu menangis mengolek-golekkan dirinya seraya berkata, aduhai malang nasibku ini, sudahlah penat berkayuh kehulu kehilir, mana kebuluran, sampai kerumah isteriku pula mati oleh perbuatanku juga.
Maka berbagai-bagailah bunyi ratap Pak Kadok. Kemudian ia pun menjemput segala pegawai akan menanamkan isterinya itu.
Setelah selesai daripada pekerjaan itu, maka Pak Kadok pun berniat hendak pindah dari rumahnya, bertandang duduk barang kemana-mana rumah yang lain, asalkan boleh ia meninggalkan kampung halamannya itu sudahlah, kerana fikirannya dari sebab ia tinggal di rumah dan kampungnya itulah, maka ia beroleh kemalangan yang begitu sialnya. Setelah tetaplah fikirannya yang demikian, maka Pak Kadok pun mengemaskan sekalian harta bendanya lalu diangkatnya turun keperahu. Serta bersedia ia pun melangkah dengan tauhid hatinya meninggalkan kampung halaman dengan rumah tangganya, akan berpindah ke kuala sungai itu menumpang duduk di rumah seorang handainya disana.
Arakian, Pak Kadok pun membabarkan layarnya seraya menujukan haluan perahunya ke kuala. Tetapi kasihan. Percumalah penat jereh Pak Kadok membentang layar dan mengemudikan perahunya itu, dari kerana sungguh pun pada masa ia menarik layar tadi angin paksa sedang kencang bagus, tetapi serta layarnya sudah sedia, angin pun mati seperti direnti-rentikan oleh yang hasad akan Pak Kadok lakunya. Maka perahu Pak Kadok pun hanyutlah terkatong-katong kehulu kehilir, ketengah dan ketepi menantikan angin. Beberapa lamanya dengan hal yang demikian, hari pun hampirlah akan petang, tubuh Pak Kadok terlalu amat letih dan lesunya. Lama kelamaan datang bebal hatinya serta merampas lalu ia menurunkan layer dan melabuh sauhnya seraya membentangkan kajang berbaring-baring melepaskan jerehnya.
Maka dengan kudrat Allah yang maha kaya menunjukkan kemalangan nasib Pak Kadok, angin paksa pun turunlah berpuput dengan ugahari kencangnya seolah-olah khianatkan Pak Kadok lakunya. Tetapi sia-sialah sahaja puputan bayu yang sedemikian itu moleknya hingga menjadi paksa yang maha baik dengan sebab kemalasan menjadi kemalangan bagi diri Pak Kadok, hingga ditaharkan perahunya ulang-aling di palu oleh ombak dengan gelombang ditengah sungai itu, seraya berkata Cheh! Angin bedebah ini sahajakan ia hendak menunjukkan makarnya kepada aku. Sedanglah sudah sehari suntuk aku hanyut, tak mahu turun, agaknya oleh tegar hatiku. Biarlah tak usah aku belayar, asalkan puas rasa hati ku. Jangan aku menurutkan kehendak engkau.
Kemudian ia pun tidurlah dengan terlalu amat lenanya kerana lelah dan kelaparan. Hatta setelah keesokan harinya, pagi-pagi Pak Kadok pun bangunlah membongkar sauhnya seraya berkayuh perlahan-lahan seharian itu, hingga petang barulah ia sampai kerumah sahabatnya itu, seraya mengangkat sekalian barang-barangnya naik kesitu. Maka tinggallah Pak Kadok menumpang di rumah handainya itu selama-lamanya dengan tiada sekali-kali ingatannya hendak kembali kekampung halamannya dari sebab bodohnya.
Maka dari kerana kemalangan diri Pak Kadok itu sentiasa di perbuat orang akan bidalan oleh sekalian mereka pada zaman sekarang dengan seloka, demikianlah bunyinya:
Aduhai malang Pak Kadok! Ayamnya menang kampung tergadai Ada nasi di curahkan Awak pulang kebuluran Mudek menongkah surut Hilir menongkah pasang Ada isteri di bunuh Nyaris mati oleh tak makan Masa belayar kematian angin Sudah di labuh bayu berpuput Ada rumah bertandang duduk.
DIUSAHAKAN OLEH
MUHAMAD AMIR HAMZAH BIN ZAHINOR
1 GIGABIT (2008)
ANGSA BUDIMAN
Kononnya, pada suatu hari Raja Sulaiman menitahkan burung belatuk memanggil sekalian haiwan supaya menghadap baginda. "Perintahkan semua haiwan datang ke istana beta. Sudah lama beta tidak bertemu dengan sekalian haiwan," kata baginda. Tanpa berlengah lagi, terbanglah Sang Belatuk ke segenap penjuru rimba. Tuk! Tuk!uk! Sang Belatuk mengetuk batang pokok. "Apa berita yang engkau bawa, wahai Sang Belatuk?" tanya sekalian haiwan. "Aku membawa titah perintah daripada Raja Sulaiman. Baginda menitahkan semua haiwan pergi menghadapnya di istana," ujar Sang Belatuk. Selepas itu, Sang Belatuk terbang ke tempat lain pula. Tuk! Tuk! Tuk! Sang Belatuk ngetuk batang pokok. Begitulah caranya burung belatuk membawa berita kepada sekalian haiwan. Semua haiwan berasa gembira apabila mengetahui berita itu. Mereka akan berlumba-lumba untuk pergi ke istana Raja Sulaiman. Mereka sangat gembira jikalau dapat menghadap Raja Sulaiman. Baginda akan mengurniakan hadiah kepada sekalian haiwan.
Namun, ada juga sesetengah haiwan yang enggan pergi menghadap Raja Sulaiman. "Istana Raja Sulaiman itu tersangat jauh. Matilah aku di tengah perjalanan sebelum dapat sampai ke sana," kata segelintir haiwan yang sengaja mencari helah. Haiwan yang ingkar itu akan dijatuhi hukuman berat oleh Raja Sulaiman. Tersebutlah kisah seekor angsa. Sang Angsa sangat gembira apabila menerima berita Setelah beberapa lama berjalan, Sang Angsa tiba di tebing sungai. "Kalaulah aku pandai berenang, nescaya aku boleh cepat sampai ke istana Raja Sulaiman," kata Sang Angsa dalam hatinya. Sang Angsa ketika itu masih belum pandai berenang. Terpaksalah Sang Angsa terus berjalan perlahan-lahan. Di pertengahan jalan, Sang Angsa terserempak dengan seorang perempuan tua. Perempuan tua itu sedang menangis "Mengapa mak cik menangis?" tanya Sang Angsa. Perempuan itu lalu memberitahu, "Aku tersangat lapar. Bekalan makananku sudah bis." Sang Angsa bersimpati pada perempuan itu. "Janganlah mak cik bersedih. Saya akan tinggal di sini selama beberapa hari untuk bertelur. Telur saya boleh mak cik jadikan sebagai makanan," ujar Sang Angsa. Tinggallah Sang Angsa itu di situ selama beberapa hari. Setiap hari Sang Angsa bertelur sebiji. Perempuan tua itu sangat gembira kerana dia sudah memperoleh bekalan kanan.
daripada Sang Belatuk itu"Inilah kali pertama aku berpeluang untuk berjumpa Baginda Raja Sulaiman!" ujar Sang Angsa dengan penuh gembira. Kononnya, Sang Angsa ketika itu berbulu hitam dan masih berleher pendek. "Engkau hodoh! Engkau tidak layak masuk ke dalam istana Raja Sulaiman," Sang Biawak mengejek. Sang Angsa sangat bersedih hati mendengar ejekan itu. Namun, Sang Angsa tidak mempedulikan ejekan tersebut. Tanpa berlengah lagi, Sang Angsa berjalan perlahan-lahan menuju ke istana Raja Sulaiman.
"Tentulah aku akan lewat menghadap Raja Sulaiman," fikir Sang Angsa. Sang Angsa berasa sedih. Namun, Sang Angsa tidak mahu perempuan tua itu mati kerana kelaparan. Beberapa hari kemudian, perempuan tua itu memberitahu Sang Angsa, "Sekarang bolehlah engkau pergi ke istana Raja Sulaiman. Baki telur yang ada ini sudah cukup untuk mak cik." Perempuan tua itu mengucapkan terima kasih kepada Sang Angsa. "Engkau adalah seekor angsa yang sungguh budiman," kata perempuan tua itu lagi. Sang Angsa lalu meneruskan perjalanannya. Semua haiwan sudah berada di istana Raja Sulaiman. Sang Angsa tiba, tetapi sudah sangat terlewat. "Beritahu pada beta, mengapa engkau lambat sampai?" Raja Sulaiman bertitah kepada Sang Angsa. Sang Angsa sangat ketakutan. Namun, Sang Angsa menceritakan perkara sebenar yang telah terjadi itu kepada Raja Sulaiman. Baginda Raja Sulaiman berasa sangat sukacita kerana Sang Angsa telah menolong perempuan tua itu. "Engkau adalah seekor angsa yang sangat budiman," ujar Raja Sulaiman. "Sekarang beta akan kurniakan hadiah sebagai balasan atas budi baik kamu," kata ja Sulaiman. Sang Angsa sangat gembira.Kamu akan menjadi seekor haiwan yang berleher panjang," ujar baginda lagi. Terkejutlah Sang Angsa mendengar kata-kata itu. Semua haiwan ketawa berdekah-dekah. Mereka menyangka Sang Angsa akan menjadi seekor haiwan yang lebih hodoh. Tetapi sangkaan itu salah! Sang Angsa menjadi haiwan yang sangat cantik. Lehernya panjang, bulunya putih, dan pandai pula berenang. Sang Biawak pula dijatuhi hukuman oleh Raja Sulaiman kerana pernah mengejek Sang Angsa. Lidahnya menjadi panjang, suka terjelir, dan bercabang. Kononnya, itulah sebabnya sampai sekarang angsa menjadi haiwan cantik, berbadan putih bersih, suka berenang, dan dipelihara oleh manusia. Biawak pula terpaksa tinggal di dalam hutan kerana berasa malu. Selain itu, biawak juga suka makan telur kerana kononnya sangat marah pada angsa, ayam, dan itik.
Disampaikan oleh:
NAMA: GOMATHI A/P MUNIANDY
TINGKATAN: 1 GEGABAIT
Namun, ada juga sesetengah haiwan yang enggan pergi menghadap Raja Sulaiman. "Istana Raja Sulaiman itu tersangat jauh. Matilah aku di tengah perjalanan sebelum dapat sampai ke sana," kata segelintir haiwan yang sengaja mencari helah. Haiwan yang ingkar itu akan dijatuhi hukuman berat oleh Raja Sulaiman. Tersebutlah kisah seekor angsa. Sang Angsa sangat gembira apabila menerima berita Setelah beberapa lama berjalan, Sang Angsa tiba di tebing sungai. "Kalaulah aku pandai berenang, nescaya aku boleh cepat sampai ke istana Raja Sulaiman," kata Sang Angsa dalam hatinya. Sang Angsa ketika itu masih belum pandai berenang. Terpaksalah Sang Angsa terus berjalan perlahan-lahan. Di pertengahan jalan, Sang Angsa terserempak dengan seorang perempuan tua. Perempuan tua itu sedang menangis "Mengapa mak cik menangis?" tanya Sang Angsa. Perempuan itu lalu memberitahu, "Aku tersangat lapar. Bekalan makananku sudah bis." Sang Angsa bersimpati pada perempuan itu. "Janganlah mak cik bersedih. Saya akan tinggal di sini selama beberapa hari untuk bertelur. Telur saya boleh mak cik jadikan sebagai makanan," ujar Sang Angsa. Tinggallah Sang Angsa itu di situ selama beberapa hari. Setiap hari Sang Angsa bertelur sebiji. Perempuan tua itu sangat gembira kerana dia sudah memperoleh bekalan kanan.
daripada Sang Belatuk itu"Inilah kali pertama aku berpeluang untuk berjumpa Baginda Raja Sulaiman!" ujar Sang Angsa dengan penuh gembira. Kononnya, Sang Angsa ketika itu berbulu hitam dan masih berleher pendek. "Engkau hodoh! Engkau tidak layak masuk ke dalam istana Raja Sulaiman," Sang Biawak mengejek. Sang Angsa sangat bersedih hati mendengar ejekan itu. Namun, Sang Angsa tidak mempedulikan ejekan tersebut. Tanpa berlengah lagi, Sang Angsa berjalan perlahan-lahan menuju ke istana Raja Sulaiman.
"Tentulah aku akan lewat menghadap Raja Sulaiman," fikir Sang Angsa. Sang Angsa berasa sedih. Namun, Sang Angsa tidak mahu perempuan tua itu mati kerana kelaparan. Beberapa hari kemudian, perempuan tua itu memberitahu Sang Angsa, "Sekarang bolehlah engkau pergi ke istana Raja Sulaiman. Baki telur yang ada ini sudah cukup untuk mak cik." Perempuan tua itu mengucapkan terima kasih kepada Sang Angsa. "Engkau adalah seekor angsa yang sungguh budiman," kata perempuan tua itu lagi. Sang Angsa lalu meneruskan perjalanannya. Semua haiwan sudah berada di istana Raja Sulaiman. Sang Angsa tiba, tetapi sudah sangat terlewat. "Beritahu pada beta, mengapa engkau lambat sampai?" Raja Sulaiman bertitah kepada Sang Angsa. Sang Angsa sangat ketakutan. Namun, Sang Angsa menceritakan perkara sebenar yang telah terjadi itu kepada Raja Sulaiman. Baginda Raja Sulaiman berasa sangat sukacita kerana Sang Angsa telah menolong perempuan tua itu. "Engkau adalah seekor angsa yang sangat budiman," ujar Raja Sulaiman. "Sekarang beta akan kurniakan hadiah sebagai balasan atas budi baik kamu," kata ja Sulaiman. Sang Angsa sangat gembira.Kamu akan menjadi seekor haiwan yang berleher panjang," ujar baginda lagi. Terkejutlah Sang Angsa mendengar kata-kata itu. Semua haiwan ketawa berdekah-dekah. Mereka menyangka Sang Angsa akan menjadi seekor haiwan yang lebih hodoh. Tetapi sangkaan itu salah! Sang Angsa menjadi haiwan yang sangat cantik. Lehernya panjang, bulunya putih, dan pandai pula berenang. Sang Biawak pula dijatuhi hukuman oleh Raja Sulaiman kerana pernah mengejek Sang Angsa. Lidahnya menjadi panjang, suka terjelir, dan bercabang. Kononnya, itulah sebabnya sampai sekarang angsa menjadi haiwan cantik, berbadan putih bersih, suka berenang, dan dipelihara oleh manusia. Biawak pula terpaksa tinggal di dalam hutan kerana berasa malu. Selain itu, biawak juga suka makan telur kerana kononnya sangat marah pada angsa, ayam, dan itik.
Disampaikan oleh:
NAMA: GOMATHI A/P MUNIANDY
TINGKATAN: 1 GEGABAIT
Sang Kancil Dengan Buaya
Pada zaman dahulu Sang Kancil adalah merupakan binatang yang paling cerdik di dalam hutan. Banyak binatang-binatang di dalam hutan datang kepadanya untuk meminta pertolongan apabila mereka menghadapi masalah. Walaupun ia menjadi tempat tumpuan binatang- binatang di dalam hutan, tetapi ia tidak menunjukkan sikap yang sombong malah sedia membantu pada bila-bila masa saja.
Suatu hari Sang Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Oleh kerana makanan di sekitar kawasan kediaman telah berkurangan Sang Kancil bercadang untuk mencari di luar kawasan kediamannya. Cuaca pada hari tersebut sangat panas, menyebabkan Sang Kancil berasa dahaga kerana terlalu lama berjalan, lalu ia berusaha mencari sungai yang berdekatan. Setelah meredah hutan akhirnya kancil berjumpa dengan sebatang sungai yang sangat jernih airnya. Tanpa membuang masa Sang Kancil terus minum dengan sepuas-puasnya. Kedinginan air sungai tersebut telah menghilangkan rasa dahaga Sang Kancil.
Kancil terus berjalan-jalan menyusuri tebing sungai, apabila terasa penat ia berehat sebentar di bawah pohon beringin yang sangat rendang di sekitar kawasan tersebut. Kancil berkata didalam hatinya "Aku mesti bersabar jika ingin mendapat makanan yang lazat-lazat". Setelah kepenatannya hilang, Sang Kancil menyusuri tebing sungai tersebut sambil memakan dedaun kegemarannya yang terdapat disekitarnya. Apabila tiba di satu kawasan yang agak lapang, Sang Kancil terpandang kebun buah-buahan yang sedang masak ranum di seberang sungai."Alangkah enaknya jika aku dapat menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati buah-buahan tersebut" fikir Sang Kancil.
Sang Kancil terus berfikir mencari akal bagaimana untuk menyeberangi sungai yang sangat dalam lagi deras arusnya. Tiba-tiba Sang Kacil terpandang Sang Buaya yang sedang asyik berjemur di tebing sungai. Sudah menjadi kebiasaan buaya apabila hari panas ia suka berjemur untuk mendapat cahaya matahari.Tanpa berlengah-lengah lagi kancil terus menghampiri buaya yang sedang berjemur lalu berkata " Hai sabahatku Sang Buaya, apa khabar kamu pada hari ini?" buaya yang sedang asyik menikmati cahaya matahari terus membuka mata dan didapati sang kancil yang menegurnya tadi "Khabar baik sahabatku Sang Kancil" sambung buaya lagi "Apakah yang menyebabkan kamu datang ke mari?" jawab Sang Kancil "Aku membawa khabar gembira untuk kamu" mendengar kata-kata Sang Kacil, Sang Buaya tidak sabar lagi ingin mendengar khabar yang dibawa oleh Sang Kancil lalu berkata "Ceritakan kepada ku apakah yang engkau hendak sampaikan".
Kancil berkata "Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman supaya menghitung jumlah buaya yang terdapat di dalam sungai ini kerana Raja Sulaiman ingin memberi hadiah kepada kamu semua". Mendengar saja nama Raja Sulaiman sudah menggerunkan semua binatang kerana Nabi Sulaiman telah diberi kebesaran oleh Allah untuk memerintah semua makhluk di muka bumi ini. "Baiklah, kamu tunggu di sini, aku akan turun kedasar sungai untuk memanggil semua kawan aku" kata Sang Buaya. Sementara itu Sang Kancil sudah berangan-angan untuk menikmati buah-buahan. Tidak lama kemudian semua buaya yang berada di dasar sungai berkumpul di tebing sungai. Sang Kancil berkata "Hai buaya sekelian, aku telah diperintahkan oleh Nabi Saulaiman supaya menghitung jumlah kamu semua kerana Nabi Sulaiman akan memberi hadiah yang istimewa pada hari ini". Kata kancil lagi "Beraturlah kamu merentasi sungai bermula daripada tebing sebelah sini sehingga ke tebing sebelah sana".
Oleh kerana perintah tersebut adalah datangnya daripada Nabi Sulaiman semua buaya segera beratur tanpa membantah. Kata Buaya tadi "Sekarang hitunglah, kami sudah bersedia" Sang Kancil mengambil sepotong kayu yang berada di situ lalu melompat ke atas buaya yang pertama di tepi sungai dan ia mula menghitung dengan menyebut "Satu dua tiga lekuk, jantan betina aku ketuk" sambil mengetuk kepala buaya begitulah sehingga kancil berjaya menyeberangi sungai. Apabila sampai ditebing sana kancil terus melompat ke atas tebing sungai sambil bersorak kegembiraan dan berkata" Hai buaya-buaya sekalian, tahukah kamu bahawa aku telah menipu kamu semua dan tidak ada hadiah yang akan diberikan oleh Nabi Sulaiman".
Mendengar kata-kata Sang Kancil semua buaya berasa marah dan malu kerana mereka telah di tipu oleh kancil. Mereka bersumpah dan tidak akan melepaskan Sang Kancil apabila bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut terus membara sehingga hari ini. Sementara itu Sang Kancil terus melompat kegembiraan dan terus meniggalkan buaya-buaya tersebut dan terus menghilangkan diri di dalam kebun buah-buahan untuk menikmati buah-buahan yang sedang masak ranum itu.
Diceritakan semula oleh:
muhammad haiqal bin mohd halim
1 gigabait (2008)
Suatu hari Sang Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Oleh kerana makanan di sekitar kawasan kediaman telah berkurangan Sang Kancil bercadang untuk mencari di luar kawasan kediamannya. Cuaca pada hari tersebut sangat panas, menyebabkan Sang Kancil berasa dahaga kerana terlalu lama berjalan, lalu ia berusaha mencari sungai yang berdekatan. Setelah meredah hutan akhirnya kancil berjumpa dengan sebatang sungai yang sangat jernih airnya. Tanpa membuang masa Sang Kancil terus minum dengan sepuas-puasnya. Kedinginan air sungai tersebut telah menghilangkan rasa dahaga Sang Kancil.
Kancil terus berjalan-jalan menyusuri tebing sungai, apabila terasa penat ia berehat sebentar di bawah pohon beringin yang sangat rendang di sekitar kawasan tersebut. Kancil berkata didalam hatinya "Aku mesti bersabar jika ingin mendapat makanan yang lazat-lazat". Setelah kepenatannya hilang, Sang Kancil menyusuri tebing sungai tersebut sambil memakan dedaun kegemarannya yang terdapat disekitarnya. Apabila tiba di satu kawasan yang agak lapang, Sang Kancil terpandang kebun buah-buahan yang sedang masak ranum di seberang sungai."Alangkah enaknya jika aku dapat menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati buah-buahan tersebut" fikir Sang Kancil.
Sang Kancil terus berfikir mencari akal bagaimana untuk menyeberangi sungai yang sangat dalam lagi deras arusnya. Tiba-tiba Sang Kacil terpandang Sang Buaya yang sedang asyik berjemur di tebing sungai. Sudah menjadi kebiasaan buaya apabila hari panas ia suka berjemur untuk mendapat cahaya matahari.Tanpa berlengah-lengah lagi kancil terus menghampiri buaya yang sedang berjemur lalu berkata " Hai sabahatku Sang Buaya, apa khabar kamu pada hari ini?" buaya yang sedang asyik menikmati cahaya matahari terus membuka mata dan didapati sang kancil yang menegurnya tadi "Khabar baik sahabatku Sang Kancil" sambung buaya lagi "Apakah yang menyebabkan kamu datang ke mari?" jawab Sang Kancil "Aku membawa khabar gembira untuk kamu" mendengar kata-kata Sang Kacil, Sang Buaya tidak sabar lagi ingin mendengar khabar yang dibawa oleh Sang Kancil lalu berkata "Ceritakan kepada ku apakah yang engkau hendak sampaikan".
Kancil berkata "Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman supaya menghitung jumlah buaya yang terdapat di dalam sungai ini kerana Raja Sulaiman ingin memberi hadiah kepada kamu semua". Mendengar saja nama Raja Sulaiman sudah menggerunkan semua binatang kerana Nabi Sulaiman telah diberi kebesaran oleh Allah untuk memerintah semua makhluk di muka bumi ini. "Baiklah, kamu tunggu di sini, aku akan turun kedasar sungai untuk memanggil semua kawan aku" kata Sang Buaya. Sementara itu Sang Kancil sudah berangan-angan untuk menikmati buah-buahan. Tidak lama kemudian semua buaya yang berada di dasar sungai berkumpul di tebing sungai. Sang Kancil berkata "Hai buaya sekelian, aku telah diperintahkan oleh Nabi Saulaiman supaya menghitung jumlah kamu semua kerana Nabi Sulaiman akan memberi hadiah yang istimewa pada hari ini". Kata kancil lagi "Beraturlah kamu merentasi sungai bermula daripada tebing sebelah sini sehingga ke tebing sebelah sana".
Oleh kerana perintah tersebut adalah datangnya daripada Nabi Sulaiman semua buaya segera beratur tanpa membantah. Kata Buaya tadi "Sekarang hitunglah, kami sudah bersedia" Sang Kancil mengambil sepotong kayu yang berada di situ lalu melompat ke atas buaya yang pertama di tepi sungai dan ia mula menghitung dengan menyebut "Satu dua tiga lekuk, jantan betina aku ketuk" sambil mengetuk kepala buaya begitulah sehingga kancil berjaya menyeberangi sungai. Apabila sampai ditebing sana kancil terus melompat ke atas tebing sungai sambil bersorak kegembiraan dan berkata" Hai buaya-buaya sekalian, tahukah kamu bahawa aku telah menipu kamu semua dan tidak ada hadiah yang akan diberikan oleh Nabi Sulaiman".
Mendengar kata-kata Sang Kancil semua buaya berasa marah dan malu kerana mereka telah di tipu oleh kancil. Mereka bersumpah dan tidak akan melepaskan Sang Kancil apabila bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut terus membara sehingga hari ini. Sementara itu Sang Kancil terus melompat kegembiraan dan terus meniggalkan buaya-buaya tersebut dan terus menghilangkan diri di dalam kebun buah-buahan untuk menikmati buah-buahan yang sedang masak ranum itu.
Diceritakan semula oleh:
muhammad haiqal bin mohd halim
1 gigabait (2008)
Saturday, August 2, 2008
SANG KANCIL DENGAN HARIMAU
Harimau sedang asyik bercermin di sungai sambil membasuh mukanya. "Hmm, gagah juga aku ini, tubuhku kuat berotot dan warna lorengku sangat indah," kata harimau dalam hati. Kesombongan harimau membuatnya suka memerintah dan berbuat semena-mena pada binatang lain yang lebih kecil dan lemah. Si kancil akhirnya tidak tahan lagi. "Benar-benar keterlaluan si harimau !" kata Kancil menahan marah. "Dia mesti diberi pelajaran! Biar kapok! Sambil berpikir, ditengah jalan kancil bertemu dengan kelinci. Mereka berbincang-bincang tentang tingkah laku harimau dan mencoba mencari ide bagaimana cara membuat si harimau kapok.
Setelah lama terdiam, "Hmm, aku ada ide," kata si kancil tiba-tiba. "Tapi kau harus menolongku," lanjut si kancil. "Begini, kau bilang pada harimau kalau aku telah menghajarmu karena telah menggangguku, dan katakan juga pada si harimau bahwa aku akan menghajar siapa saja yang berani menggangguku, termasuk harimau, karena aku sedang menjalankan tugas penting," kata kancil pada kelinci. "Tugas penting apa, Cil?" tanya kelinci heran. " Sudah, bilang saja begitu, kalau si harimau nanti mencariku, antarkan ia ke bawah pohon besar di ujung jalan itu. Aku akan menunggu Harimau disana." "Tapi aku takut Cil, benar nih rencanamu akan berhasil?", kata kelinci. "Percayalah padaku, kalau gagal jangan sebut aku si kancil yang cerdik". "Iya, iya. Aku percaya, tapi kamu jangan sombong, nanti malah kamu jadi lebih sombong dari si harimau lagi."
Si kelincipun berjalan menemui harimau yang sedang bermalas-malasan. Si kelinci agak gugup menceritakan yang terjadi padanya. Setelah mendengar cerita kelinci, harimau menjadi geram mendengarnya. "Apa ? Kancil mau menghajarku? Grr, berani sekali dia!!, kata harimau. Seperti yang diharapkan, harimau minta diantarkan ke tempat kancil berada. "Itu dia si Kancil!" kata Kelinci sambil menunjuk ke arah sebatang pohon besar di ujung jalan. "Kita hampir sampai, harimau. Aku takut, nanti jangan bilang si kancil kalau aku yang cerita padamu, nanti aku dihajar lagi," kata kelinci. Si kelinci langsung berlari masuk dalam semak-semak.
"Hai kancil!!! Kudengar kau mau menghajarku ya?" Tanya harimau sambil marah. "Jangan bicara keras-keras, aku sedang mendapat tugas penting". "Tugas penting apa?". Lalu Kancil menunjuk benda besar berbentuk bulat, yang tergantung pada dahan pohon di atasnya. "Aku harus menjaga bende wasiat itu." Bende wasiat apa sih itu?" Tanya harimau heran. "Bende adalah semacam gong yang berukuran kecil, tapi bende ini bukan sembarang bende, kalau dipukul suaranya merdu sekali, tidak bisa terlukis dengan kata-kata. Harimau jadi penasaran. "Aku boleh tidak memukulnya?, siapa tahu kepalaku yang lagi pusing ini akan hilang setelah mendengar suara merdu dari bende itu." "Jangan, jangan," kata Kancil. Harimau terus membujuk si Kancil. Setelah agak lama berdebat, "Baiklah, tapi aku pergi dulu, jangan salahkan aku kalau terjadi apa-apa ya?", kata si kancil.
Setelah Kancil pergi, Harimau segera memanjat pohon dan memukul bende itu. Tapi yang terjadi?. Ternyata bende itu adalah sarang lebah! Nguuuung?nguuuung?..nguuuung sekelompok lebah yang marah keluar dari sarangnya karena merasa diganggu. Lebah-lebah itu mengejar dan menyengat si harimau. "Tolong! Tolong!" teriak harimau kesakitan sambil berlari. Ia terus berlari menuju ke sebuah sungai. Byuur! Harimau langsung melompat masuk ke dalam sungai. Ia akhirnya selamat dari serangan lebah. "Grr, awas kau Kancil!" teriak Harimau menahan marah. "Aku dibohongi lagi. Tapi pusingku kok menjadi hilang ya?". Walaupun tidak mendengar suara merdu bende wasiat, harimau tidak terlalu kecewa, sebab kepalanya tidak pusing lagi."Hahaha! Lihatlah Harimau yang gagah itu lari terbirit-birit disengat lebah," kata kancil. "Binatang kecil dan lemah tidak selamanya kalah bukan?". "Aku harap harimau bisa mengambil manfaat dari kejadian ini," kata kelinci penuh harap."
Pesan Moral : Semua makhluk hidup mempunyai kelebihan dan kekurangan. Karena itu, kita tidak boleh sombong dan memperlakukan makhluk hidup lain semena-mena.
Diceritakan semula oleh:
NAMA :DAVIN A/L JEYAKUMAR.
KELAS:1 MEGABAIT
Setelah lama terdiam, "Hmm, aku ada ide," kata si kancil tiba-tiba. "Tapi kau harus menolongku," lanjut si kancil. "Begini, kau bilang pada harimau kalau aku telah menghajarmu karena telah menggangguku, dan katakan juga pada si harimau bahwa aku akan menghajar siapa saja yang berani menggangguku, termasuk harimau, karena aku sedang menjalankan tugas penting," kata kancil pada kelinci. "Tugas penting apa, Cil?" tanya kelinci heran. " Sudah, bilang saja begitu, kalau si harimau nanti mencariku, antarkan ia ke bawah pohon besar di ujung jalan itu. Aku akan menunggu Harimau disana." "Tapi aku takut Cil, benar nih rencanamu akan berhasil?", kata kelinci. "Percayalah padaku, kalau gagal jangan sebut aku si kancil yang cerdik". "Iya, iya. Aku percaya, tapi kamu jangan sombong, nanti malah kamu jadi lebih sombong dari si harimau lagi."
Si kelincipun berjalan menemui harimau yang sedang bermalas-malasan. Si kelinci agak gugup menceritakan yang terjadi padanya. Setelah mendengar cerita kelinci, harimau menjadi geram mendengarnya. "Apa ? Kancil mau menghajarku? Grr, berani sekali dia!!, kata harimau. Seperti yang diharapkan, harimau minta diantarkan ke tempat kancil berada. "Itu dia si Kancil!" kata Kelinci sambil menunjuk ke arah sebatang pohon besar di ujung jalan. "Kita hampir sampai, harimau. Aku takut, nanti jangan bilang si kancil kalau aku yang cerita padamu, nanti aku dihajar lagi," kata kelinci. Si kelinci langsung berlari masuk dalam semak-semak.
"Hai kancil!!! Kudengar kau mau menghajarku ya?" Tanya harimau sambil marah. "Jangan bicara keras-keras, aku sedang mendapat tugas penting". "Tugas penting apa?". Lalu Kancil menunjuk benda besar berbentuk bulat, yang tergantung pada dahan pohon di atasnya. "Aku harus menjaga bende wasiat itu." Bende wasiat apa sih itu?" Tanya harimau heran. "Bende adalah semacam gong yang berukuran kecil, tapi bende ini bukan sembarang bende, kalau dipukul suaranya merdu sekali, tidak bisa terlukis dengan kata-kata. Harimau jadi penasaran. "Aku boleh tidak memukulnya?, siapa tahu kepalaku yang lagi pusing ini akan hilang setelah mendengar suara merdu dari bende itu." "Jangan, jangan," kata Kancil. Harimau terus membujuk si Kancil. Setelah agak lama berdebat, "Baiklah, tapi aku pergi dulu, jangan salahkan aku kalau terjadi apa-apa ya?", kata si kancil.
Setelah Kancil pergi, Harimau segera memanjat pohon dan memukul bende itu. Tapi yang terjadi?. Ternyata bende itu adalah sarang lebah! Nguuuung?nguuuung?..nguuuung sekelompok lebah yang marah keluar dari sarangnya karena merasa diganggu. Lebah-lebah itu mengejar dan menyengat si harimau. "Tolong! Tolong!" teriak harimau kesakitan sambil berlari. Ia terus berlari menuju ke sebuah sungai. Byuur! Harimau langsung melompat masuk ke dalam sungai. Ia akhirnya selamat dari serangan lebah. "Grr, awas kau Kancil!" teriak Harimau menahan marah. "Aku dibohongi lagi. Tapi pusingku kok menjadi hilang ya?". Walaupun tidak mendengar suara merdu bende wasiat, harimau tidak terlalu kecewa, sebab kepalanya tidak pusing lagi."Hahaha! Lihatlah Harimau yang gagah itu lari terbirit-birit disengat lebah," kata kancil. "Binatang kecil dan lemah tidak selamanya kalah bukan?". "Aku harap harimau bisa mengambil manfaat dari kejadian ini," kata kelinci penuh harap."
Pesan Moral : Semua makhluk hidup mempunyai kelebihan dan kekurangan. Karena itu, kita tidak boleh sombong dan memperlakukan makhluk hidup lain semena-mena.
Diceritakan semula oleh:
NAMA :DAVIN A/L JEYAKUMAR.
KELAS:1 MEGABAIT
Thursday, July 31, 2008
SANG KANCIL DENGAN KERBAU
Pada suatu hari ada seekor kerbau jantan hendak minum air. Kerbau itu berjalan melalui satu lorong menuju ke sungai. Sungai itu agak luas. Airnya cetek aja, jenih dan sejuk. Kerbau itu mengharung air. Air itu hanya setakat lutut sahaja. Kerbau itu menuju ke tengah-tengah sungai kerana air di bahagian tengah sungai lagi jernih. Ketika menghirup air, kerbau terdengar sesuatu di tepi sungai. Kerbau merenung ke arah uara itu. Kerbau ternampak air terhambur naik di tebing sungai.
"Tolong! Tolong! Tolong aku, kerbau!" tiba-tiba terdengar suara dari tepi sungai dekat rimbunan buluh. Kerbau cuba memerhati dan meneliti suara itu. Kerbau ternampak sesuatu berbalam-balam dari jauh seperti batang kelapa ditindih sebatang kayu. Suara meminta tolong terus bergema. Merayu-rayu bunyinya. Kerbau mendekati suara itu. Rupa-rupanya ada seekor buaya ditindih oleh pokok kayu, betul-betul di tengah belakangnya.Oh, buaya! Kenapa ini?" tanya kerbau. "Tolong aku, kerbau! Aku ditimpa oleh pokok yang tumbang. Aku tidak boleh bergerak. Berat sungguh batang kayu ini," jawab buaya. Kerbau kasihan melihat buaya. Kerbau cuba mengangkat kayu itu dengan tanduknya. Apabila batang kayu terangkat, buaya cepat-cepat melepaskan dirinya. Sebaik-baik sahaja kerbau menghumban kayu itu ke bawah, buaya segera menangkapnya.
"Eh, buaya! Kenapa ini?" tanya kerbau apabila dirasai kakinya digigit buaya. "Aku hendak makan kau. Hari ini kau menjadi rezeki aku," jelas buaya sambil menggigit lebih kuat lagi. "Kaulah binatang yang amat jahat dalam dunia ini. Tidak tahu membalas budi. Orang berbuat baik, kau balas jahat," kata kerbau.
"Sepatutnya buat baik dibalas baik. Buat jahat dibalas jahat," sambung kerbau lagi. "Aku tidak peduli," jawab buaya. Kerbau cuba menanduk buaya tetapi buaya menguatkan lagi gigitannya. Kerbau tidak mampu melepaskan diri kerana berada dalam air. Kalau buaya menariknya ke bawah tentulah ia akan lemas. Kerbau merayu supaya buaya tidak membunuhnya. "Janganlah bunuh aku, buaya! Aku pun mahu hidup. Kau makanlah benda lain," kerbau merayu. Tetapi buaya tetap tidak peduli. "Aku boleh melepaskan kau tetapi dengan satu syarat," kata buaya. "Apakah syaratnya?" tanya kerbau. "Kita cuba dapatkan jawapan, betul atau tidak bahawa berbuat baik dibalas baik? Kita tanya apa-apa yang lalu di sini," ujar buaya. "Kalau jawapannya sama sebanyak tiga kali, aku akan bebaskan kau," ujar buaya lagi.
Kerbau bersetuju dengan syarat yang dicadangkan oleh buaya. Mereka bersama-sama menunggu sesiapa sahaja yang lalu atau yang hanyut di dalam sungai itu. Tiba-tiba mereka ternampak sebuah saji yang buruk hanyut. Buaya pun bertanya pada saji. "Saji, betulkah berbuat baik dibalas baik?" tanya buaya. "Tidak betul. Berbuat baik dibalas jahat," jawab saji. Saji menceritakan kisah hidupnya. "Di rumah, aku digunakan untuk menutup makanan. Nasi, lauk, kuih, dan apa-apa sahaja aku lindungi," jelas saji. "Pendek kata, aku banyak menolong dan berbakti kepada tuan aku. Kucing dan tikus tidak boleh mencuri lauk. Aku lindungi," cerita saji. "Tetapi aku amat sedih, apabila aku buruk dan koyak, tidak berdaya lagi menutup makanan, aku dibuang ke sungai," ujar saji. "Itulah sebabnya aku berkata berbuat baik dibalas jahat," saji menamatkan ceritanya dan terus hanyut."Macam mana kerbau? Betul atau tidak apa yang aku kata?" tanya buaya. Kerbau berdiam diri kerana berasa cemas dan sedih. Kerbau berdoa di dalam hati supaya Tuhan menolongnya. "Tuhan tentu akan menolong orang yang baik," kata kerbau dalam hatinya. Tidak lama kemudian, kelihatan sepasang kasut buruk pula hanyut di situ. Sebelah daripada kasut itu tenggelam kerana tapaknya tembus. Tetapi kasut itu bergantung kepada pasangannya dengan tali. Kedua-dua belah kasut itu bersama-sama hanyut. "Hah, itu satu lagi benda hanyut! Kita cuba tanya," kata buaya. "Kasut, betul atau tidak berbuat baik dibalas baik?" tanya buaya. Kerbau berdebar-debar menunggu jawapan kasut. Kalau kasut bersetuju dengan kenyataan itu bererti ia akan selamat. Kalau kasut berkata tidak betul, habislah riwayatnya. "Tidak betul kerana berbuat baik dibalas jahat," jawab kasut. Hancurlah harapan kerbau untuk hidup apabila mendengar kasut memberi jawapan itu. Kasut lalu bercerita.Pada suatu masa lalu, kasut amat disayangi oleh tuannya. Setiap hari kasut dibersihkan dan dikilatkan. Apabila malam, kasut itu disimpan di tempat selamat. Kasut itu juga hanya dipakai oleh tuannya apabila pergi ke bandar sahaja. Kalau tuannya pergi ke tempat berpasir atau berlumpur, kasut itu tidak dipakainya. Tetapi apabila sudah buruk, kasut itu tidak disayangi lagi. Badannya tidak dikilatkan lagi. Kasut itu dibaling ke tepi tangga selepas digunakan. Apabila malam, kasut itu ditinggalkan di halaman rumah. Kasut itu dibiarkan berembun dan berhujan. Ketika itu juga, kasut itu menjadi tempat persembunyian katak puru untuk menangkap nyamuk. Apabila sudah terlalu buruk dan koyak, kasut itu dibuangkan ke dalam sungai. "Itulah sebabnya aku hanyut ke sini," kasut menamatkan ceritanya lalu pergi bersama-sama arus air. "Sudah dua jawapan. Engkau kalah. Tetapi aku bagi satu peluang lagi," kata buaya. "Kalau datang yang ketiga, sama jawapannya, engkau akan menjadi habuanku," jelas buaya kepada kerbau.Ketika kerbau dan buaya menanti kedatangan benda yang ketiga, tiba-tiba datang seekor kancil hendak minum air. Kancil itu pergi ke tebing tempat buaya dan kerbau. Kancil terkejut apabila melihat buaya menggigit kaki kerbau. Kancil melihat air mata kerbau berlinang. Manakala buaya pula kelihatan bengis. "Ada apa kerbau? Kenapa buaya gigit kaki engkau?" tanya kancil. "Mujurlah engkau datang, kancil! Kami sedang menunggu hakim yang ketiga untuk mengadili kami," kata buaya. "Mengapa?" tanya kancil. "Kami bertengkar, berbuat baik adalah dibalas jahat," kata buaya. "Tetapi kenapa kamu gigit kaki kerbau?" tanya kancil. Buaya lalu bercerita mengenai dirinya yang ditindih batang kayu. Kerbau datang menolong. Tetapi buaya tidak mahu membalas perbuatan baik kerbau. Buaya menganggap kerbau itu patut menjadi rezekinya. "Tetapi sebelum aku memberikan keputusan, aku mahu tengok kejadian asalnya," kata kancil. "Mula-mula aku kena tindih batang pokok patah. Batang pokok itu jatuh menimpa belakang aku," jawab buaya. "Boleh aku tengok macam mana pokok itu berada di atas belakang kau?" tanya Kancil. "Macam mana aku hendak tunjukkan, kerbau sudah alihkan batang kayu itu," jawab buaya. "Baiklah! Sekarang engkau pergi duduk tempat asal, tempat engkau kena tindih," ujar kancil. Buaya mengikut sahaja arahan kancil. Buaya melepaskan kaki kerbau lalu duduk dekat batang pokok. "Kerbau! Cuba engkau tunjukkan, bagaimanakah kayu itu berada di atas belakang buaya? Tunjukkan padaku, bagaimanakah caranya engkau mengangkat batang kayu itu?" kancil mengarah seperti hakim. Kerbau melakukan apa yang disuruh oleh kancil. "Cuba engkau bergerak, buaya! Bolehkah kayu itu diangkat?" kancil mengarah buaya. Buaya cuba bergerak dan mengangkat batang pokok itu tetapi tidak berdaya. "Cuba lagi, seperti engkau mula-mula kena tindih," kata kancil. "Up! Up!" bunyi suara buaya cuba mengalih batang pokok. "Kuat lagi! Kuat lagi!" seru kancil.Buaya terus mencuba tetapi tidak berupaya melepaskan diri. Buaya cuba mengumpul kekuatan untuk mengangkat batang kayu itu, tetapi gagal. Ekornya sahaja membedal air tetapi batang kayu tetap itu tidak bergerak. Buaya sudah penat. Kerbau pula menunggu arahan kancil. "Selepas itu apakah yang terjadi?" tanya kancil. "Selepas itu aku datang menolong. Aku mengangkat batang pokok itu. Apabila buaya terlepas, ia gigit kaki aku," jawab kerbau. "Bagaimanakah cara kamu mengangkatnya?" tanya kancil. Kerbau segera mendekati batang pokok itu. Kerbau menundukkan kepala hendak engangkat batang kayu itu. "Sudah! Setakat itu dulu. Aku sudah faham. Jangan angkat kayu itu," kata kancil. "Habis itu macam mana pula dengan buaya? Tentu buaya akan mati," jawab kerbau. "Engkau ini sangat lurus dan jujur, wahai kerbau!" kata kancil. "Biarlah buaya ini mati. Kalau buaya ini hidup, engkau tentu mati. Buaya yang jahat ini patut menerima balasannya kerana tidak tahu membalas budi baik," kata kancil lalu berlari naik ke atas tebing sungai. Buaya bertempik apabila mendengar kata-kata kancil. Buaya tahu ia sudah kena tipu. Buaya membedal ekornya dengan sekuat-kuat hatinya. Air sungai melambung naik. Kerbau segera melompat lalu berlari naik ke atas tebing mengikut kancil. "Jaga, kancil! Kautipu aku. Ingat, kancil! Aku akan makan kau," pekik buaya. Namun, kancil dan kerbau tidak mempedulikan buaya lagi. Kerbau mengucapkan terima kasih kepada kancil. Kedatangan kancil ke tebing sungai itu telah menyelamatkan nyawanya. Buaya sudah menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan jahatnya itu.
"Engkau ini sangat lurus dan jujur, wahai kerbau!" kata kancil. "Biarlah buaya ini mati. Kalau buaya ini hidup, engkau tentu mati. Buaya yang jahat ini patut menerima balasannya kerana tidak tahu membalas budi baik," kata kancil lalu berlari naik ke atas tebing sungai. Buaya bertempik apabila mendengar kata-kata kancil. Buaya tahu ia sudah kena tipu. Buaya membedal ekornya dengan sekuat-kuat hatinya. Air sungai melambung naik. Kerbau segera melompat lalu berlari naik ke atas tebing mengikut kancil. "Jaga, kancil! Kautipu aku. Ingat, kancil! Aku akan makan kau," pekik buaya. Namun, kancil dan kerbau tidak mempedulikan buaya lagi. Kerbau mengucapkan terima kasih kepada kancil. Kedatangan kancil ke tebing sungai itu telah menyelamatkan nyawanya. Buaya sudah menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan jahatnya itu.
Diceritakan semula oleh
NAMA:THANESWARAN A/L SUBRAMANIAM
TING:1GEGABAIT
"Tolong! Tolong! Tolong aku, kerbau!" tiba-tiba terdengar suara dari tepi sungai dekat rimbunan buluh. Kerbau cuba memerhati dan meneliti suara itu. Kerbau ternampak sesuatu berbalam-balam dari jauh seperti batang kelapa ditindih sebatang kayu. Suara meminta tolong terus bergema. Merayu-rayu bunyinya. Kerbau mendekati suara itu. Rupa-rupanya ada seekor buaya ditindih oleh pokok kayu, betul-betul di tengah belakangnya.Oh, buaya! Kenapa ini?" tanya kerbau. "Tolong aku, kerbau! Aku ditimpa oleh pokok yang tumbang. Aku tidak boleh bergerak. Berat sungguh batang kayu ini," jawab buaya. Kerbau kasihan melihat buaya. Kerbau cuba mengangkat kayu itu dengan tanduknya. Apabila batang kayu terangkat, buaya cepat-cepat melepaskan dirinya. Sebaik-baik sahaja kerbau menghumban kayu itu ke bawah, buaya segera menangkapnya.
"Eh, buaya! Kenapa ini?" tanya kerbau apabila dirasai kakinya digigit buaya. "Aku hendak makan kau. Hari ini kau menjadi rezeki aku," jelas buaya sambil menggigit lebih kuat lagi. "Kaulah binatang yang amat jahat dalam dunia ini. Tidak tahu membalas budi. Orang berbuat baik, kau balas jahat," kata kerbau.
"Sepatutnya buat baik dibalas baik. Buat jahat dibalas jahat," sambung kerbau lagi. "Aku tidak peduli," jawab buaya. Kerbau cuba menanduk buaya tetapi buaya menguatkan lagi gigitannya. Kerbau tidak mampu melepaskan diri kerana berada dalam air. Kalau buaya menariknya ke bawah tentulah ia akan lemas. Kerbau merayu supaya buaya tidak membunuhnya. "Janganlah bunuh aku, buaya! Aku pun mahu hidup. Kau makanlah benda lain," kerbau merayu. Tetapi buaya tetap tidak peduli. "Aku boleh melepaskan kau tetapi dengan satu syarat," kata buaya. "Apakah syaratnya?" tanya kerbau. "Kita cuba dapatkan jawapan, betul atau tidak bahawa berbuat baik dibalas baik? Kita tanya apa-apa yang lalu di sini," ujar buaya. "Kalau jawapannya sama sebanyak tiga kali, aku akan bebaskan kau," ujar buaya lagi.
Kerbau bersetuju dengan syarat yang dicadangkan oleh buaya. Mereka bersama-sama menunggu sesiapa sahaja yang lalu atau yang hanyut di dalam sungai itu. Tiba-tiba mereka ternampak sebuah saji yang buruk hanyut. Buaya pun bertanya pada saji. "Saji, betulkah berbuat baik dibalas baik?" tanya buaya. "Tidak betul. Berbuat baik dibalas jahat," jawab saji. Saji menceritakan kisah hidupnya. "Di rumah, aku digunakan untuk menutup makanan. Nasi, lauk, kuih, dan apa-apa sahaja aku lindungi," jelas saji. "Pendek kata, aku banyak menolong dan berbakti kepada tuan aku. Kucing dan tikus tidak boleh mencuri lauk. Aku lindungi," cerita saji. "Tetapi aku amat sedih, apabila aku buruk dan koyak, tidak berdaya lagi menutup makanan, aku dibuang ke sungai," ujar saji. "Itulah sebabnya aku berkata berbuat baik dibalas jahat," saji menamatkan ceritanya dan terus hanyut."Macam mana kerbau? Betul atau tidak apa yang aku kata?" tanya buaya. Kerbau berdiam diri kerana berasa cemas dan sedih. Kerbau berdoa di dalam hati supaya Tuhan menolongnya. "Tuhan tentu akan menolong orang yang baik," kata kerbau dalam hatinya. Tidak lama kemudian, kelihatan sepasang kasut buruk pula hanyut di situ. Sebelah daripada kasut itu tenggelam kerana tapaknya tembus. Tetapi kasut itu bergantung kepada pasangannya dengan tali. Kedua-dua belah kasut itu bersama-sama hanyut. "Hah, itu satu lagi benda hanyut! Kita cuba tanya," kata buaya. "Kasut, betul atau tidak berbuat baik dibalas baik?" tanya buaya. Kerbau berdebar-debar menunggu jawapan kasut. Kalau kasut bersetuju dengan kenyataan itu bererti ia akan selamat. Kalau kasut berkata tidak betul, habislah riwayatnya. "Tidak betul kerana berbuat baik dibalas jahat," jawab kasut. Hancurlah harapan kerbau untuk hidup apabila mendengar kasut memberi jawapan itu. Kasut lalu bercerita.Pada suatu masa lalu, kasut amat disayangi oleh tuannya. Setiap hari kasut dibersihkan dan dikilatkan. Apabila malam, kasut itu disimpan di tempat selamat. Kasut itu juga hanya dipakai oleh tuannya apabila pergi ke bandar sahaja. Kalau tuannya pergi ke tempat berpasir atau berlumpur, kasut itu tidak dipakainya. Tetapi apabila sudah buruk, kasut itu tidak disayangi lagi. Badannya tidak dikilatkan lagi. Kasut itu dibaling ke tepi tangga selepas digunakan. Apabila malam, kasut itu ditinggalkan di halaman rumah. Kasut itu dibiarkan berembun dan berhujan. Ketika itu juga, kasut itu menjadi tempat persembunyian katak puru untuk menangkap nyamuk. Apabila sudah terlalu buruk dan koyak, kasut itu dibuangkan ke dalam sungai. "Itulah sebabnya aku hanyut ke sini," kasut menamatkan ceritanya lalu pergi bersama-sama arus air. "Sudah dua jawapan. Engkau kalah. Tetapi aku bagi satu peluang lagi," kata buaya. "Kalau datang yang ketiga, sama jawapannya, engkau akan menjadi habuanku," jelas buaya kepada kerbau.Ketika kerbau dan buaya menanti kedatangan benda yang ketiga, tiba-tiba datang seekor kancil hendak minum air. Kancil itu pergi ke tebing tempat buaya dan kerbau. Kancil terkejut apabila melihat buaya menggigit kaki kerbau. Kancil melihat air mata kerbau berlinang. Manakala buaya pula kelihatan bengis. "Ada apa kerbau? Kenapa buaya gigit kaki engkau?" tanya kancil. "Mujurlah engkau datang, kancil! Kami sedang menunggu hakim yang ketiga untuk mengadili kami," kata buaya. "Mengapa?" tanya kancil. "Kami bertengkar, berbuat baik adalah dibalas jahat," kata buaya. "Tetapi kenapa kamu gigit kaki kerbau?" tanya kancil. Buaya lalu bercerita mengenai dirinya yang ditindih batang kayu. Kerbau datang menolong. Tetapi buaya tidak mahu membalas perbuatan baik kerbau. Buaya menganggap kerbau itu patut menjadi rezekinya. "Tetapi sebelum aku memberikan keputusan, aku mahu tengok kejadian asalnya," kata kancil. "Mula-mula aku kena tindih batang pokok patah. Batang pokok itu jatuh menimpa belakang aku," jawab buaya. "Boleh aku tengok macam mana pokok itu berada di atas belakang kau?" tanya Kancil. "Macam mana aku hendak tunjukkan, kerbau sudah alihkan batang kayu itu," jawab buaya. "Baiklah! Sekarang engkau pergi duduk tempat asal, tempat engkau kena tindih," ujar kancil. Buaya mengikut sahaja arahan kancil. Buaya melepaskan kaki kerbau lalu duduk dekat batang pokok. "Kerbau! Cuba engkau tunjukkan, bagaimanakah kayu itu berada di atas belakang buaya? Tunjukkan padaku, bagaimanakah caranya engkau mengangkat batang kayu itu?" kancil mengarah seperti hakim. Kerbau melakukan apa yang disuruh oleh kancil. "Cuba engkau bergerak, buaya! Bolehkah kayu itu diangkat?" kancil mengarah buaya. Buaya cuba bergerak dan mengangkat batang pokok itu tetapi tidak berdaya. "Cuba lagi, seperti engkau mula-mula kena tindih," kata kancil. "Up! Up!" bunyi suara buaya cuba mengalih batang pokok. "Kuat lagi! Kuat lagi!" seru kancil.Buaya terus mencuba tetapi tidak berupaya melepaskan diri. Buaya cuba mengumpul kekuatan untuk mengangkat batang kayu itu, tetapi gagal. Ekornya sahaja membedal air tetapi batang kayu tetap itu tidak bergerak. Buaya sudah penat. Kerbau pula menunggu arahan kancil. "Selepas itu apakah yang terjadi?" tanya kancil. "Selepas itu aku datang menolong. Aku mengangkat batang pokok itu. Apabila buaya terlepas, ia gigit kaki aku," jawab kerbau. "Bagaimanakah cara kamu mengangkatnya?" tanya kancil. Kerbau segera mendekati batang pokok itu. Kerbau menundukkan kepala hendak engangkat batang kayu itu. "Sudah! Setakat itu dulu. Aku sudah faham. Jangan angkat kayu itu," kata kancil. "Habis itu macam mana pula dengan buaya? Tentu buaya akan mati," jawab kerbau. "Engkau ini sangat lurus dan jujur, wahai kerbau!" kata kancil. "Biarlah buaya ini mati. Kalau buaya ini hidup, engkau tentu mati. Buaya yang jahat ini patut menerima balasannya kerana tidak tahu membalas budi baik," kata kancil lalu berlari naik ke atas tebing sungai. Buaya bertempik apabila mendengar kata-kata kancil. Buaya tahu ia sudah kena tipu. Buaya membedal ekornya dengan sekuat-kuat hatinya. Air sungai melambung naik. Kerbau segera melompat lalu berlari naik ke atas tebing mengikut kancil. "Jaga, kancil! Kautipu aku. Ingat, kancil! Aku akan makan kau," pekik buaya. Namun, kancil dan kerbau tidak mempedulikan buaya lagi. Kerbau mengucapkan terima kasih kepada kancil. Kedatangan kancil ke tebing sungai itu telah menyelamatkan nyawanya. Buaya sudah menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan jahatnya itu.
"Engkau ini sangat lurus dan jujur, wahai kerbau!" kata kancil. "Biarlah buaya ini mati. Kalau buaya ini hidup, engkau tentu mati. Buaya yang jahat ini patut menerima balasannya kerana tidak tahu membalas budi baik," kata kancil lalu berlari naik ke atas tebing sungai. Buaya bertempik apabila mendengar kata-kata kancil. Buaya tahu ia sudah kena tipu. Buaya membedal ekornya dengan sekuat-kuat hatinya. Air sungai melambung naik. Kerbau segera melompat lalu berlari naik ke atas tebing mengikut kancil. "Jaga, kancil! Kautipu aku. Ingat, kancil! Aku akan makan kau," pekik buaya. Namun, kancil dan kerbau tidak mempedulikan buaya lagi. Kerbau mengucapkan terima kasih kepada kancil. Kedatangan kancil ke tebing sungai itu telah menyelamatkan nyawanya. Buaya sudah menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan jahatnya itu.
Diceritakan semula oleh
NAMA:THANESWARAN A/L SUBRAMANIAM
TING:1GEGABAIT
PENA AJAIB
Tersebutlah sebuah cerita dongeng, kononnya di negara China pada zaman dahulu ada seorang budak yang memiliki sebatang pena ajaib. Keluarganya sangat miskin. Ibu bapanya bekerja sebagai petani menanam padi. Tanah yang mereka usahakan untuk menanam padi itu sempit sahaja. Tanaman mereka pula kadang-kadang mengeluarkan hasil yang sedikit. Adakalanya, tanaman mereka musnah akibat banjir. Namun demikian, mereka tetap tabah menghadapi kesusahan hidup. Pada suatu ketika, musim banjir berlaku lagi. Tanaman mereka habis musnah. Meskipun mereka berasa sangat sedih, namun mereka tetap tabahkan hati. Mereka menganggap kejadian itu sebagai takdir daripada Tuhan untuk menguji hidup mereka. Budak itu turut bersedih atas nasib yang dialami oleh ibu bapanya. Pada sebelah petangnya, dia pergi ke ladang itu. Dia ingin cuba mencari, kalau-kalau masih ada padi yang belum rosak. Dia cuba mencari. Alangkah gembira hatinya kerana menemui beberapa tangkai padi yang belum rosak. Tanpa berlengah lagi, dia segera mengambilnya dan membawanya pulang.
"Ibu bapaku tentu gembira kerana padi ini boleh disimpan. Padi ini boleh dijadikan benih," katanya dalam hati. Di pertengahan jalan, dia terjumpa seorang lelaki tua. Pakaian lelaki tua itu bercompang-camping. "Orang tua ini tentu sangat miskin," fikirnya dalam hati. "Tolonglah aku!" orang tua itu merayu. "Apakah yang boleh saya tolong?" dia bertanya kepada orang tua itu. "Aku sangat lapar. Sudah beberapa hari aku tidak makan," kata orang tua itu. "Tetapi saya tidak mempunyai makanan," dia memberitahu orang tua itu. Namun demikian, lelaki tua itu berkata, "Bukankah engkau sedang membawa beberapa tangkai padi?" "Ya, tetapi saya hendak jadikan padi ini sebagai benih!" dia memberitahu hasratnya. Lelaki tua terus berkata lagi, "Berikanlah kepadaku. Padi itu boleh kutanak menjadi nasi." Budak itu berasa kasihan kepada orang tua tersebut. "Baiklah, kalau begitu!" dia terus memberikan padi itu kepada orang tua tersebut. Orang tua itu mengucapkan terima kasih dan terus pergi dari situ. Selang beberapa lama kemudian, datanglah beberapa orang pengawal raja ke rumah budak itu. Pengawal itu memberitahu kepada ibu bapanya, "Besok sediakan padi sebanyak sepuluh guni. Ini adalah perintah daripada raja. Jikalau kamu ingkar, kamu akan dijatuhi hukuman pancung." Takutlah mereka mendengar amaran itu. Mereka tahu raja di negeri itu sangat zalim. Sesiapa yang tidak taat kepada perintahnya akan dihukum mati. "Tolonglah kami!" bapa budak itu cuba merayu. "Sekarang musim banjir. Tanaman tidak menjadi. Kami tidak mampu menyediakan padi sebanyak itu," bapanya cuba merayu lagi. Namun pengawal itu berkata dengan keras, "Kami tidak peduli. Kamu mesti patuh kepada perintah raja." Para pengawal itu terus pergi. Sedihlah hati budak itu. Namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa lagi. "Matilah kita sekeluarga kali ini!" kata bapanya. Malam itu, mereka tidak tidur. Mereka menunggu kedatangan para pengawal untuk menangkap mereka pada waktu pagi. Tetapi pada pagi itu, sebelum para pengawal itu tiba, datang orang tua miskin dahulu ke rumah mereka. "Wahai budak yang sangat baik hati! Dahulu, kamu pernah menolongku sewaktu aku dalam kesusahan. Sekarang giliranku pula untuk menolongmu. Ambillah pena ajaib ini! Aku hadiahkan kepadamu sebagai balasan atas budi baikmu dahulu," kata orang tua itu.Lukislah apa sahaja yang kamu mahu," kata orang tua lagi. Sebaik-baik sahaja selepas berkata demikian, orang tua itu pun terus pergi dari situ. Termenunglah budak itu memikirkan peristiwa itu. Ibu bapanya turut berasa hairan. Benarkah pena ini ajaib?" bapanya bertanya. "Entahlah!" kata budak itu. "Kalau begitu, mengapakah kamu tidak cuba lukiskan sesuatu?" ibunya pula mencelah. Budak itu pun segera mengambil beberapa helai kertas. "Saya lapar. Saya teringin makan daging itik," dia cuba melukiskan gambar seekor itik. "Bapa mahu makan buah limau. Cuba kamu lukiskan sebiji limau," ujar bapa."Ibu pula mahukan sepasang pakaian baharu," ibunya memberitahu dengan perasaan malu-malu.Budak itu melukiskan gambar buah limau dan sepasang pakaian pula. Terkejutlah mereka kerana lukisan itu tiba-tiba sahaja betul-betul bertukar menjadi seekor itik, sebiji limau, dan sepasang pakaian. "Wah, betul-betul ajaib!" kata mereka dengan perasaan gembira. Tidak lama selepas itu, datang para pengawal raja ke rumah mereka. "Sudahkah kamu sediakan sepuluh guni padi?" pengawal itu bersuara keras. "Belum!" jawab bapa budak itu dengan ketakutan. "Sekarang aku akan pancung kepala kamu!" kata pengawal itu lagi. "Tunggu dulu!" budak itu segera menyampuk."Tunggu apa lagi?" pengawal itu benar-benar berasa marah.”Aku akan sediakan sepuluh guni beras yang kamu minta itu," ujar budak itu lagi. Tanpa berlengah lagi, budak itupun segera melukiskan sepuluh guni beras. Pengawal itu semakin marah, "Kamu fikir aku ini bodoh? Apa aku boleh buat dengan sepuluh guni beras dalam kertas lukisan ini? Kamu pun harus kupancung juga." Tetapi lukisan itu kemudiannya betul-betul bertukar menjadi sepuluh guni beras. Terkejutlah para pengawal itu menyaksikan peristiwa tersebut. "Wah, pena kamu ini betul-betul ajaib!" kata pengawal itu. Tanpa berlengah lagi, para pengawal itu segera memunggah semua guni beras tersebut. Mereka lalu cepat-cepat pulang ke istana. Mereka memberitahu peristiwa ajaib itu kepada raja. Tercenganglah raja apabila mendengar berita itu. "Sekarang kamu pergi ke sana semula. Perintahkan budak itu supaya lukiskan seratus guni padi pula untuk beta," titah raja itu. Para pengawal itu pun segera menunaikan titah tersebut. "Sekarang raja perintahkan kamu supaya lukiskan seratus guni padi pula. Jika tidak, kamu akan dipancung," pengawal itu mengarahkan demikian.Tidak lama kemudian, mereka membawa pulang seratus guni padi kepada raja. Tercenganglah raja apabila melihat seratus guni padi itu. Barulah baginda benar-benar percaya bahawa pena yang dimiliki oleh budak itu adalah pena ajaib. Semenjak itu, bahagialah hidup budak itu bersama-sama dengan ibu bapanya. Dengan adanya pena ajaib itu, mereka dapat memiliki apa sahaja yang mereka mahu. Malah, budak itu tidak lupa untuk menolong penduduk kampungnya yang hidup miskin. Budak itu melukiskan pelbagai jenis makanan dan haiwan ternakan untuk penduduk kampung. Setiap hari, berduyun-duyunlah penduduk kampung datang meminta pertolongan daripada budak itu. Tidak berapa lama kemudian, raja menitahkan budak itu datang ke istananya. "Beta ingin menyerang sebuah negeri lain. Lukiskan untuk beta seratus ribu orang tentera, seratus ribu senjata, dan seratus ribu ekor kuda," titah raja.Baiklah, tuanku!" kata budak itu. "Tetapi patik minta tempoh selama sepuluh hari," kata budak itu lagi. "Mengapakah masanya begitu lama?" raja itu bertanya dengan perasaan marah. "Jumlah tentera, senjata, dan kuda itu sangat banyak. Patik tidak boleh menyiapkan lukisannya dalam masa satu hari," jawab budak itu. "Baiklah, kalau begitu!" raja itu bersetuju. Budak itu pun segera pulang ke rumahnya. Dia memberitahu hal itu kepada ibu bapanya. "Lukiskanlah semua gambar itu. Kalau tidak, kita akan mati dipancung oleh raja," kata bapanya. Tetapi budak itu tidak mahu berbuat demikian. "Mengapa pula kamu enggan melukiskannya?" tanya bapanya. "Ramai orang akan mati, kalau diserang oleh raja itu," jawab budak itu."Kalau begitu, apakah yang harus kita lakukan?" ibunya berasa sangat takut. "Ya, kita tentu akan mati dipancung oleh raja!" ujar bapanya lagi. "Kita harus lari dari sini!" jawab budak itu. "Bagaimanakah caranya kita hendak melarikan diri?" tanya bapanya. Tanpa berlengah lagi, budak itu pun segera melukiskan gambar sebuah kapal dan laut. Apabila sudah siap dilukis, di hadapan mereka betul-betul terdapat sebuah kapal dan laut. Mereka segera menaiki kapal itu dan terus melarikan diri dari negeri itu. Mereka terselamat daripada raja yang zalim itu. "Budak itu sudah melarikan diri!" para pengawal memberitahu raja. Raja itu tersangat marah. Tetapi baginda tidak dapat berbuat apa-apa. Baginda tidak tahu ke manakah budak itu bersama-sama ibu bapanya melarikan diri.
"Ibu bapaku tentu gembira kerana padi ini boleh disimpan. Padi ini boleh dijadikan benih," katanya dalam hati. Di pertengahan jalan, dia terjumpa seorang lelaki tua. Pakaian lelaki tua itu bercompang-camping. "Orang tua ini tentu sangat miskin," fikirnya dalam hati. "Tolonglah aku!" orang tua itu merayu. "Apakah yang boleh saya tolong?" dia bertanya kepada orang tua itu. "Aku sangat lapar. Sudah beberapa hari aku tidak makan," kata orang tua itu. "Tetapi saya tidak mempunyai makanan," dia memberitahu orang tua itu. Namun demikian, lelaki tua itu berkata, "Bukankah engkau sedang membawa beberapa tangkai padi?" "Ya, tetapi saya hendak jadikan padi ini sebagai benih!" dia memberitahu hasratnya. Lelaki tua terus berkata lagi, "Berikanlah kepadaku. Padi itu boleh kutanak menjadi nasi." Budak itu berasa kasihan kepada orang tua tersebut. "Baiklah, kalau begitu!" dia terus memberikan padi itu kepada orang tua tersebut. Orang tua itu mengucapkan terima kasih dan terus pergi dari situ. Selang beberapa lama kemudian, datanglah beberapa orang pengawal raja ke rumah budak itu. Pengawal itu memberitahu kepada ibu bapanya, "Besok sediakan padi sebanyak sepuluh guni. Ini adalah perintah daripada raja. Jikalau kamu ingkar, kamu akan dijatuhi hukuman pancung." Takutlah mereka mendengar amaran itu. Mereka tahu raja di negeri itu sangat zalim. Sesiapa yang tidak taat kepada perintahnya akan dihukum mati. "Tolonglah kami!" bapa budak itu cuba merayu. "Sekarang musim banjir. Tanaman tidak menjadi. Kami tidak mampu menyediakan padi sebanyak itu," bapanya cuba merayu lagi. Namun pengawal itu berkata dengan keras, "Kami tidak peduli. Kamu mesti patuh kepada perintah raja." Para pengawal itu terus pergi. Sedihlah hati budak itu. Namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa lagi. "Matilah kita sekeluarga kali ini!" kata bapanya. Malam itu, mereka tidak tidur. Mereka menunggu kedatangan para pengawal untuk menangkap mereka pada waktu pagi. Tetapi pada pagi itu, sebelum para pengawal itu tiba, datang orang tua miskin dahulu ke rumah mereka. "Wahai budak yang sangat baik hati! Dahulu, kamu pernah menolongku sewaktu aku dalam kesusahan. Sekarang giliranku pula untuk menolongmu. Ambillah pena ajaib ini! Aku hadiahkan kepadamu sebagai balasan atas budi baikmu dahulu," kata orang tua itu.Lukislah apa sahaja yang kamu mahu," kata orang tua lagi. Sebaik-baik sahaja selepas berkata demikian, orang tua itu pun terus pergi dari situ. Termenunglah budak itu memikirkan peristiwa itu. Ibu bapanya turut berasa hairan. Benarkah pena ini ajaib?" bapanya bertanya. "Entahlah!" kata budak itu. "Kalau begitu, mengapakah kamu tidak cuba lukiskan sesuatu?" ibunya pula mencelah. Budak itu pun segera mengambil beberapa helai kertas. "Saya lapar. Saya teringin makan daging itik," dia cuba melukiskan gambar seekor itik. "Bapa mahu makan buah limau. Cuba kamu lukiskan sebiji limau," ujar bapa."Ibu pula mahukan sepasang pakaian baharu," ibunya memberitahu dengan perasaan malu-malu.Budak itu melukiskan gambar buah limau dan sepasang pakaian pula. Terkejutlah mereka kerana lukisan itu tiba-tiba sahaja betul-betul bertukar menjadi seekor itik, sebiji limau, dan sepasang pakaian. "Wah, betul-betul ajaib!" kata mereka dengan perasaan gembira. Tidak lama selepas itu, datang para pengawal raja ke rumah mereka. "Sudahkah kamu sediakan sepuluh guni padi?" pengawal itu bersuara keras. "Belum!" jawab bapa budak itu dengan ketakutan. "Sekarang aku akan pancung kepala kamu!" kata pengawal itu lagi. "Tunggu dulu!" budak itu segera menyampuk."Tunggu apa lagi?" pengawal itu benar-benar berasa marah.”Aku akan sediakan sepuluh guni beras yang kamu minta itu," ujar budak itu lagi. Tanpa berlengah lagi, budak itupun segera melukiskan sepuluh guni beras. Pengawal itu semakin marah, "Kamu fikir aku ini bodoh? Apa aku boleh buat dengan sepuluh guni beras dalam kertas lukisan ini? Kamu pun harus kupancung juga." Tetapi lukisan itu kemudiannya betul-betul bertukar menjadi sepuluh guni beras. Terkejutlah para pengawal itu menyaksikan peristiwa tersebut. "Wah, pena kamu ini betul-betul ajaib!" kata pengawal itu. Tanpa berlengah lagi, para pengawal itu segera memunggah semua guni beras tersebut. Mereka lalu cepat-cepat pulang ke istana. Mereka memberitahu peristiwa ajaib itu kepada raja. Tercenganglah raja apabila mendengar berita itu. "Sekarang kamu pergi ke sana semula. Perintahkan budak itu supaya lukiskan seratus guni padi pula untuk beta," titah raja itu. Para pengawal itu pun segera menunaikan titah tersebut. "Sekarang raja perintahkan kamu supaya lukiskan seratus guni padi pula. Jika tidak, kamu akan dipancung," pengawal itu mengarahkan demikian.Tidak lama kemudian, mereka membawa pulang seratus guni padi kepada raja. Tercenganglah raja apabila melihat seratus guni padi itu. Barulah baginda benar-benar percaya bahawa pena yang dimiliki oleh budak itu adalah pena ajaib. Semenjak itu, bahagialah hidup budak itu bersama-sama dengan ibu bapanya. Dengan adanya pena ajaib itu, mereka dapat memiliki apa sahaja yang mereka mahu. Malah, budak itu tidak lupa untuk menolong penduduk kampungnya yang hidup miskin. Budak itu melukiskan pelbagai jenis makanan dan haiwan ternakan untuk penduduk kampung. Setiap hari, berduyun-duyunlah penduduk kampung datang meminta pertolongan daripada budak itu. Tidak berapa lama kemudian, raja menitahkan budak itu datang ke istananya. "Beta ingin menyerang sebuah negeri lain. Lukiskan untuk beta seratus ribu orang tentera, seratus ribu senjata, dan seratus ribu ekor kuda," titah raja.Baiklah, tuanku!" kata budak itu. "Tetapi patik minta tempoh selama sepuluh hari," kata budak itu lagi. "Mengapakah masanya begitu lama?" raja itu bertanya dengan perasaan marah. "Jumlah tentera, senjata, dan kuda itu sangat banyak. Patik tidak boleh menyiapkan lukisannya dalam masa satu hari," jawab budak itu. "Baiklah, kalau begitu!" raja itu bersetuju. Budak itu pun segera pulang ke rumahnya. Dia memberitahu hal itu kepada ibu bapanya. "Lukiskanlah semua gambar itu. Kalau tidak, kita akan mati dipancung oleh raja," kata bapanya. Tetapi budak itu tidak mahu berbuat demikian. "Mengapa pula kamu enggan melukiskannya?" tanya bapanya. "Ramai orang akan mati, kalau diserang oleh raja itu," jawab budak itu."Kalau begitu, apakah yang harus kita lakukan?" ibunya berasa sangat takut. "Ya, kita tentu akan mati dipancung oleh raja!" ujar bapanya lagi. "Kita harus lari dari sini!" jawab budak itu. "Bagaimanakah caranya kita hendak melarikan diri?" tanya bapanya. Tanpa berlengah lagi, budak itu pun segera melukiskan gambar sebuah kapal dan laut. Apabila sudah siap dilukis, di hadapan mereka betul-betul terdapat sebuah kapal dan laut. Mereka segera menaiki kapal itu dan terus melarikan diri dari negeri itu. Mereka terselamat daripada raja yang zalim itu. "Budak itu sudah melarikan diri!" para pengawal memberitahu raja. Raja itu tersangat marah. Tetapi baginda tidak dapat berbuat apa-apa. Baginda tidak tahu ke manakah budak itu bersama-sama ibu bapanya melarikan diri.
Disampaikan semula oleh:
NAMA:JAYANTHY A/P KRISHNAN
TINGKATAN:1GEGABAIT
NAMA:JAYANTHY A/P KRISHNAN
TINGKATAN:1GEGABAIT
Bawang Putih Bawang Merah
Sejak ketiadaan ayah dan ibu kandungnya,Bawang Putih tinggal bersama ibu tirinya, Mak Kundur dan adik tirinya Bawang Merah.Mereka sangat benci akan Bawang Putih.Dia sering dimarahi dan dipukul.
Pada suatu malam,Bawang Putih bermimpi bertemu ibunya.Ibunya menyuruhnya masuk ke hutan dan mencari pohon beringin rendang.”Pergilah hiburkan hatimu dan bersabarlah,suatu hari nanti kau akan mendapat kebahagiaan.”
Keesokan harinya,Bawang Putih segera menyiapkan kerja-kerja rumah.Setelah ibu tirinya pergi bekerja dan adik tirinya masih tidur,Bawang Putih pun masuk ke hutan.Dia mencari pohon beringin rendang itu.
Setelah puas mencari,dia pun sampai ke situ.Dia terpandan sebuah buaian yang tergantun di pohon beringin.Tempat tersebut seakan-akan sebuah taman tempat puteri kayangan turun ke bumi untuk bermain-main.
Ketika dia duduk di atas buaian itu,tiba-tiba buaian itu berayun dengan sendiri.Semakin lama semakin laju.Dia dapat melihat bunga-bunga yang mengelilingi pohon beringin itu turut bergoyang-goyang.Hatinya terasa sungguh terhibur.
Tiba-tiba Bawang Putih teringatkan Mak Kundur.Ibu tirinya pasti akan memarihanya bila pulang dan mendapati dirinya tiada di rumah.Namun Bawang Putih tidak tahu bagaimana hendak memberhntikan buaian itu.Bawang putih lalu berkata kepada buaian itu,”Wahai buaian,tolonglah berhenti,akuingin pulang ke rumah.”Tiba-tiba buaian itu pun berhenti dengan sendirina.Pokok-pokok bunga juga turut berhenti bergoyang.
Pada sutu hari Bawang Putih bermaian buaian seperti biasa.Tanpa disedarinya seorng putera raja sedang memerhatinya.Baginda tertarik melihat bagaimana buaian itu boleh berayun sendiri bila Bawang Putih menaikinya.
Ketika Bawang Putih hendak pulang baginda menyuruh penirinya mengekorinya.Setelah tahu di mana Bawang Puth tinggal,baginda pergi ke rumah tersebut,Ketika itu Mak Kundur dan Bawang Merah berada di halaman rumah.”Di manakah anak makcik yang seorang lagi?”Tanya baginda.Mak Kundur menyangka baginda adalah orang kaya.”Makcik mana ada anak yang lain.Bawang Merah inilah satu-satunya anak makcik,” kata Mak Kundur.
Baginda menceritakan tentang gadis yang dilihatnya bermain buain di hutan.”Bawang Merah inilah yang bermain buaian itu,”bohong Mak Kundur.Setelah beredar,Mak Kundur memaksa Bawang Putih menunjukkan tempat buaian itu.
Mak Kundur membawa Bawang Merah bermaian buaian itu.Namun buaian itu tidak berayun dengan sendiri.Putera raja mengintainya dari sebalik pokok.Baginda menyuruh pengiringnya ke rumah Mak Kundur dan membawa Bawang Putih ke situ.Pengiringnya pun pergi tetapi mendapati Bawang Putih dikurung dan diikat.Maka dia segera membuka ikatan itu dan membawa gadis itu bertemu dengan baginda.Mak Kundur terkejut melihat kehadiran bainda dan Bawang Putih.
Bila Bawang Putih berbuai dan menyanyi,buaian itupun berayun laju.”Makcik telah berbohong kepada beta!” kata putera raja.Ketika itu barulah Mak Kundur tahu bahawa lelaki itu adalah putera raja.”Kamu ibu yang zalim.Kamu telah menyeksa Bawan Putih!” kata baginda lagi.Mak Kundur menangis dan meminta ampun kepada baginda.Bawaqng Merah pula meraung dan menanis kerana dewngkikan Bawang Putih.Bawang Putih yan baik hati meminta utera raja mengampunkan Mak Kundur dan Bawang Merah.Baginda kagum dengan sifat kemuliaan Bawang Putih.Putera raja akhirnya mengahwini Bawang Putih.
DICERITAKAN SEMULA OLEH,
SARMILA A/P VASSU
1 CIMOS
Pada suatu malam,Bawang Putih bermimpi bertemu ibunya.Ibunya menyuruhnya masuk ke hutan dan mencari pohon beringin rendang.”Pergilah hiburkan hatimu dan bersabarlah,suatu hari nanti kau akan mendapat kebahagiaan.”
Keesokan harinya,Bawang Putih segera menyiapkan kerja-kerja rumah.Setelah ibu tirinya pergi bekerja dan adik tirinya masih tidur,Bawang Putih pun masuk ke hutan.Dia mencari pohon beringin rendang itu.
Setelah puas mencari,dia pun sampai ke situ.Dia terpandan sebuah buaian yang tergantun di pohon beringin.Tempat tersebut seakan-akan sebuah taman tempat puteri kayangan turun ke bumi untuk bermain-main.
Ketika dia duduk di atas buaian itu,tiba-tiba buaian itu berayun dengan sendiri.Semakin lama semakin laju.Dia dapat melihat bunga-bunga yang mengelilingi pohon beringin itu turut bergoyang-goyang.Hatinya terasa sungguh terhibur.
Tiba-tiba Bawang Putih teringatkan Mak Kundur.Ibu tirinya pasti akan memarihanya bila pulang dan mendapati dirinya tiada di rumah.Namun Bawang Putih tidak tahu bagaimana hendak memberhntikan buaian itu.Bawang putih lalu berkata kepada buaian itu,”Wahai buaian,tolonglah berhenti,akuingin pulang ke rumah.”Tiba-tiba buaian itu pun berhenti dengan sendirina.Pokok-pokok bunga juga turut berhenti bergoyang.
Pada sutu hari Bawang Putih bermaian buaian seperti biasa.Tanpa disedarinya seorng putera raja sedang memerhatinya.Baginda tertarik melihat bagaimana buaian itu boleh berayun sendiri bila Bawang Putih menaikinya.
Ketika Bawang Putih hendak pulang baginda menyuruh penirinya mengekorinya.Setelah tahu di mana Bawang Puth tinggal,baginda pergi ke rumah tersebut,Ketika itu Mak Kundur dan Bawang Merah berada di halaman rumah.”Di manakah anak makcik yang seorang lagi?”Tanya baginda.Mak Kundur menyangka baginda adalah orang kaya.”Makcik mana ada anak yang lain.Bawang Merah inilah satu-satunya anak makcik,” kata Mak Kundur.
Baginda menceritakan tentang gadis yang dilihatnya bermain buain di hutan.”Bawang Merah inilah yang bermain buaian itu,”bohong Mak Kundur.Setelah beredar,Mak Kundur memaksa Bawang Putih menunjukkan tempat buaian itu.
Mak Kundur membawa Bawang Merah bermaian buaian itu.Namun buaian itu tidak berayun dengan sendiri.Putera raja mengintainya dari sebalik pokok.Baginda menyuruh pengiringnya ke rumah Mak Kundur dan membawa Bawang Putih ke situ.Pengiringnya pun pergi tetapi mendapati Bawang Putih dikurung dan diikat.Maka dia segera membuka ikatan itu dan membawa gadis itu bertemu dengan baginda.Mak Kundur terkejut melihat kehadiran bainda dan Bawang Putih.
Bila Bawang Putih berbuai dan menyanyi,buaian itupun berayun laju.”Makcik telah berbohong kepada beta!” kata putera raja.Ketika itu barulah Mak Kundur tahu bahawa lelaki itu adalah putera raja.”Kamu ibu yang zalim.Kamu telah menyeksa Bawan Putih!” kata baginda lagi.Mak Kundur menangis dan meminta ampun kepada baginda.Bawaqng Merah pula meraung dan menanis kerana dewngkikan Bawang Putih.Bawang Putih yan baik hati meminta utera raja mengampunkan Mak Kundur dan Bawang Merah.Baginda kagum dengan sifat kemuliaan Bawang Putih.Putera raja akhirnya mengahwini Bawang Putih.
DICERITAKAN SEMULA OLEH,
SARMILA A/P VASSU
1 CIMOS
Sunday, July 27, 2008
Burung Bangau Dengan Seekor Ketam
Pada zaman dahulu terdapat sebuah tasik yang sangat indah. Airnya sungguh jernih dan di dalamnya ditumbuhi oleh pokok-pokok teratai yang berbunga sepanjang masa. Suasana di sekitar tasik tersebut sungguh indah. Pokok-pokok yang tumbuh di sekitarnya hidup dengan subur. Banyak burung yang tinggal di kawasan sekitar tasik tersebut. Salah seekornya adalah burung bangau. Manakala di dalam tasih hidup bermacam-macam ikan dan haiwan lain. Ada ikan telapia sepat, kelah, keli, haruan dan bermacam-macam ikan lagi. Selain daripada ikan,terdapat juga ketam dan katak yang turut menghuni tasih tersebut.
Burung bangau sangat suka tinggal di kawasan tasik tersebut kerana ia senang mencari makan. Ikan-ikan kecil di tasik tersebut sangat jinak dan mudah ditangkap. Setiap hari burung bangau sentiasa menunggu di tepi tasik untuk menagkap ikan yang datang berhampiran dengannya.
Beberapa tahun kemudian burung bangau semakin tua. Ia tidak lagi sekuat dulu untuk menangkap ikan. Kadang- kadang ia tidak memperolehi ikan untuk dimakan menyebabkan ia berlapar seharian. Ia berfikir di dalam hatinya seraya berkata "Kalau beginilah keadaanya, aku akan mati kelaparan kerana tidak lagi berdaya untuk menangkap ikan. Aku mesti mencari jalan supaya aku dapat memperolehi makanan dengan mudah".
Burung bangau mendapat idea dan berpura-pura duduk termenung dengan perasan sedih di tebing tasik. Seekor katak yang kebetulan berada di situ ternampak bangau yang sangat murung dan sedih lalu bertanya "Kenapakah aku lihat akhir-akhir ini kamu asik termenung dan bersedih sahaja wahai bangau?". Bangau menjawab " Aku sedang memikirkan keadaan nasib kita dan semua penghuni tasih ini." "Apa yang merunsingkan kamu, sedangkan kita hidup di sini sudah sekian lama tidak menghadapi sebarang masalah." Jawab katak. "Awak manalah tahu, aku sering terbang ke sana ke mari dan mendengar manusia sedang berbincang tentang bencana kemarau yang akan menimpa kawasan ini dalam beberapa bulan lagi. Kau lihat sajalah sejak akhir-akhir ini hari panas semacam aje, hujan pun sudah lama tidak turun". Bangau menyambung lagi "Aku khuatir tasik ini akan kering dan semua penghuni di tasik ini akan mati." Katak mengangguk- ngangukkan kepalanya sebagai tanda bersetuju dengan hujah bangau tadi. Tanpa membuang masa katak terus melompat ke dalam tasik untuk memaklumkan kepada kawan-kawan yang lain.
Berita bencana kemarau telah tersebar ke seluruh tasih begitu cepat dan semua penghuni tasik berkumpul ditebing sungai dimana bangau berada. Masing-masing riuh rendah menanyakan bangau akan berita tersebut. Seekor ikan haruan bertanya kepada bangau "Apakah cadangan engkau untuk membantu kami semua?" Burung bangau berkata "Aku ada satu cadangan, tetapi aku khuatir kamu semua tidak bersetuju." "Apakah cadangan tersebut" kata haruan seolah-olah tidak sabar lagi mendengarnya. Bangau berkata " Tidak jauh dari sini ada sebuah tasik yang besar dan airnya dalam, aku percaya tasik tersebut tidak akan kering walaupun berlaku kemarau yang panjang." "Bolehkah engkau membawa kami ke sana" sampuk ketam yang berada di situ. "Aku boleh membawa kamu seekor demi seekor kerana aku sudah tua dan tidak berdaya membawa kamu lebih daripada itu" kata burung bangau lagi.. Mereka pun bersetuju dengan cadangan burung bangau.
Burung bangau mula mengangkut seekor demi seekor ikan daripada tasik tersebut, tetapi ikan- ikan tersebut tidak dipindahkan ke tasik yang dikatakannya.Malahan ia membawa ikan-ikan tersebut ke batu besar yang berhampiran dengan tasik dan dimakannya dengan lahap sekali kerana ia sudah tidak makan selama beberapa hari. Setelah ikan yang dibawanya dimakan habis, ia terbang lagi untuk mengangkut ikan yang lain. Begitulah perbuatanya sehingga sampai kepada giliran ketam. Oleh kerana ketam mempunyai sepit ia hanya bergantung pada leher burung bangau dengan menggunakan sepitnya. Apabila hampir sampai ke kawasan batu besar tersebut,ketam memandang ke bawah dan melihat tulang-tulang ikan bersepah di atas batu besar. Melihat keadaan tersebut ketam berasa cemas dan berfikir di dalam hatinya "Matilah aku kali ini dimakan oleh bangau." Lalu ia memikirkan sesuatu untuk menyelamatkan dirinya daripada ratahan bangau yang rakus. Setelah tiba di atas batu besar ketam masih lagi berpegang pada leher bangau sambil berkata "Dimanakah tasik yang engkau katakan itu dan kenapa engakau membawa aku di sini?" Bangau pun tergelak dengan terbahak-bahak lalu berkata "Kali ini telah tiba masanya engkau menjadi rezeki aku." Dengan perasaan marah ketam menyepit leher bangau dengan lebih kuat lagi menyebabkan bangau sukar untuk bernafas, sambil merayu minta di lepaskan, ia berjanji akan menghantar ketam kembali ke tasik tersebut. Ketam tidak mempedulikan rayuan bangau malah ia menyepit lebih kuat lagi sehingga leher bangau terputus dua dan bangau mati di situ jua.
Dengan perasaan gembira kerana terselamat daripada menjadi makanan bangau ia bergerak perlahan-lahan menuju ke tasik sambil membawa kepala bangau. Apabila tiba di tasik, kawan-kawannya masih lagi setia menunggu giliran masing-masing. Setelah melihat ketam sudah kembali dengan membawa kepala bangau mereka kehairanan dan ketam menceritakan kisah yang berlaku. Semua binatang di tasik tersebut berasa gembira kerana mereka terselamat daripada menjadi makanan burung bangau yang tamak dan mementingkan diri sendiri. Mereka mengucakpan terima kasih kepada ketam kerana telah menyelamatkan mereka semua.
Muhammad zulhaziq B Azahari
1 GEGABAIT
Burung bangau sangat suka tinggal di kawasan tasik tersebut kerana ia senang mencari makan. Ikan-ikan kecil di tasik tersebut sangat jinak dan mudah ditangkap. Setiap hari burung bangau sentiasa menunggu di tepi tasik untuk menagkap ikan yang datang berhampiran dengannya.
Beberapa tahun kemudian burung bangau semakin tua. Ia tidak lagi sekuat dulu untuk menangkap ikan. Kadang- kadang ia tidak memperolehi ikan untuk dimakan menyebabkan ia berlapar seharian. Ia berfikir di dalam hatinya seraya berkata "Kalau beginilah keadaanya, aku akan mati kelaparan kerana tidak lagi berdaya untuk menangkap ikan. Aku mesti mencari jalan supaya aku dapat memperolehi makanan dengan mudah".
Burung bangau mendapat idea dan berpura-pura duduk termenung dengan perasan sedih di tebing tasik. Seekor katak yang kebetulan berada di situ ternampak bangau yang sangat murung dan sedih lalu bertanya "Kenapakah aku lihat akhir-akhir ini kamu asik termenung dan bersedih sahaja wahai bangau?". Bangau menjawab " Aku sedang memikirkan keadaan nasib kita dan semua penghuni tasih ini." "Apa yang merunsingkan kamu, sedangkan kita hidup di sini sudah sekian lama tidak menghadapi sebarang masalah." Jawab katak. "Awak manalah tahu, aku sering terbang ke sana ke mari dan mendengar manusia sedang berbincang tentang bencana kemarau yang akan menimpa kawasan ini dalam beberapa bulan lagi. Kau lihat sajalah sejak akhir-akhir ini hari panas semacam aje, hujan pun sudah lama tidak turun". Bangau menyambung lagi "Aku khuatir tasik ini akan kering dan semua penghuni di tasik ini akan mati." Katak mengangguk- ngangukkan kepalanya sebagai tanda bersetuju dengan hujah bangau tadi. Tanpa membuang masa katak terus melompat ke dalam tasik untuk memaklumkan kepada kawan-kawan yang lain.
Berita bencana kemarau telah tersebar ke seluruh tasih begitu cepat dan semua penghuni tasik berkumpul ditebing sungai dimana bangau berada. Masing-masing riuh rendah menanyakan bangau akan berita tersebut. Seekor ikan haruan bertanya kepada bangau "Apakah cadangan engkau untuk membantu kami semua?" Burung bangau berkata "Aku ada satu cadangan, tetapi aku khuatir kamu semua tidak bersetuju." "Apakah cadangan tersebut" kata haruan seolah-olah tidak sabar lagi mendengarnya. Bangau berkata " Tidak jauh dari sini ada sebuah tasik yang besar dan airnya dalam, aku percaya tasik tersebut tidak akan kering walaupun berlaku kemarau yang panjang." "Bolehkah engkau membawa kami ke sana" sampuk ketam yang berada di situ. "Aku boleh membawa kamu seekor demi seekor kerana aku sudah tua dan tidak berdaya membawa kamu lebih daripada itu" kata burung bangau lagi.. Mereka pun bersetuju dengan cadangan burung bangau.
Burung bangau mula mengangkut seekor demi seekor ikan daripada tasik tersebut, tetapi ikan- ikan tersebut tidak dipindahkan ke tasik yang dikatakannya.Malahan ia membawa ikan-ikan tersebut ke batu besar yang berhampiran dengan tasik dan dimakannya dengan lahap sekali kerana ia sudah tidak makan selama beberapa hari. Setelah ikan yang dibawanya dimakan habis, ia terbang lagi untuk mengangkut ikan yang lain. Begitulah perbuatanya sehingga sampai kepada giliran ketam. Oleh kerana ketam mempunyai sepit ia hanya bergantung pada leher burung bangau dengan menggunakan sepitnya. Apabila hampir sampai ke kawasan batu besar tersebut,ketam memandang ke bawah dan melihat tulang-tulang ikan bersepah di atas batu besar. Melihat keadaan tersebut ketam berasa cemas dan berfikir di dalam hatinya "Matilah aku kali ini dimakan oleh bangau." Lalu ia memikirkan sesuatu untuk menyelamatkan dirinya daripada ratahan bangau yang rakus. Setelah tiba di atas batu besar ketam masih lagi berpegang pada leher bangau sambil berkata "Dimanakah tasik yang engkau katakan itu dan kenapa engakau membawa aku di sini?" Bangau pun tergelak dengan terbahak-bahak lalu berkata "Kali ini telah tiba masanya engkau menjadi rezeki aku." Dengan perasaan marah ketam menyepit leher bangau dengan lebih kuat lagi menyebabkan bangau sukar untuk bernafas, sambil merayu minta di lepaskan, ia berjanji akan menghantar ketam kembali ke tasik tersebut. Ketam tidak mempedulikan rayuan bangau malah ia menyepit lebih kuat lagi sehingga leher bangau terputus dua dan bangau mati di situ jua.
Dengan perasaan gembira kerana terselamat daripada menjadi makanan bangau ia bergerak perlahan-lahan menuju ke tasik sambil membawa kepala bangau. Apabila tiba di tasik, kawan-kawannya masih lagi setia menunggu giliran masing-masing. Setelah melihat ketam sudah kembali dengan membawa kepala bangau mereka kehairanan dan ketam menceritakan kisah yang berlaku. Semua binatang di tasik tersebut berasa gembira kerana mereka terselamat daripada menjadi makanan burung bangau yang tamak dan mementingkan diri sendiri. Mereka mengucakpan terima kasih kepada ketam kerana telah menyelamatkan mereka semua.
Muhammad zulhaziq B Azahari
1 GEGABAIT
BADANG
Pada zaman dahulu terdapat seorang hamba di Temasik. Temasik sekarang dikenali sebagai Singapura. Hamba itu bernama Badang. Tuannya bernama Orang Kaya Nira Sura. Badang diberikan tugas oleh tuannya untuk menebas hutan dan membersihkan semak-samun di sebuah bukit. Tempat itu hendak dijadikan kawasan bercucuk tanam.
Berhampiran tempat Badang menebas itu terdapat sebatang anak sungai. Di kaki bukit berhampiran sungai itulah Badang berehat selepas penat bekerja. Setelah selesai sembahyang, barulah Badang membuka bekalan. Badang makan nasi di dalam upih pinang yang dibawanya. Walaupun berlaukkan pucuk dicecah dengan sambal garam, nasi sebungkus itu habis dimakannya.
Selepas itu, Badang pergi ke anak sungai. Di situ, kelihatan anak-anak ikan bermain-main di dalam air yang jernih. Badang terfikir, "Daripada aku makan nasi dengan sambal, lebih baik aku cuba tangkap ikan itu. Boleh juga dibuat lauk. Kalau dapat banyak boleh aku bawa pulang kepada tuanku. Tentu tuan aku suka kalau dapat merasa ikan tebarau, terbuk, dan lain-lain."
Sebelum Badang pulang, dia menebang buluh. Dia membuat lukah, iaitu sejenis perangkap untuk menangkap ikan. Dia menahan lukah itu di dalam sungai.
Keesokan harinya, pagi-pagi lagi Badang turun pergi menebas. Sebelum mula kerja menebas, Badang turun ke sungai untuk melihat lukah yang ditahannya. Namun, Badang terperanjat apabila melihat terdapat timbunan tulang ikan di tebing sungai berhampiran lukahnya. Badang dengan segera pergi mengangkat lukahnya. Dia mendapati lukahnya telah diusik orang. Di dalamnya tidak ada ikan, kecuali tinggalan sisik-sisik ikan. Dia berasa hairan. Badang menahan lagi lukahnya di tempat yang sama. Kemudiannya, dia pergi menyiapkan kerja.
Seperti biasa apabila hari petang, Badang balik ke rumah tuannya. Dia tidak pergi melihat lukahnya pada waktu petang kerana lukah akan mengena pada waktu malam.
Esoknya pula, Badang pergi menebas seperti biasa. Setelah sampai di tempat itu, Badang terus pergi ke anak sungai untuk melihat lukahnya. Sekali lagi, dia terperanjat kerana timbunan tulang ikan di tepi sungai itu bertambah banyak. Badang terus pergi mengangkat lukahnya. Dia mendapati lukahnya itu tiada ikan, kecuali sisik ikan sahaja yang tinggal. Badang bertambah hairan.
"Siapakah yang makan ikan mentah?" dia bertanya dalam hatinya.
Akhirnya, Badang mengambil keputusan ingin mengintai siapakah yang mencuri ikan di dalam lukahnya itu. Dia menahan semula lukah itu. Kemudian, dia pergi menebas seperti biasa. Apabila hari sudah senja, Badang tidak balik. Dia terus pergi bersembunyi untuk mengintai siapakah yang mencuri ikan di dalam lukah itu. Dia menyorok di sebalik semak. Apabila larut malam, datanglah satu lembaga. Matanya merah, bertaring panjang, berjanggut, dan berambut panjang. Muka lembaga itu sangat hodoh. Kukunya panjang. Lembaga itu mengangkat lukah lalu mengambil ikan-ikan di dalamnya. "Wah, hantu rupa-rupanya!" kata Badang di dalam hati. "Aku tidak takut kepada hantu itu!" ujar Badang lagi di dalam hatinya. Badang lalu memberanikan dirinya, walaupun berasa seram. Dia segera menerkam dan menangkap janggut lembaga itu. Berlakulah pergelutan. Namun, Badang tidak melepaskan lembaga itu. Akhirnya, lembaga itu mengaku kalah. Lembaga itu minta dilepaskan. Namun, Badang tidak melepaskan lembaga itu dengan begitu mudah. Lembaga itu merayu-rayu minta dilepaskan.
"Kalau tuan hamba melepaskan hamba, hamba akan berikan apa sahaja yang tuan hamba mahu," ujar lembaga itu.
Badang terfikir, "Betulkah janji lembaga ini?" Badang mahu menguji, adakah kata-kata lembaga itu benar? Badang cuba memikirkan apa yang dia mahu minta. Kalau minta banyak harta, nanti harta itu akan menjadi milik tuannya. Kalau minta isteri cantik, mungkin akan diambil oleh tuannya juga. Tetapi kalau minta jadi gagah perkasa, tentu boleh menolong tuannya untuk membersihkan hutan itu. "Baiklah! Aku mahu jadi gagah perkasa," kata Badang.
"Kalau tuan hamba mahu jadi gagah, tuan hamba hendaklah makan muntah hamba," kata lembaga itu. Badang termenung dan berfikir sejenak. "Baiklah! Aku setuju. Cepat! Biar aku jadi gagah," kata Badang. Lembaga itu muntah di atas daun keladi yang ada di situ. Tanpa berlengah lagi, Badang pun makanlah muntah lembaga itu hingga habis. Lembaga itu minta dirinya dilepaskan.
"Belum boleh lagi! Tunggu dulu," Badang berkata sambil tangannya masih lagi memegang janggut lembaga itu. Dia mengheret lembaga itu ke arah sebatang pokok besar. Badang cuba mengangkat pokok itu dengan sebelah tangannya. Pokok itu tumbang. Badang berasa sangat gembira hajatnya termakbul. Badang mengucapkan terima kasih kepada lembaga itu. Lembaga yang muka hodoh dan bertaring tadi tiba-tiba bertukar wajah menjadi manusia yang berambut putih dan berjanggut putih.
"Aku bukanlah hantu sebagaimana yang kamu sangkakan. Aku datang untuk menolongmu. Kamu seorang yang cekal, tabah, dan jujur," kata lelaki tua itu. Kemudian dia ghaib daripada pandangan Badang.
"Mungkin dia seorang alim!" fikir Badang.Badang bersyukur kepada Tuhan kerana memperoleh kekuatan yang luar biasa itu. Malam itu, Badang membersihkan semua hutan sebagaimana yang diarahkan oleh tuannya. Setelah selesai, dia pun pulang.
Pada keesokannya, dia tidak pergi menebas lagi. Tuannya memanggil dan bertanya mengapa dia tidak pergi menebas. Badang memberitahu bahawa dia telah membersihkan hutan dan semak-samun tersebut. Tuannya, Orang Kaya Nira Sura itu tidak percaya apa yang diceritakan oleh Badang. Dia pergi ke hutan untuk melihat sendiri keadaan tanahnya. Orang Kaya Nira Sura hairan kerana hutan dan semak-samun itu memang telah habis dibersihkan oleh Badang. Orang Kaya Nira Sura berasa gembira kerana hutan di tanahnya sudah dibersihkan. Namun, dia berasa bimbang, kalau-kalau Badang mengapa-apakannya pula. Orang Kaya Nira Sura lalu mempersembahkan Badang kepada Raja Temasik. Maka Badang pun dibebaskan daripada tuannya. Sekarang Badang tinggal di istana Raja Temasik sebagai budak suruhan.
Pada suatu hari, Pemaisuri raja mengidam mahu makan buah mempelam. Permaisuri menyuruh Badang mengambil buah mempelam muda. Badang tidak lengah-lengah lagi. Dia terus memanjat pokok mempelam di hadapan istana raja itu. Disebabkan buah mempelam itu berada di hujung ranting, dia terpaksa menghulurkan tangan untuk mengambil buah mempelam itu. Tiba-tiba dahan tempat Badang berpijak itu patah. Dia terjatuh ke tanah. Kepalanya terhempas ke batu. Batu besar di bawah pokok mempelam itu terbelah dua. Namun, kepala Badang tidak cedera Permaisuri berasa hairan melihat kejadian itu. Permaisuri lalu pun memberitahu kejadian itu kepada raja. Raja datang menyaksikan sendiri. Baginda melihat batu besar di hadapan istana itu terbelah dua. Baginda sangat hairan akan peristiwa itu. Raja Temasik lalu mengangkat Badang sebagai pahlawan gagah perkasa. Kehebatan Badang tersebar di seluruh Temasik. Kemasyhuran itu turut tersebar ke Benua Keling. Maharaja Keling datang ke Temasik dengan membawa pahlawan yang kuat lagi perkasa dari negaranya. Pahlawan itu bergelar Pahlawan Gagah Perkasa. Pahlawan itu dibawa masuk untuk beradu kekuatan dengan Badang. Raja Temasik bersetuju pertandingan itu diadakan di hadapan pembesar-pembesar negara dan rakyat jelata. Maka tibalah hari yang ditetapkan. Hari pertandingan kekuatan di antara dua buah negara. Sementara menunggu masa dan ketika peraduan dimulakan, Pahlawan Gagah Perkasa dari Benua Keling itu duduk berhampiran dengan Badang. Dia lalu menindih paha Badang dengan pahanya secara bergurau. Namun, Badang boleh mengangkat paha pahlawan itu. "Wah, gagah sungguh Pahlawan Temasik ini!" ujar Pahlawan Gagah Perkasa itu dalam hatinya.
Tetuang dibunyikan menandakan pertandingan akan dimulakan. Pahlawan Gagah Perkasa dari Benua Keling itu mula mengangkat batu di hadapan majlis raja-raja dan pembesar negara masing-masing. Dengan rasa megah pahlawan itu dapat mengangkat batu itu setinggi paras lututnya. Dia lalu membawa batu itu ke hadapan raja dan diletakkannya di situ. Maharaja Keling dan para pembesar negara pun ketawa kerana gembira. Riuh rendah kedengaran. Akhirnya, sampailah masanya giliran Badang. Badang yang bertubuh kerdil berjalan masuk dengan lemah longlai menuju ke batu besar itu. Badang lalu mengangkat batu itu dan membalingnya ke Teluk Belanga. Pahlawan Gagah Perkasa Benua Keling berasa malu kerana tidak dapat menandingi kekuatan Badang yang sungguh gagah perkasa itu. Demikianlah kemasyhuran Badang sebagai seorang yang gagah perkasa pada zaman dahulu. Itulah sebabnya kemasyhurannya menjadi buah mulut yang dituturkan orang dari zaman ke zaman.
Disampaikan semula oleh:
NAMA:YAMUNAA A/P SIVALINGAM
TINGKATAN:1 GiGABIT
Berhampiran tempat Badang menebas itu terdapat sebatang anak sungai. Di kaki bukit berhampiran sungai itulah Badang berehat selepas penat bekerja. Setelah selesai sembahyang, barulah Badang membuka bekalan. Badang makan nasi di dalam upih pinang yang dibawanya. Walaupun berlaukkan pucuk dicecah dengan sambal garam, nasi sebungkus itu habis dimakannya.
Selepas itu, Badang pergi ke anak sungai. Di situ, kelihatan anak-anak ikan bermain-main di dalam air yang jernih. Badang terfikir, "Daripada aku makan nasi dengan sambal, lebih baik aku cuba tangkap ikan itu. Boleh juga dibuat lauk. Kalau dapat banyak boleh aku bawa pulang kepada tuanku. Tentu tuan aku suka kalau dapat merasa ikan tebarau, terbuk, dan lain-lain."
Sebelum Badang pulang, dia menebang buluh. Dia membuat lukah, iaitu sejenis perangkap untuk menangkap ikan. Dia menahan lukah itu di dalam sungai.
Keesokan harinya, pagi-pagi lagi Badang turun pergi menebas. Sebelum mula kerja menebas, Badang turun ke sungai untuk melihat lukah yang ditahannya. Namun, Badang terperanjat apabila melihat terdapat timbunan tulang ikan di tebing sungai berhampiran lukahnya. Badang dengan segera pergi mengangkat lukahnya. Dia mendapati lukahnya telah diusik orang. Di dalamnya tidak ada ikan, kecuali tinggalan sisik-sisik ikan. Dia berasa hairan. Badang menahan lagi lukahnya di tempat yang sama. Kemudiannya, dia pergi menyiapkan kerja.
Seperti biasa apabila hari petang, Badang balik ke rumah tuannya. Dia tidak pergi melihat lukahnya pada waktu petang kerana lukah akan mengena pada waktu malam.
Esoknya pula, Badang pergi menebas seperti biasa. Setelah sampai di tempat itu, Badang terus pergi ke anak sungai untuk melihat lukahnya. Sekali lagi, dia terperanjat kerana timbunan tulang ikan di tepi sungai itu bertambah banyak. Badang terus pergi mengangkat lukahnya. Dia mendapati lukahnya itu tiada ikan, kecuali sisik ikan sahaja yang tinggal. Badang bertambah hairan.
"Siapakah yang makan ikan mentah?" dia bertanya dalam hatinya.
Akhirnya, Badang mengambil keputusan ingin mengintai siapakah yang mencuri ikan di dalam lukahnya itu. Dia menahan semula lukah itu. Kemudian, dia pergi menebas seperti biasa. Apabila hari sudah senja, Badang tidak balik. Dia terus pergi bersembunyi untuk mengintai siapakah yang mencuri ikan di dalam lukah itu. Dia menyorok di sebalik semak. Apabila larut malam, datanglah satu lembaga. Matanya merah, bertaring panjang, berjanggut, dan berambut panjang. Muka lembaga itu sangat hodoh. Kukunya panjang. Lembaga itu mengangkat lukah lalu mengambil ikan-ikan di dalamnya. "Wah, hantu rupa-rupanya!" kata Badang di dalam hati. "Aku tidak takut kepada hantu itu!" ujar Badang lagi di dalam hatinya. Badang lalu memberanikan dirinya, walaupun berasa seram. Dia segera menerkam dan menangkap janggut lembaga itu. Berlakulah pergelutan. Namun, Badang tidak melepaskan lembaga itu. Akhirnya, lembaga itu mengaku kalah. Lembaga itu minta dilepaskan. Namun, Badang tidak melepaskan lembaga itu dengan begitu mudah. Lembaga itu merayu-rayu minta dilepaskan.
"Kalau tuan hamba melepaskan hamba, hamba akan berikan apa sahaja yang tuan hamba mahu," ujar lembaga itu.
Badang terfikir, "Betulkah janji lembaga ini?" Badang mahu menguji, adakah kata-kata lembaga itu benar? Badang cuba memikirkan apa yang dia mahu minta. Kalau minta banyak harta, nanti harta itu akan menjadi milik tuannya. Kalau minta isteri cantik, mungkin akan diambil oleh tuannya juga. Tetapi kalau minta jadi gagah perkasa, tentu boleh menolong tuannya untuk membersihkan hutan itu. "Baiklah! Aku mahu jadi gagah perkasa," kata Badang.
"Kalau tuan hamba mahu jadi gagah, tuan hamba hendaklah makan muntah hamba," kata lembaga itu. Badang termenung dan berfikir sejenak. "Baiklah! Aku setuju. Cepat! Biar aku jadi gagah," kata Badang. Lembaga itu muntah di atas daun keladi yang ada di situ. Tanpa berlengah lagi, Badang pun makanlah muntah lembaga itu hingga habis. Lembaga itu minta dirinya dilepaskan.
"Belum boleh lagi! Tunggu dulu," Badang berkata sambil tangannya masih lagi memegang janggut lembaga itu. Dia mengheret lembaga itu ke arah sebatang pokok besar. Badang cuba mengangkat pokok itu dengan sebelah tangannya. Pokok itu tumbang. Badang berasa sangat gembira hajatnya termakbul. Badang mengucapkan terima kasih kepada lembaga itu. Lembaga yang muka hodoh dan bertaring tadi tiba-tiba bertukar wajah menjadi manusia yang berambut putih dan berjanggut putih.
"Aku bukanlah hantu sebagaimana yang kamu sangkakan. Aku datang untuk menolongmu. Kamu seorang yang cekal, tabah, dan jujur," kata lelaki tua itu. Kemudian dia ghaib daripada pandangan Badang.
"Mungkin dia seorang alim!" fikir Badang.Badang bersyukur kepada Tuhan kerana memperoleh kekuatan yang luar biasa itu. Malam itu, Badang membersihkan semua hutan sebagaimana yang diarahkan oleh tuannya. Setelah selesai, dia pun pulang.
Pada keesokannya, dia tidak pergi menebas lagi. Tuannya memanggil dan bertanya mengapa dia tidak pergi menebas. Badang memberitahu bahawa dia telah membersihkan hutan dan semak-samun tersebut. Tuannya, Orang Kaya Nira Sura itu tidak percaya apa yang diceritakan oleh Badang. Dia pergi ke hutan untuk melihat sendiri keadaan tanahnya. Orang Kaya Nira Sura hairan kerana hutan dan semak-samun itu memang telah habis dibersihkan oleh Badang. Orang Kaya Nira Sura berasa gembira kerana hutan di tanahnya sudah dibersihkan. Namun, dia berasa bimbang, kalau-kalau Badang mengapa-apakannya pula. Orang Kaya Nira Sura lalu mempersembahkan Badang kepada Raja Temasik. Maka Badang pun dibebaskan daripada tuannya. Sekarang Badang tinggal di istana Raja Temasik sebagai budak suruhan.
Pada suatu hari, Pemaisuri raja mengidam mahu makan buah mempelam. Permaisuri menyuruh Badang mengambil buah mempelam muda. Badang tidak lengah-lengah lagi. Dia terus memanjat pokok mempelam di hadapan istana raja itu. Disebabkan buah mempelam itu berada di hujung ranting, dia terpaksa menghulurkan tangan untuk mengambil buah mempelam itu. Tiba-tiba dahan tempat Badang berpijak itu patah. Dia terjatuh ke tanah. Kepalanya terhempas ke batu. Batu besar di bawah pokok mempelam itu terbelah dua. Namun, kepala Badang tidak cedera Permaisuri berasa hairan melihat kejadian itu. Permaisuri lalu pun memberitahu kejadian itu kepada raja. Raja datang menyaksikan sendiri. Baginda melihat batu besar di hadapan istana itu terbelah dua. Baginda sangat hairan akan peristiwa itu. Raja Temasik lalu mengangkat Badang sebagai pahlawan gagah perkasa. Kehebatan Badang tersebar di seluruh Temasik. Kemasyhuran itu turut tersebar ke Benua Keling. Maharaja Keling datang ke Temasik dengan membawa pahlawan yang kuat lagi perkasa dari negaranya. Pahlawan itu bergelar Pahlawan Gagah Perkasa. Pahlawan itu dibawa masuk untuk beradu kekuatan dengan Badang. Raja Temasik bersetuju pertandingan itu diadakan di hadapan pembesar-pembesar negara dan rakyat jelata. Maka tibalah hari yang ditetapkan. Hari pertandingan kekuatan di antara dua buah negara. Sementara menunggu masa dan ketika peraduan dimulakan, Pahlawan Gagah Perkasa dari Benua Keling itu duduk berhampiran dengan Badang. Dia lalu menindih paha Badang dengan pahanya secara bergurau. Namun, Badang boleh mengangkat paha pahlawan itu. "Wah, gagah sungguh Pahlawan Temasik ini!" ujar Pahlawan Gagah Perkasa itu dalam hatinya.
Tetuang dibunyikan menandakan pertandingan akan dimulakan. Pahlawan Gagah Perkasa dari Benua Keling itu mula mengangkat batu di hadapan majlis raja-raja dan pembesar negara masing-masing. Dengan rasa megah pahlawan itu dapat mengangkat batu itu setinggi paras lututnya. Dia lalu membawa batu itu ke hadapan raja dan diletakkannya di situ. Maharaja Keling dan para pembesar negara pun ketawa kerana gembira. Riuh rendah kedengaran. Akhirnya, sampailah masanya giliran Badang. Badang yang bertubuh kerdil berjalan masuk dengan lemah longlai menuju ke batu besar itu. Badang lalu mengangkat batu itu dan membalingnya ke Teluk Belanga. Pahlawan Gagah Perkasa Benua Keling berasa malu kerana tidak dapat menandingi kekuatan Badang yang sungguh gagah perkasa itu. Demikianlah kemasyhuran Badang sebagai seorang yang gagah perkasa pada zaman dahulu. Itulah sebabnya kemasyhurannya menjadi buah mulut yang dituturkan orang dari zaman ke zaman.
Disampaikan semula oleh:
NAMA:YAMUNAA A/P SIVALINGAM
TINGKATAN:1 GiGABIT
LEGENDA BATU MALIN KUNDANG
Kisah ini menceritakan tentang hukuman yang diterima oleh seorang anak yang durhaka terhadap orang tuanya. Inti ceritanya adalah sebagai berikut:
Dahulu kala ada seorang ibu dengan seorang anak laki-lakinya bernama Malin Kundang hidup dalam keadaan yang sangat miskin. Setelah dewasa, si anak pergi merantau ke negeri orang untuk merubah hidupnya.
Setelah sekian lama dalam perantauan, si pemuda berhasil menjadi seorang saudagar yang kaya-raya dan memperisteri seorang gadis cantik yang berasal dari keturunan orang kaya juga. Suatu ketika, si pemuda yang telah menjadi saudagar tersebut berlayar ke kampung halamannya dikarenakan suatu urusan dagang. Ketika berlabuh dan turun dari kapal layar besarnya, orang-orang kampung mengenalinya sebagai Malin Kundang yang dulu ketika pergi merantau masih dalam keadaan miskin. Orangpun memanggilkan ibunya yang sudah tua bahwa anaknya ada di pelabuhan. Si ibu segera berangkat untuk menemui anaknya. Namun, ketika bertemu bukan kebahagian yang dia dapatkan tetapi cacian dan makian dari si Malin Kundang. Malin Kundang yang telah kaya itu merasa malu kepada orang lain, terutama kepada istrinya bahwa dia berasal dari kalangan orang miskin. Karena itu dia tidak mengakui bahwa perempuan tua itu adalah ibu kandungnya. Bahkan dengan tega dia meludahi ibu kandungnya sendiri dan mengusir dari kapalnya.Si ibu yang merasa sedih dengan kelakuan anaknya apalagi sampai tidak mengakui dia sebagai ibunya, akhirnya berdoa kepada Tuhan untuk memberi hukuman pada anaknya. Tuhan mengabulkan do'anya. Datanglah badai dan ombak besar menghantam kapal layar yang berukuran besar tersebut dan menghempaskannya ke pinggir pantai. Si Malin Kundang yang merasa bersalah akhirnya memohon ampun pada ibunya. Tetapi semuanya sudah terlambat ketika hukuman dari Yang Maha Kuasa sudah datang. Akhirnya Malin Kundang dikutuk menjadi batu. Sampai sekarang, anda dapat menyaksikan batu-batu berbentuk kapal ditepi Pantai Aie Manieh.
Diusahakan oleh:
Muhd hasif bin nor azman
1 cimos
Dahulu kala ada seorang ibu dengan seorang anak laki-lakinya bernama Malin Kundang hidup dalam keadaan yang sangat miskin. Setelah dewasa, si anak pergi merantau ke negeri orang untuk merubah hidupnya.
Setelah sekian lama dalam perantauan, si pemuda berhasil menjadi seorang saudagar yang kaya-raya dan memperisteri seorang gadis cantik yang berasal dari keturunan orang kaya juga. Suatu ketika, si pemuda yang telah menjadi saudagar tersebut berlayar ke kampung halamannya dikarenakan suatu urusan dagang. Ketika berlabuh dan turun dari kapal layar besarnya, orang-orang kampung mengenalinya sebagai Malin Kundang yang dulu ketika pergi merantau masih dalam keadaan miskin. Orangpun memanggilkan ibunya yang sudah tua bahwa anaknya ada di pelabuhan. Si ibu segera berangkat untuk menemui anaknya. Namun, ketika bertemu bukan kebahagian yang dia dapatkan tetapi cacian dan makian dari si Malin Kundang. Malin Kundang yang telah kaya itu merasa malu kepada orang lain, terutama kepada istrinya bahwa dia berasal dari kalangan orang miskin. Karena itu dia tidak mengakui bahwa perempuan tua itu adalah ibu kandungnya. Bahkan dengan tega dia meludahi ibu kandungnya sendiri dan mengusir dari kapalnya.Si ibu yang merasa sedih dengan kelakuan anaknya apalagi sampai tidak mengakui dia sebagai ibunya, akhirnya berdoa kepada Tuhan untuk memberi hukuman pada anaknya. Tuhan mengabulkan do'anya. Datanglah badai dan ombak besar menghantam kapal layar yang berukuran besar tersebut dan menghempaskannya ke pinggir pantai. Si Malin Kundang yang merasa bersalah akhirnya memohon ampun pada ibunya. Tetapi semuanya sudah terlambat ketika hukuman dari Yang Maha Kuasa sudah datang. Akhirnya Malin Kundang dikutuk menjadi batu. Sampai sekarang, anda dapat menyaksikan batu-batu berbentuk kapal ditepi Pantai Aie Manieh.
Diusahakan oleh:
Muhd hasif bin nor azman
1 cimos
Friday, July 25, 2008
Sang Kancil Dengan Monyet
Pada suatu pagi, Sang Kancil pergi mencari makanan. Sang Kancil ternampak sebatang pokok jambu. Sang Kancil terliur hendak makan buah jambu. Di atas pokok jambu itu, tinggal seekor monyet. Sang Kancil lalu meminta pada Sang Monyet, "Wahai Sang Monyet, berikanlah aku sebiji jambu!"
Tetapi Sang Monyet enggan memberikan buah jambu kepada Sang Kancil. "Kalau engkau mahu makan, engkau panjatlah sendiri," Sang Monyet berkata dengan sombong. Sang Kancil mendapat suatu akal. Sang Kancil membaling monyet itu dengan sebatang kayu kecil.
Apalagi! Marahlah Sang Monyet. Sang Monyet memetik beberapa biji jambu. Sang Monyet segera membaling jambu itu ke arah Sang Kancil. Namun, Sang Kancil pandai mengelak. "Ha! Ha! Ha!" Sang Kancil ketawa. Sang Kancil sangat gembira.
"Engkau kena tipu," kata Sang Kancil kepada Sang Monyet. Sang Monyet terdiam apabila mendengar Sang Kancil berkata begitu."Sekarang aku dapat makan buah jambu," ujar Sang Kancil. Sang Kancil segera makan buah jambu itu. "Pandai sungguh Sang Kancil memperdayakan aku," kata Sang Monyet di dalam hatinya. Sang Monyet berasa malu.
Disunting semula oleh
Nama : Farah Syamimi binti Taufek
Tingkatan : 1 Cimos
Tetapi Sang Monyet enggan memberikan buah jambu kepada Sang Kancil. "Kalau engkau mahu makan, engkau panjatlah sendiri," Sang Monyet berkata dengan sombong. Sang Kancil mendapat suatu akal. Sang Kancil membaling monyet itu dengan sebatang kayu kecil.
Apalagi! Marahlah Sang Monyet. Sang Monyet memetik beberapa biji jambu. Sang Monyet segera membaling jambu itu ke arah Sang Kancil. Namun, Sang Kancil pandai mengelak. "Ha! Ha! Ha!" Sang Kancil ketawa. Sang Kancil sangat gembira.
"Engkau kena tipu," kata Sang Kancil kepada Sang Monyet. Sang Monyet terdiam apabila mendengar Sang Kancil berkata begitu."Sekarang aku dapat makan buah jambu," ujar Sang Kancil. Sang Kancil segera makan buah jambu itu. "Pandai sungguh Sang Kancil memperdayakan aku," kata Sang Monyet di dalam hatinya. Sang Monyet berasa malu.
Disunting semula oleh
Nama : Farah Syamimi binti Taufek
Tingkatan : 1 Cimos
Sunday, July 20, 2008
CERITA PUYAU EMAS GUA MADAI
CERITA PUYU EMAS GUA MADAI
Pada suatu ketika dahulu, terdapat seorang Ketua Kaum Idahan yang mempunyai kekuasaan yang sangat besar bermula dari Sungai Kinabatangan sehinggalah ke perairan Pulau Temburung di Daerah Semporna. Beliau bernama " Nenek Apoi" yang bermaksud " Api " dalam Bahasa Idahan. Nenek Apoi juga merupakan seorang Wira ataupun Pahlawan dikalangan Suku Kaum Idahan ketika itu.
Nenek Apoi mempunyai seorang isteri yang Bernama Liungayoh yang bermaksud 'Perempuan Besar" dalam Bahasa Suku Kaum Idahan dan menurut cerita ia mempunyai Tiga Orang Anak yang tinggal di Sungai Segama, Sungai Tungku dan juga Sapagaya. Ini bererti Nenek Apoi tidak menetap di suatu kawasan, ia sering pergi ke tempat tinggal anak-anaknya.
Pada suatu hari isteri Nenek Apoi yang tengah sarat mengandung telah mengidam ingin memakan Hati Payau. "Apoi, aku mahulah makan Hati Payau, kata isterinya Liungayoh". Nenek Apoi pun bersetuju. " Kalau begitu kenalah aku pergi memburu Payau tu Liun" kata Nenek Apoi. Pada keesokan harinya Nenek Apoi bersama anjing kesayangannya yang bernama Siyud Rapot bertolak dengan berbekal sebilah Tombak dan makanan serta minuman yang dibekalkan oleh isterinya Liungayoh.
Nenek Apoi pun pergilah berburu, sehari suntuk Nenek Apoi berjalan namun tidak terlihat olehnya kalibat seekor pun Payau padahal dia tahu binatang ini muda dicari. Siang bertukar malam, malam bertukar siang, Nenek Apoi mengira hari. " Aduh, sudah lima hari aku berburu, mana payau ni, hairan juga tidak nampak seekor pun. Bisik Nenek Apoi, anjing kesayanag Siyud Rapot pun keletihan.
Pada hari yang ketujuh, Nenek Apoi begitu letih. Nenek Apoi sungguh hairan kenapa tidak ada seekor pun Payau yang dia temui. Ketika asyik berfikir, Nenek Apoi tertidur. Tiba-tiba anjing Nenek Apoi, Siyud Rapot menyalak tidak berhenti-henti. Nenek Apoi terkejut, lalu melihat apa yang disalak oleh Siyud Rapot. Percaya dengan tidak, Nenek Apoi tergamam seketika kerana bersama dengan Siyud Rapot adalah seekor Payau tetapi yang menghairankan Nenek Apoi kenapa warna kulit Payau tersebut berwarna Emas. Dengan segera Nenek Apoi pun berlari ke arah Payau Emas tersebut. Kejar mengejar pun berlaku. Payau Emas tersebut sungguh pantas, namun Nenek Apoi lebih pantas bersama anjingnya Siyud Rapot.
Tiba-tiba, Payau Emas tersebut berhenti tiba-tiba, apa lagi Nenek Apoi pun membaling Tombaknya ke arah payau Emas tersebut dengan kepakaran dan ketangkasan Nenek Apoi, lembing tepat terkena payau Emas tersebut. Nenek Apoi pun mencabut parangnya lalu ingin memotong Payau Emas tersebut.
Belum sempat Nenek Apoi mahu menyembelih leher Payau Emas tersbut tiba-tiba Payau Emas itu berkata " Tolong, jangan bunuh aku, tolonglah aku", Payau Emas itu merayu. Apa lagi, Nenek Apoi pun melompat, "kau kah yang bercakap?, tanya Nenek Apoi. "Ya, aku" tolong lepaskan aku, jawap Payau Emas itu. Nenek Apoi berfikir sejenak. " Tapi, kalau aku tak bunuh kau, macam mana aku hendak membawa pulang hati kau, kerana isteri aku ingin memakan hati Payau, sudah tujuh hari tujuh malam aku berburu, sudah dapat, mana boleh aku lepaskan", kata Nenek Apoi.
Payau Emas merayu lagi, " baiklah, kalau kau lepaskan aku, aku akan berikan kau harta yang amat berharga untuk selama-lamanya sehingga anak cucu kau, ia tidak akan habis", jawab Payau Emas tersebut. "Harta!, aku tidak mahu harta, aku mahu hati kau untuk isteri aku yang mengidam" kata Nenek Apoi. "Harta itu ada didalam Gua ini, kau masuklah lihat sendiri" balas Payau Emas itu.
Nenek Apoi pun melangkah masuk, belum sempat Nenek Apoi melangkah seterusnya, bila Nenek Apoi mahu bertanya kepada Payau Emas, Payau Emas itu telah lenyap, tiada kesan darah kalaupun Payau Emas itu melarikan dirinya. Nenek Apoi pun masuk ke dalam Gua tersebut.
Sejak hari itu, harta yang dimaksudkan oleh Payau Emas itu adalah Sarang Burung Layang-Layang yang mendiami Gua tersebut, nama Gua itu ialah Gua Madai terletak di daerah Lahad Datu yang terkenal dengan panghasilan Sarang Burung sehingga keperingkat antarabangsa sehinggalah hari ini kesan darah daripada percikan darah Payau Emas terkena tombak Nenek Apoi masih kelihatan dan kesan tapak kaki serta tangan Nenek Apoi masih lagi dapat dilihat.
Begitulah cerita rakyat Daerah Lahad Datu bagaimana Nenek Apoi berjumpa dengan Payau Emas dan bertemu dengan Gua yang bernama Gua Madai.
Sekian.
Sumbangan :
Putra Danish Irfan Bin Mohamaad Nazli
1Cimos 2008
Pada suatu ketika dahulu, terdapat seorang Ketua Kaum Idahan yang mempunyai kekuasaan yang sangat besar bermula dari Sungai Kinabatangan sehinggalah ke perairan Pulau Temburung di Daerah Semporna. Beliau bernama " Nenek Apoi" yang bermaksud " Api " dalam Bahasa Idahan. Nenek Apoi juga merupakan seorang Wira ataupun Pahlawan dikalangan Suku Kaum Idahan ketika itu.
Nenek Apoi mempunyai seorang isteri yang Bernama Liungayoh yang bermaksud 'Perempuan Besar" dalam Bahasa Suku Kaum Idahan dan menurut cerita ia mempunyai Tiga Orang Anak yang tinggal di Sungai Segama, Sungai Tungku dan juga Sapagaya. Ini bererti Nenek Apoi tidak menetap di suatu kawasan, ia sering pergi ke tempat tinggal anak-anaknya.
Pada suatu hari isteri Nenek Apoi yang tengah sarat mengandung telah mengidam ingin memakan Hati Payau. "Apoi, aku mahulah makan Hati Payau, kata isterinya Liungayoh". Nenek Apoi pun bersetuju. " Kalau begitu kenalah aku pergi memburu Payau tu Liun" kata Nenek Apoi. Pada keesokan harinya Nenek Apoi bersama anjing kesayangannya yang bernama Siyud Rapot bertolak dengan berbekal sebilah Tombak dan makanan serta minuman yang dibekalkan oleh isterinya Liungayoh.
Nenek Apoi pun pergilah berburu, sehari suntuk Nenek Apoi berjalan namun tidak terlihat olehnya kalibat seekor pun Payau padahal dia tahu binatang ini muda dicari. Siang bertukar malam, malam bertukar siang, Nenek Apoi mengira hari. " Aduh, sudah lima hari aku berburu, mana payau ni, hairan juga tidak nampak seekor pun. Bisik Nenek Apoi, anjing kesayanag Siyud Rapot pun keletihan.
Pada hari yang ketujuh, Nenek Apoi begitu letih. Nenek Apoi sungguh hairan kenapa tidak ada seekor pun Payau yang dia temui. Ketika asyik berfikir, Nenek Apoi tertidur. Tiba-tiba anjing Nenek Apoi, Siyud Rapot menyalak tidak berhenti-henti. Nenek Apoi terkejut, lalu melihat apa yang disalak oleh Siyud Rapot. Percaya dengan tidak, Nenek Apoi tergamam seketika kerana bersama dengan Siyud Rapot adalah seekor Payau tetapi yang menghairankan Nenek Apoi kenapa warna kulit Payau tersebut berwarna Emas. Dengan segera Nenek Apoi pun berlari ke arah Payau Emas tersebut. Kejar mengejar pun berlaku. Payau Emas tersebut sungguh pantas, namun Nenek Apoi lebih pantas bersama anjingnya Siyud Rapot.
Tiba-tiba, Payau Emas tersebut berhenti tiba-tiba, apa lagi Nenek Apoi pun membaling Tombaknya ke arah payau Emas tersebut dengan kepakaran dan ketangkasan Nenek Apoi, lembing tepat terkena payau Emas tersebut. Nenek Apoi pun mencabut parangnya lalu ingin memotong Payau Emas tersebut.
Belum sempat Nenek Apoi mahu menyembelih leher Payau Emas tersbut tiba-tiba Payau Emas itu berkata " Tolong, jangan bunuh aku, tolonglah aku", Payau Emas itu merayu. Apa lagi, Nenek Apoi pun melompat, "kau kah yang bercakap?, tanya Nenek Apoi. "Ya, aku" tolong lepaskan aku, jawap Payau Emas itu. Nenek Apoi berfikir sejenak. " Tapi, kalau aku tak bunuh kau, macam mana aku hendak membawa pulang hati kau, kerana isteri aku ingin memakan hati Payau, sudah tujuh hari tujuh malam aku berburu, sudah dapat, mana boleh aku lepaskan", kata Nenek Apoi.
Payau Emas merayu lagi, " baiklah, kalau kau lepaskan aku, aku akan berikan kau harta yang amat berharga untuk selama-lamanya sehingga anak cucu kau, ia tidak akan habis", jawab Payau Emas tersebut. "Harta!, aku tidak mahu harta, aku mahu hati kau untuk isteri aku yang mengidam" kata Nenek Apoi. "Harta itu ada didalam Gua ini, kau masuklah lihat sendiri" balas Payau Emas itu.
Nenek Apoi pun melangkah masuk, belum sempat Nenek Apoi melangkah seterusnya, bila Nenek Apoi mahu bertanya kepada Payau Emas, Payau Emas itu telah lenyap, tiada kesan darah kalaupun Payau Emas itu melarikan dirinya. Nenek Apoi pun masuk ke dalam Gua tersebut.
Sejak hari itu, harta yang dimaksudkan oleh Payau Emas itu adalah Sarang Burung Layang-Layang yang mendiami Gua tersebut, nama Gua itu ialah Gua Madai terletak di daerah Lahad Datu yang terkenal dengan panghasilan Sarang Burung sehingga keperingkat antarabangsa sehinggalah hari ini kesan darah daripada percikan darah Payau Emas terkena tombak Nenek Apoi masih kelihatan dan kesan tapak kaki serta tangan Nenek Apoi masih lagi dapat dilihat.
Begitulah cerita rakyat Daerah Lahad Datu bagaimana Nenek Apoi berjumpa dengan Payau Emas dan bertemu dengan Gua yang bernama Gua Madai.
Sekian.
Sumbangan :
Putra Danish Irfan Bin Mohamaad Nazli
1Cimos 2008
Monday, March 3, 2008
YEAR OF THE RAT
The cunning rat, as folklore tells it, made it to become the first animal of the Chinese horoscope by piggy backing on another animal's effort.
What happened was the legendary Jade Emperor invites 12 animals to participate in a race across a river to determine their positions on the Chinese calendar.
However, the rat used brain rather than brawn - he hitched a ride on what it perceived was the mightest swimmer. Just before the buffalo reached the other bank, the rat jumped off the buffalo's back and crossed the finish line ahead of the poor buffing beast.
An interesting episode is that the cat was one of the original 12 participants.So why is it missing from the Chinese Calendar? Well, the ratty fellow told the cat that the race would be held at another time. When the cat failed to show up for the race, the Jade Emperor sent his official to earth to grab the first animal that he saw - which happened to be a pig being carried to market by a farmer. When the cat eventually realised that it had been tricked out of celestial fame, it swore to gi rat hunting forever...
.... extract from STARMAG by Andrew Sia
What happened was the legendary Jade Emperor invites 12 animals to participate in a race across a river to determine their positions on the Chinese calendar.
However, the rat used brain rather than brawn - he hitched a ride on what it perceived was the mightest swimmer. Just before the buffalo reached the other bank, the rat jumped off the buffalo's back and crossed the finish line ahead of the poor buffing beast.
An interesting episode is that the cat was one of the original 12 participants.So why is it missing from the Chinese Calendar? Well, the ratty fellow told the cat that the race would be held at another time. When the cat failed to show up for the race, the Jade Emperor sent his official to earth to grab the first animal that he saw - which happened to be a pig being carried to market by a farmer. When the cat eventually realised that it had been tricked out of celestial fame, it swore to gi rat hunting forever...
.... extract from STARMAG by Andrew Sia
Subscribe to:
Posts (Atom)