Angin yang berhembus semilir-semilir membuat penghuni hutan mengantuk. Begitu juga dengan si kancil. Untuk mengusir rasa kantuknya ia berjalan-jalan dihutan sambil membusungkan dadanya. Sambil berjalan ia berkata,"Siapa yang tak kenal kancil. Si pintar, si cerdik dan si pemberani. Setiap masalah pasti selesai olehku". Ketika sampai di sungai, ia segera minum untuk menghilangkan rasa hausnya. Air yang begitu jernih membuat kancil dapat berkaca. Ia berkata-kata sendirian. "Buaya, Gajah, Harimau semuanya binatang bodoh, jika berhadapan denganku mereka dapat aku perdaya".
Si kancil tidak tahu kalau ia dari tadi sedang diperhatikan oleh seekor siput yang sedang duduk dibongkahan batu yang besar. Si siput berkata,"Hei kancil, kau asyik sekali berbicara sendirian. Ada apa? Kamu sedang bergembira ?". Kancil mencari-cari sumber suara itu. Akhirnya ia menemukan letak si siput.
"Rupanya sudah lama kau memperhatikanku ya ?". Siput yang kecil dan imut-imut. Eh bukan !. "Kamu memang kecil tapi tidak imut-imut, melainkan jelek bagai kotoran ayam". Ujar si kancil. Siput terkejut mendengar ucapan si kancil yang telah menghina dan membuatnya jengkel. Lalu siputpun berkata,"Hai kancil !, kamu memang cerdik dan pemberani karena itu aku menantangmu lomba adu cepat". Akhirnya mereka setuju perlombaan dilakukan minggu depan.
Setelah si kancil pergi, siput segera memanggil dan mengumpulkan teman-temannya. Ia meminta tolong teman-temannya agar waktu perlombaan nanti semuanya harus berada dijalur lomba. "Jangan lupa, kalian bersembunyi dibalik bongkahan batu, dan salah satu harus segera muncul jika si kancil memanggil, dengan begitu kita selalu berada di depan si kancil," kata siput.
Hari yang dinanti tiba. Si kancil datang dengan sombongnya, merasa ia pasti akan sangat mudah memenangkan perlombaan ini. Siput mempersilahkan Kancil untuk berlari duluan dan memanggilnya untuk memastikan sudah sampai mana ia sampai. Perlombaan dimulai. Kancil berjalan santai, sedang siput segera menyelam ke dalam air. Setelah beberapa langkah, kancil memanggil siput. Tiba-tiba siput muncul di depan kancil sambil berseru,"Hai Kancil ! Aku sudah sampai sini." Kancil terheran-heran, segera ia mempercepat langkahnya. Kemudian ia memanggil si siput lagi. Ternyata siput juga sudah berada di depannya. Akhirnya si kancil berlari, tetapi tiap ia panggil si siput, ia selalu muncul di depan kancil. Keringatnya bercucuran, kakinya terasa lemas dan nafasnya tersengal-sengal. Ketika hampir finish, ia memanggil siput, tetapi tidak ada jawaban. Kancil berpikir siput sudah tertinggal jauh dan ia akan menjadi pemenang perlombaan.
Si kancil berhenti berlari, ia berjalan santai sambil beristirahat. Dengan senyum sinis kancil berkata,"Kancil memang tiada duanya." Kancil dikagetkan ketika ia mendengar suara siput yang sudah duduk di atas batu besar. "Oh kasihan sekali kau kancil. Kelihatannya sangat lelah, Capai ya berlari ?". Ejek siput. "Tidak mungkin !", "Bagaimana kamu bisa lebih dulu sampai, padahal aku berlari sangat kencang", seru si kancil.
"Sudahlah akui saja kekalahanmu,"ujar siput. Kancil masih heran dan tak percaya kalau a dikalahkan oleh binatang yang lebih kecil darinya. Kancil menundukkan kepala dan mengakui kekalahannya. "Sudahlah tidak usah sedih, aku tidak minta hadiah kok. Aku hanya ingin kamu ingat satu hal, janganlah sombong dengan kepandaian dan kecerdikanmu dalam menyelesaikan setiap masalah, kamu harus mengakui bahwa semua binatang mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, jadi jangan suka menghina dan menyepelekan mereka", ujar siput. Siput segera menyelam ke dalam sungai. Tinggallah si kancil dengan rasa menyesal dan malu.
Pesan Moral : Janganlah suka menyombongkan diri dan menyepelekan orang lain, walaupun kita memang cerdas dan pandai.
NAMA: SITI NAJIHAH BT MAHADZER
KELAS:1 CIMOS (2008)
Wednesday, August 20, 2008
Sang kancil dengan buaya 2
Pada zaman dahulu Sang Kancil adalah merupakan binatang yang paling cerdik di dalam hutan. Banyak binatang-binatang di dalam hutan datang kepadanya untuk meminta pertolongan apabila mereka menghadapi masalah. Walaupun ia menjadi tempat tumpuan binatang- binatang di dalam hutan, tetapi ia tidak menunjukkan sikap yang sombong malah sedia membantu pada bila-bila masa saja.
Suatu hari Sang Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Oleh kerana makanan di sekitar kawasan kediaman telah berkurangan Sang Kancil bercadang untuk mencari di luar kawasan kediamannya. Cuaca pada hari tersebut sangat panas, menyebabkan Sang Kancil berasa dahaga kerana terlalu lama berjalan, lalu ia berusaha mencari sungai yang berdekatan. Setelah meredah hutan akhirnya kancil berjumpa dengan sebatang sungai yang sangat jernih airnya. Tanpa membuang masa Sang Kancil terus minum dengan sepuas-puasnya. Kedinginan air sungai tersebut telah menghilangkan rasa dahaga Sang Kancil.
Kancil terus berjalan-jalan menyusuri tebing sungai, apabila terasa penat ia berehat sebentar di bawah pohon beringin yang sangat rendang di sekitar kawasan tersebut. Kancil berkata didalam hatinya "Aku mesti bersabar jika ingin mendapat makanan yang lazat-lazat". Setelah kepenatannya hilang, Sang Kancil menyusuri tebing sungai tersebut sambil memakan dedaun kegemarannya yang terdapat disekitarnya. Apabila tiba di satu kawasan yang agak lapang, Sang Kancil terpandang kebun buah-buahan yang sedang masak ranum di seberang sungai."Alangkah enaknya jika aku dapat menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati buah-buahan tersebut" fikir Sang Kancil.
Sang Kancil terus berfikir mencari akal bagaimana untuk menyeberangi sungai yang sangat dalam lagi deras arusnya. Tiba-tiba Sang Kacil terpandang Sang Buaya yang sedang asyik berjemur di tebing sungai. Sudah menjadi kebiasaan buaya apabila hari panas ia suka berjemur untuk mendapat cahaya matahari.Tanpa berlengah-lengah lagi kancil terus menghampiri buaya yang sedang berjemur lalu berkata " Hai sabahatku Sang Buaya, apa khabar kamu pada hari ini?" buaya yang sedang asyik menikmati cahaya matahari terus membuka mata dan didapati sang kancil yang menegurnya tadi "Khabar baik sahabatku Sang Kancil" sambung buaya lagi "Apakah yang menyebabkan kamu datang ke mari?" jawab Sang Kancil "Aku membawa khabar gembira untuk kamu" mendengar kata-kata Sang Kacil, Sang Buaya tidak sabar lagi ingin mendengar khabar yang dibawa oleh Sang Kancil lalu berkata "Ceritakan kepada ku apakah yang engkau hendak sampaikan".
Kancil berkata "Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman supaya menghitung jumlah buaya yang terdapat di dalam sungai ini kerana Raja Sulaiman ingin memberi hadiah kepada kamu semua". Mendengar saja nama Raja Sulaiman sudah menggerunkan semua binatang kerana Nabi Sulaiman telah diberi kebesaran oleh Allah untuk memerintah semua makhluk di muka bumi ini. "Baiklah, kamu tunggu di sini, aku akan turun kedasar sungai untuk memanggil semua kawan aku" kata Sang Buaya. Sementara itu Sang Kancil sudah berangan-angan untuk menikmati buah-buahan. Tidak lama kemudian semua buaya yang berada di dasar sungai berkumpul di tebing sungai. Sang Kancil berkata "Hai buaya sekelian, aku telah diperintahkan oleh Nabi Saulaiman supaya menghitung jumlah kamu semua kerana Nabi Sulaiman akan memberi hadiah yang istimewa pada hari ini". Kata kancil lagi "Beraturlah kamu merentasi sungai bermula daripada tebing sebelah sini sehingga ke tebing sebelah sana".
Oleh kerana perintah tersebut adalah datangnya daripada Nabi Sulaiman semua buaya segera beratur tanpa membantah. Kata Buaya tadi "Sekarang hitunglah, kami sudah bersedia" Sang Kancil mengambil sepotong kayu yang berada di situ lalu melompat ke atas buaya yang pertama di tepi sungai dan ia mula menghitung dengan menyebut "Satu dua tiga lekuk, jantan betina aku ketuk" sambil mengetuk kepala buaya begitulah sehingga kancil berjaya menyeberangi sungai. Apabila sampai ditebing sana kancil terus melompat ke atas tebing sungai sambil bersorak kegembiraan dan berkata" Hai buaya-buaya sekalian, tahukah kamu bahawa aku telah menipu kamu semua dan tidak ada hadiah yang akan diberikan oleh Nabi Sulaiman".
Mendengar kata-kata Sang Kancil semua buaya berasa marah dan malu kerana mereka telah di tipu oleh kancil. Mereka bersumpah dan tidak akan melepaskan Sang Kancil apabila bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut terus membara sehingga hari ini. Sementara itu Sang Kancil terus melompat kegembiraan dan terus meniggalkan buaya-buaya tersebut dan terus menghilangkan diri di dalam kebun buah-buahan untuk menikmati buah-buahan yang sedang masak ranum itu.
Sekian
Oleh :
Malarvannan A/L MURUGAIAH
1 Megabait (2008)
Suatu hari Sang Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Oleh kerana makanan di sekitar kawasan kediaman telah berkurangan Sang Kancil bercadang untuk mencari di luar kawasan kediamannya. Cuaca pada hari tersebut sangat panas, menyebabkan Sang Kancil berasa dahaga kerana terlalu lama berjalan, lalu ia berusaha mencari sungai yang berdekatan. Setelah meredah hutan akhirnya kancil berjumpa dengan sebatang sungai yang sangat jernih airnya. Tanpa membuang masa Sang Kancil terus minum dengan sepuas-puasnya. Kedinginan air sungai tersebut telah menghilangkan rasa dahaga Sang Kancil.
Kancil terus berjalan-jalan menyusuri tebing sungai, apabila terasa penat ia berehat sebentar di bawah pohon beringin yang sangat rendang di sekitar kawasan tersebut. Kancil berkata didalam hatinya "Aku mesti bersabar jika ingin mendapat makanan yang lazat-lazat". Setelah kepenatannya hilang, Sang Kancil menyusuri tebing sungai tersebut sambil memakan dedaun kegemarannya yang terdapat disekitarnya. Apabila tiba di satu kawasan yang agak lapang, Sang Kancil terpandang kebun buah-buahan yang sedang masak ranum di seberang sungai."Alangkah enaknya jika aku dapat menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati buah-buahan tersebut" fikir Sang Kancil.
Sang Kancil terus berfikir mencari akal bagaimana untuk menyeberangi sungai yang sangat dalam lagi deras arusnya. Tiba-tiba Sang Kacil terpandang Sang Buaya yang sedang asyik berjemur di tebing sungai. Sudah menjadi kebiasaan buaya apabila hari panas ia suka berjemur untuk mendapat cahaya matahari.Tanpa berlengah-lengah lagi kancil terus menghampiri buaya yang sedang berjemur lalu berkata " Hai sabahatku Sang Buaya, apa khabar kamu pada hari ini?" buaya yang sedang asyik menikmati cahaya matahari terus membuka mata dan didapati sang kancil yang menegurnya tadi "Khabar baik sahabatku Sang Kancil" sambung buaya lagi "Apakah yang menyebabkan kamu datang ke mari?" jawab Sang Kancil "Aku membawa khabar gembira untuk kamu" mendengar kata-kata Sang Kacil, Sang Buaya tidak sabar lagi ingin mendengar khabar yang dibawa oleh Sang Kancil lalu berkata "Ceritakan kepada ku apakah yang engkau hendak sampaikan".
Kancil berkata "Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman supaya menghitung jumlah buaya yang terdapat di dalam sungai ini kerana Raja Sulaiman ingin memberi hadiah kepada kamu semua". Mendengar saja nama Raja Sulaiman sudah menggerunkan semua binatang kerana Nabi Sulaiman telah diberi kebesaran oleh Allah untuk memerintah semua makhluk di muka bumi ini. "Baiklah, kamu tunggu di sini, aku akan turun kedasar sungai untuk memanggil semua kawan aku" kata Sang Buaya. Sementara itu Sang Kancil sudah berangan-angan untuk menikmati buah-buahan. Tidak lama kemudian semua buaya yang berada di dasar sungai berkumpul di tebing sungai. Sang Kancil berkata "Hai buaya sekelian, aku telah diperintahkan oleh Nabi Saulaiman supaya menghitung jumlah kamu semua kerana Nabi Sulaiman akan memberi hadiah yang istimewa pada hari ini". Kata kancil lagi "Beraturlah kamu merentasi sungai bermula daripada tebing sebelah sini sehingga ke tebing sebelah sana".
Oleh kerana perintah tersebut adalah datangnya daripada Nabi Sulaiman semua buaya segera beratur tanpa membantah. Kata Buaya tadi "Sekarang hitunglah, kami sudah bersedia" Sang Kancil mengambil sepotong kayu yang berada di situ lalu melompat ke atas buaya yang pertama di tepi sungai dan ia mula menghitung dengan menyebut "Satu dua tiga lekuk, jantan betina aku ketuk" sambil mengetuk kepala buaya begitulah sehingga kancil berjaya menyeberangi sungai. Apabila sampai ditebing sana kancil terus melompat ke atas tebing sungai sambil bersorak kegembiraan dan berkata" Hai buaya-buaya sekalian, tahukah kamu bahawa aku telah menipu kamu semua dan tidak ada hadiah yang akan diberikan oleh Nabi Sulaiman".
Mendengar kata-kata Sang Kancil semua buaya berasa marah dan malu kerana mereka telah di tipu oleh kancil. Mereka bersumpah dan tidak akan melepaskan Sang Kancil apabila bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut terus membara sehingga hari ini. Sementara itu Sang Kancil terus melompat kegembiraan dan terus meniggalkan buaya-buaya tersebut dan terus menghilangkan diri di dalam kebun buah-buahan untuk menikmati buah-buahan yang sedang masak ranum itu.
Sekian
Oleh :
Malarvannan A/L MURUGAIAH
1 Megabait (2008)
PAK KADUK
Sebermula, maka adalah sebuah negeri bernama Cempaka Seri, rajanya bernama Indera Sari. Maka baginda itu cukup lengkap seperti adap istiadat kerajaan yang lain-lain juga, akan tetapi ada pun tabiat baginda itu terlalulah suka menyombong dan berjudi, sehingga menjadi suatu amalan pada baginda itu. Dengan hal yang demikian, habislah sekalian rakyat seisi negeri itu menjadi asyik leka dengan berjudi juga pada setiap masa tiada sekali-kali mengambil bena kepada mendirikan syariat Nabi Sallallahu alaihi wasalam kerana raja-raja dan orang besar-besarnya terlalu amat suka mengerjakan pekerjaan maksiat itu.
Maka adalah pula seorang tua sedang pertengahan umur namanya Pak Kadok, tinggal ditepi sungai ujung negeri itu juga. Ada pun akan Pak Kadok ini terlalu dungu serta dengan tololnya. Maka adalah kepada suatu hari Pak Kadok berkata kepada isterinya, aku ini mak Siti ingin pula rasanya hendak pergi menyambung kegelanggang baginda itu kerana terlalulah suka pula aku melihatkan orang menyambung beramai-ramai di situ.
Mari kita sambung ayam biring Si Kunani kita itu, kerana ayam itu pada petuanya terlalu bertuah. Boleh kita taruhkan kampung kita kepada baginda. Kalau menang kita tentulah kita mendapat duit baginda itu.
Maka ujar isteri Pak Kadok, jikalau begitu baiklah, pergilah awak menyambung, bawa ayam kita itu.
Maka sahut Pak Kadok, jahitkanlah baju dan seluar aku dahulu dari kertas yang baru kubeli ini. Lekaslah menjahitnya.
Maka kata isterinya, bagaimana awak hendak membuatkan baju dan seluar ini. Jikalau dipakai kelak tentulah carik bertelanjang tengah gelanggang sambungan itu. Bukankah awak malu besar?
Ujar Pak Kadok, tiada mengapa. Buatkan juga lekas-lekas aku hendak pergi.
Setelah itu isteri Pak Kadok pun segeralah mengambil gunting lalu mengguntingkan seluar dan baju itu dengan tiada berdaya lagi.
Maka kata Pak Kadok, usahlah di jahit, pelekat sahajalah supaya cepat.
Serta lepas digunting oleh isterinya itu dengan sesungguhnya dilekatlah olehnya. Apabila sudah, lalu diberikan kepada Pak Kadok, maka ia pun segeralah memakai pakaiannya sedondon iaitu berbunga tanjung, merah, kuning, hitam dan putih, terlalu hebat rupanya, tambahan pula berkena tengkolok helang menyongsong angin. Apatah lagi tampaknya
Pak Kadok seperti juara yang maha faham pada sambung menyambung. Setelah sudah bersedia sekaliannya, Pak Kadok pun lalu turun menangkap ayamnya biring Si Kunani itu, serta dengan tabung tajinya, lalu berjalan menuju kegelanggang baginda itu. Selang tiada berapa lamanya, ia pun sampailah ketengah medan menyambung itu.
Sehingga setelah dilihat oleh baginda akan Pak Kadok datang itu, maka dikenallah oleh baginda seraya bertitah, Hai Pak Kadok, apa khabar? Menyambungkah kita?
Maka sembah Pak Kadok pun segeralah menyembahkan ayamnya itu lalu disambutkan oleh baginda serta diamat-amati.
Diketahuilah oleh baginda tersangat bertuah ayam Pak Kadok itu. Maka titah baginda, Hai Pak Kadok, mari kita bertukar ayam. Ambillah ayam beta ini, elok, cuba lihat romannya jalak putih mata, dan ayam Pak Kadok biring Si Kunani sahaja tiada berapa tuahnya.
Setelah didengar oleh Pak Kadok akan titah baginda menggula dirinya itu, percayalah ia. Maka sembahnya Ampun Tuanku beribu-ribu ampun, jikalau sudah dengan titah duli yang maha mulia, relalah patik, seperti titah itu sedia terjunjung di atas jemala ubun-ubun patik.
Pada akhirnya lalu bertukarlah keduanya akan ayam masing-masing. Maka sangatlah sukacita baginda beroleh ayam Pak Padok itu.
Maka baginda pun bertitah kepada juara-juaranya menyuruh bulang ayam itu. Maka Tok Juara tua pun lalulah membulang balung ayam biring Si Kunani yang bertukar dengan pak Kadok itu mengenakan taji bentok alang serta dengan berbagai-bagai isyarat dan petuanya. Maka Pak Kadok pun segeralah membulang ayamnya bertukar dengan baginda itu, iaitu tuntung tajinya dihalakan kehadapan dan putingnya kebelakang.
Maka titah baginda, Hai Pak Kadok, apakah taruhnya kita menyambung ayam ini? Soronglah dahulu supaya beta lihat.
Maka sembah Pak Kadok, Ampun Tuanku beribu-ribu ampun, patek ini tiada harta apa harta yang ada, hanya kampong sebuah itu sahaja. Jikalau ada ampun dan kurnia kebawah dulu Tuanku, kampong itulah patik gadaikan kebawah duli Tuanku menjadi tanggungan memohonkan berhutang kadar lima puluh rial.
Maka titah baginda, baiklah.
Lalu dikurniakan oleh baginda wang yang sebanyak permintaan Pak Kadok itu kepada dengan memegang gadaian kampung itu. Telah sudah, baginda pun menyorongkan taruhnya lima puluh rial juga, jumlahnya seratus rial. Maka serta sudah, baginda pun mengajak Pak Kadok melepaskan ayam masing-masing. Sembah Pak Kadok, silakanlah Tuanku.
Maka baginda pun lalulah menguja-uja ayam keduanya itu. Maka naiklah bengis keduanya, serta meremang bulu suak ditengkuknya, lalulah bersama-sama melepaskan ayam masing-masing. Maka ayam biring Si Kunani pun datanglah menggelepur ayam jalak. Dan Si Jalak pun segeralah membalas pula, tetapi kasihan,sungguh pun Si Jalak membalas, percuma saja kerana tajinya dibulang oleh Pak Kadok, juara tuntungnya kehadapan dan putingnya kebelakang. Jadinya bila Si Jalak membalas itu tertikamlah pada dadanya sendiri lalu tersungkur menggelupur ditengah gelanggang itu, kerana dua liang sudah lukanya sekali terkena tikam oleh taji Si Biring dan sekali ditikam oleh tajinya sendiri.
Setelah Pak Kadok melihatkan ayam jalak sudah mati dan Si Biring itu menang maka ia pun lupalah akan hal ia telah bertukar dengan baginda tadi. Wah apatah lagi ia pun tiadalah sedarkan dirinya seraya bertepuk tangan dan bersorak serta melompat-lompat lalu menyerukan tuah ayamya itu. Maka oleh tersangat bertepuk dan melompat itu, habislah pecah bercarik-carik seluar dan baju kertasnya itu, bercabiran berterbangan oleh angin berkeping-keping kesana kemari bercampang-camping. Maka Pak Kadok pun tinggallah berdiri ditengah khalayak yang banyak itu dengan bertelanjang bogel sahaja.
Hatta demi dilihat oleh baginda dengan sekalian orang besar-besar dan rakyat, tentera hina dina sekalian akan hal Pak Kadok ini, semuanya tertawa serta bertepuk tangan dengan tempek soraknya kesukaan melihat temasya Pak Kadok itu. Demikian juga baginda pun tertawa bersama-sama.
Maka ada pun akan Pak Kadok, demi ia melihat sekalian mereka itu habis tertawa, ia pun tercengang pula kerana pada sangkanya mereka itu menumpang kesukaan dirinya itu.
Kemudian apabila ia menoleh kepada tubuhnya, barulah diketahuinya akan dirinya bertelanjang bulat itu. Aduhai! Malunya yang amat sangat lalu ia berkerja lari dengan bersungguh-sungguh hati, lansung pulang ke rumahnya. Maka baginda pun berseru dengan nyaring suaranya. Inilah malang Pak Kadok, ayamnya menang, kampung tergadai.
Maka baginda dengan sekalian yang ada di dalam medan sabung itu pun kembalilah masing-masing kerumahnya.
Ada pun akan Pak Kadok lari itu tiadalah ia memandang lagi kekiri kekanan. Serta ia sampai kerumahnya seraya terpandang oleh Mak Siti, maka terpanjatlah orang tua itu seraya berkata, Apa kena awak, Pak Kadok seperti orang gila ini?
Maka oleh Pak Kadok di kabarkannya ialah daripada awal hingga keakhirnya. Serta didengar sahaja oleh isterinya akan hal suaminya itu, ia pun menagislah kerana mengenangkan untungnya yang malang itu dengan berbagai-bagai sungut leternya akan Pak Kadok oleh kebodohannya itu. Maka Pak Kadok pun diamlah terkosel-kosel, tiada berani menjawab akan isterinya lalu ia pergi membuat kerjanya sehari-hari itu juga.
Sekali peristiwa Pak Kadok dijemput oleh orang makan kenduri. Mula-mula datang orang yang dihilir sungai tempatnya tinggal itu mempersilakan Pak Kadok kerumahnya pada esok hari, waktu zohor iaitu makanannya seekor kerbau. Maka katanya Baiklah.
Setelah mereka itu sudah kembali, ada seketika datang pula orang dari hulu sungai itu menjemput Pak Kadok kerumahnya pada esok hari juga tatkala tengah hari muda, iaitu jamuannya memotong lembu dua ekor pula. Itu pun disanggupnya juga.
Telah hari malam, Pak Kadok pun tidurlah kedua laki isteri. Ada pun adapt pak Kadok telah lazim padanya setiap pagi memakan nasi dingin yang telah direndam oleh isterinya pada malam itu. Apabila sudah makan nasi yang tersebut itu, barulah ia pergi barang kemana-mana membuat kerjanya.
Hatta setelah keesokan harinya, pagi-pagi pak Kadok pun bangunlah bersiap memakai, lalu turun memikul pengayuh berjalan menuju kepangkalan. Serta dilihat oleh isterinya ia pun menyeru akan suaminya katanya, Hai Pak Siti, tidakkah hendak makan nasi rendam ini lagi? Sementangkan nak makan lembu dan kerbau nasi ini ditinggalkan sahaja.
Maka sahut Pak Kadok, Tak usahlah, curahkan ketanah biar dimakan oleh ayam kita.
Maka oleh isterinya dengan sebenar nasi itu dibuangnya ketanah, dan Pak Kadok pun turun keperahu lalu berkayuh.
Ada pun pada masa itu air sungai sedang surut terlalu amat derasnya. Maka Pak Kadok berfikir di dalam hatinya, kemana baik aku pergi. Jika ke hilir tiada penat dan teruk aku berkayuh, hanya menurutkan ayir dihilir sahaja, tetapi kerbau seekor kemanakah padanya. Kalau begitu baiklah aku mudek juga.
Ia pun lalu berkayuh mudek menongkah air surut itu dengan terbengkil. Apabila penat dia berhenti sambil berfikir pula, dan perahunya hanyut balik kehilir setanjung dua tanjung jauhnya berkayuh pula. Demikianlah hal Pak Kadok, kayuh-kayuh berhenti dengan berfikir juga.
Beberapa lamanya air pun tenang surut. Hampir akan pasang baharulah Pak Kadok sampai kerumah jemputan itu, tetapi apalah gunanya. Sia-sia sahajalah penat jerehnya itu kerana matahari pun telah zuhur, jamuan itu pulang ke kampung masing-masing.
Maka apabila terlihat oleh tuan rumah akan Pak Kadok datang itu, ia pun berkata, Amboi kasihannya di hati saya oleh melihatkan penat sahaja Pak Kadok datang, suatu pun tidak ada lagi, yang ada semuanya telah habis. Malang sungguhlah Pak Kadok ini.
Telah didengar oleh Pak Kadok, maka ujarnya, sudahlah apa boleh buat. Sahajakan nasib saya.
Maka ia pun berkayuhlah hilir pula, hasratnya hendak mendapatkan rumah yang memotongkan kerbau itu pula, tetapi air sudah pasang deras. Maka Pak Kadok pun berkayuhlah bersungguh-sungguh hatinya menongkah air pasang itu, terbengkil-bengkil di tengah panas terik dengan lapar dahaganya. Tetapi kerana bebalnya itu tiadalah ia mahu singgah kerumahnya langsung sahaja ia kehilir, hendak segera menerpa kerbau yang lagi tinggal itu. Sehingga air pasang hampir akan surut, barulah Pak Kadok sampai kesana pada waktu asar rendah dan sekalian orang jemputan pun sedang hendak turun berkayuh pulang kerana sudah selesai jamuan itu. Maka apabila dilihat oleh Pak Kadok akan hal itu ia pun tiadalah hendak singgah lagi kerumah orang kenduri itu, lalu ia memaling haluan perahunya, langsung berkayuh mudek dengan rungutnya seperti baung dipukul bunyinya, kerana terlalu amat penatnya terpaja-paja ke hulu kehilir di tengah panas terik itu, perut pun sudah kebuluran dan mata Pak Kadok naik berbinar-binar, tambahan pula mudek itu pun menongkah juga. Maka pada waktu senja baharulah ia sampai kepangkalannya seraya menambat perahu dan naik ke rumah.
Shahadan, apabila dilihat oleh isterinya akan muka suaminya masam dan diam tiada berkata-kata, maka ia pun menyeru akan Pak Kadok, katanya apakah agak sebabnya orang pergi memakan lembu dan kerbau ini masam sahaja? Apa lagi yang kekurangan? Perut sudah kenyang makan daging.
Maka berbagai-bagai bunyi ratap Pak Kadok. Kemudian ia pun naiklah metanya, serta mengambil kayu api dan berkata, kenyang memakan kepala bapa engkau. Lalu ia memalu kepala isterinya. Dengan takdir Allah, sungguh pun sekali pukul sahaja, isteri Pak Kadok pun rebah lalu mati. Setelah dilihat oleh Pak Kadok isterinya sudah mati, ia pun merebahkan dirinya disisi isterinya itu lalu menangis mengolek-golekkan dirinya seraya berkata, aduhai malang nasibku ini, sudahlah penat berkayuh kehulu kehilir, mana kebuluran, sampai kerumah isteriku pula mati oleh perbuatanku juga.
Maka berbagai-bagailah bunyi ratap Pak Kadok. Kemudian ia pun menjemput segala pegawai akan menanamkan isterinya itu.
Setelah selesai daripada pekerjaan itu, maka Pak Kadok pun berniat hendak pindah dari rumahnya, bertandang duduk barang kemana-mana rumah yang lain, asalkan boleh ia meninggalkan kampung halamannya itu sudahlah, kerana fikirannya dari sebab ia tinggal di rumah dan kampungnya itulah, maka ia beroleh kemalangan yang begitu sialnya. Setelah tetaplah fikirannya yang demikian, maka Pak Kadok pun mengemaskan sekalian harta bendanya lalu diangkatnya turun keperahu. Serta bersedia ia pun melangkah dengan tauhid hatinya meninggalkan kampung halaman dengan rumah tangganya, akan berpindah ke kuala sungai itu menumpang duduk di rumah seorang handainya disana.
Arakian, Pak Kadok pun membabarkan layarnya seraya menujukan haluan perahunya ke kuala. Tetapi kasihan. Percumalah penat jereh Pak Kadok membentang layar dan mengemudikan perahunya itu, dari kerana sungguh pun pada masa ia menarik layar tadi angin paksa sedang kencang bagus, tetapi serta layarnya sudah sedia, angin pun mati seperti direnti-rentikan oleh yang hasad akan Pak Kadok lakunya. Maka perahu Pak Kadok pun hanyutlah terkatong-katong kehulu kehilir, ketengah dan ketepi menantikan angin. Beberapa lamanya dengan hal yang demikian, hari pun hampirlah akan petang, tubuh Pak Kadok terlalu amat letih dan lesunya. Lama kelamaan datang bebal hatinya serta merampas lalu ia menurunkan layer dan melabuh sauhnya seraya membentangkan kajang berbaring-baring melepaskan jerehnya.
Maka dengan kudrat Allah yang maha kaya menunjukkan kemalangan nasib Pak Kadok, angin paksa pun turunlah berpuput dengan ugahari kencangnya seolah-olah khianatkan Pak Kadok lakunya. Tetapi sia-sialah sahaja puputan bayu yang sedemikian itu moleknya hingga menjadi paksa yang maha baik dengan sebab kemalasan menjadi kemalangan bagi diri Pak Kadok, hingga ditaharkan perahunya ulang-aling di palu oleh ombak dengan gelombang ditengah sungai itu, seraya berkata Cheh! Angin bedebah ini sahajakan ia hendak menunjukkan makarnya kepada aku. Sedanglah sudah sehari suntuk aku hanyut, tak mahu turun, agaknya oleh tegar hatiku. Biarlah tak usah aku belayar, asalkan puas rasa hati ku. Jangan aku menurutkan kehendak engkau.
Kemudian ia pun tidurlah dengan terlalu amat lenanya kerana lelah dan kelaparan. Hatta setelah keesokan harinya, pagi-pagi Pak Kadok pun bangunlah membongkar sauhnya seraya berkayuh perlahan-lahan seharian itu, hingga petang barulah ia sampai kerumah sahabatnya itu, seraya mengangkat sekalian barang-barangnya naik kesitu. Maka tinggallah Pak Kadok menumpang di rumah handainya itu selama-lamanya dengan tiada sekali-kali ingatannya hendak kembali kekampung halamannya dari sebab bodohnya.
Maka dari kerana kemalangan diri Pak Kadok itu sentiasa di perbuat orang akan bidalan oleh sekalian mereka pada zaman sekarang dengan seloka, demikianlah bunyinya:
Aduhai malang Pak Kadok! Ayamnya menang kampung tergadai Ada nasi di curahkan Awak pulang kebuluran Mudek menongkah surut Hilir menongkah pasang Ada isteri di bunuh Nyaris mati oleh tak makan Masa belayar kematian angin Sudah di labuh bayu berpuput Ada rumah bertandang duduk.
DIUSAHAKAN OLEH
MUHAMAD AMIR HAMZAH BIN ZAHINOR
1 GIGABIT (2008)
ANGSA BUDIMAN
Kononnya, pada suatu hari Raja Sulaiman menitahkan burung belatuk memanggil sekalian haiwan supaya menghadap baginda. "Perintahkan semua haiwan datang ke istana beta. Sudah lama beta tidak bertemu dengan sekalian haiwan," kata baginda. Tanpa berlengah lagi, terbanglah Sang Belatuk ke segenap penjuru rimba. Tuk! Tuk!uk! Sang Belatuk mengetuk batang pokok. "Apa berita yang engkau bawa, wahai Sang Belatuk?" tanya sekalian haiwan. "Aku membawa titah perintah daripada Raja Sulaiman. Baginda menitahkan semua haiwan pergi menghadapnya di istana," ujar Sang Belatuk. Selepas itu, Sang Belatuk terbang ke tempat lain pula. Tuk! Tuk! Tuk! Sang Belatuk ngetuk batang pokok. Begitulah caranya burung belatuk membawa berita kepada sekalian haiwan. Semua haiwan berasa gembira apabila mengetahui berita itu. Mereka akan berlumba-lumba untuk pergi ke istana Raja Sulaiman. Mereka sangat gembira jikalau dapat menghadap Raja Sulaiman. Baginda akan mengurniakan hadiah kepada sekalian haiwan.
Namun, ada juga sesetengah haiwan yang enggan pergi menghadap Raja Sulaiman. "Istana Raja Sulaiman itu tersangat jauh. Matilah aku di tengah perjalanan sebelum dapat sampai ke sana," kata segelintir haiwan yang sengaja mencari helah. Haiwan yang ingkar itu akan dijatuhi hukuman berat oleh Raja Sulaiman. Tersebutlah kisah seekor angsa. Sang Angsa sangat gembira apabila menerima berita Setelah beberapa lama berjalan, Sang Angsa tiba di tebing sungai. "Kalaulah aku pandai berenang, nescaya aku boleh cepat sampai ke istana Raja Sulaiman," kata Sang Angsa dalam hatinya. Sang Angsa ketika itu masih belum pandai berenang. Terpaksalah Sang Angsa terus berjalan perlahan-lahan. Di pertengahan jalan, Sang Angsa terserempak dengan seorang perempuan tua. Perempuan tua itu sedang menangis "Mengapa mak cik menangis?" tanya Sang Angsa. Perempuan itu lalu memberitahu, "Aku tersangat lapar. Bekalan makananku sudah bis." Sang Angsa bersimpati pada perempuan itu. "Janganlah mak cik bersedih. Saya akan tinggal di sini selama beberapa hari untuk bertelur. Telur saya boleh mak cik jadikan sebagai makanan," ujar Sang Angsa. Tinggallah Sang Angsa itu di situ selama beberapa hari. Setiap hari Sang Angsa bertelur sebiji. Perempuan tua itu sangat gembira kerana dia sudah memperoleh bekalan kanan.
daripada Sang Belatuk itu"Inilah kali pertama aku berpeluang untuk berjumpa Baginda Raja Sulaiman!" ujar Sang Angsa dengan penuh gembira. Kononnya, Sang Angsa ketika itu berbulu hitam dan masih berleher pendek. "Engkau hodoh! Engkau tidak layak masuk ke dalam istana Raja Sulaiman," Sang Biawak mengejek. Sang Angsa sangat bersedih hati mendengar ejekan itu. Namun, Sang Angsa tidak mempedulikan ejekan tersebut. Tanpa berlengah lagi, Sang Angsa berjalan perlahan-lahan menuju ke istana Raja Sulaiman.
"Tentulah aku akan lewat menghadap Raja Sulaiman," fikir Sang Angsa. Sang Angsa berasa sedih. Namun, Sang Angsa tidak mahu perempuan tua itu mati kerana kelaparan. Beberapa hari kemudian, perempuan tua itu memberitahu Sang Angsa, "Sekarang bolehlah engkau pergi ke istana Raja Sulaiman. Baki telur yang ada ini sudah cukup untuk mak cik." Perempuan tua itu mengucapkan terima kasih kepada Sang Angsa. "Engkau adalah seekor angsa yang sungguh budiman," kata perempuan tua itu lagi. Sang Angsa lalu meneruskan perjalanannya. Semua haiwan sudah berada di istana Raja Sulaiman. Sang Angsa tiba, tetapi sudah sangat terlewat. "Beritahu pada beta, mengapa engkau lambat sampai?" Raja Sulaiman bertitah kepada Sang Angsa. Sang Angsa sangat ketakutan. Namun, Sang Angsa menceritakan perkara sebenar yang telah terjadi itu kepada Raja Sulaiman. Baginda Raja Sulaiman berasa sangat sukacita kerana Sang Angsa telah menolong perempuan tua itu. "Engkau adalah seekor angsa yang sangat budiman," ujar Raja Sulaiman. "Sekarang beta akan kurniakan hadiah sebagai balasan atas budi baik kamu," kata ja Sulaiman. Sang Angsa sangat gembira.Kamu akan menjadi seekor haiwan yang berleher panjang," ujar baginda lagi. Terkejutlah Sang Angsa mendengar kata-kata itu. Semua haiwan ketawa berdekah-dekah. Mereka menyangka Sang Angsa akan menjadi seekor haiwan yang lebih hodoh. Tetapi sangkaan itu salah! Sang Angsa menjadi haiwan yang sangat cantik. Lehernya panjang, bulunya putih, dan pandai pula berenang. Sang Biawak pula dijatuhi hukuman oleh Raja Sulaiman kerana pernah mengejek Sang Angsa. Lidahnya menjadi panjang, suka terjelir, dan bercabang. Kononnya, itulah sebabnya sampai sekarang angsa menjadi haiwan cantik, berbadan putih bersih, suka berenang, dan dipelihara oleh manusia. Biawak pula terpaksa tinggal di dalam hutan kerana berasa malu. Selain itu, biawak juga suka makan telur kerana kononnya sangat marah pada angsa, ayam, dan itik.
Disampaikan oleh:
NAMA: GOMATHI A/P MUNIANDY
TINGKATAN: 1 GEGABAIT
Namun, ada juga sesetengah haiwan yang enggan pergi menghadap Raja Sulaiman. "Istana Raja Sulaiman itu tersangat jauh. Matilah aku di tengah perjalanan sebelum dapat sampai ke sana," kata segelintir haiwan yang sengaja mencari helah. Haiwan yang ingkar itu akan dijatuhi hukuman berat oleh Raja Sulaiman. Tersebutlah kisah seekor angsa. Sang Angsa sangat gembira apabila menerima berita Setelah beberapa lama berjalan, Sang Angsa tiba di tebing sungai. "Kalaulah aku pandai berenang, nescaya aku boleh cepat sampai ke istana Raja Sulaiman," kata Sang Angsa dalam hatinya. Sang Angsa ketika itu masih belum pandai berenang. Terpaksalah Sang Angsa terus berjalan perlahan-lahan. Di pertengahan jalan, Sang Angsa terserempak dengan seorang perempuan tua. Perempuan tua itu sedang menangis "Mengapa mak cik menangis?" tanya Sang Angsa. Perempuan itu lalu memberitahu, "Aku tersangat lapar. Bekalan makananku sudah bis." Sang Angsa bersimpati pada perempuan itu. "Janganlah mak cik bersedih. Saya akan tinggal di sini selama beberapa hari untuk bertelur. Telur saya boleh mak cik jadikan sebagai makanan," ujar Sang Angsa. Tinggallah Sang Angsa itu di situ selama beberapa hari. Setiap hari Sang Angsa bertelur sebiji. Perempuan tua itu sangat gembira kerana dia sudah memperoleh bekalan kanan.
daripada Sang Belatuk itu"Inilah kali pertama aku berpeluang untuk berjumpa Baginda Raja Sulaiman!" ujar Sang Angsa dengan penuh gembira. Kononnya, Sang Angsa ketika itu berbulu hitam dan masih berleher pendek. "Engkau hodoh! Engkau tidak layak masuk ke dalam istana Raja Sulaiman," Sang Biawak mengejek. Sang Angsa sangat bersedih hati mendengar ejekan itu. Namun, Sang Angsa tidak mempedulikan ejekan tersebut. Tanpa berlengah lagi, Sang Angsa berjalan perlahan-lahan menuju ke istana Raja Sulaiman.
"Tentulah aku akan lewat menghadap Raja Sulaiman," fikir Sang Angsa. Sang Angsa berasa sedih. Namun, Sang Angsa tidak mahu perempuan tua itu mati kerana kelaparan. Beberapa hari kemudian, perempuan tua itu memberitahu Sang Angsa, "Sekarang bolehlah engkau pergi ke istana Raja Sulaiman. Baki telur yang ada ini sudah cukup untuk mak cik." Perempuan tua itu mengucapkan terima kasih kepada Sang Angsa. "Engkau adalah seekor angsa yang sungguh budiman," kata perempuan tua itu lagi. Sang Angsa lalu meneruskan perjalanannya. Semua haiwan sudah berada di istana Raja Sulaiman. Sang Angsa tiba, tetapi sudah sangat terlewat. "Beritahu pada beta, mengapa engkau lambat sampai?" Raja Sulaiman bertitah kepada Sang Angsa. Sang Angsa sangat ketakutan. Namun, Sang Angsa menceritakan perkara sebenar yang telah terjadi itu kepada Raja Sulaiman. Baginda Raja Sulaiman berasa sangat sukacita kerana Sang Angsa telah menolong perempuan tua itu. "Engkau adalah seekor angsa yang sangat budiman," ujar Raja Sulaiman. "Sekarang beta akan kurniakan hadiah sebagai balasan atas budi baik kamu," kata ja Sulaiman. Sang Angsa sangat gembira.Kamu akan menjadi seekor haiwan yang berleher panjang," ujar baginda lagi. Terkejutlah Sang Angsa mendengar kata-kata itu. Semua haiwan ketawa berdekah-dekah. Mereka menyangka Sang Angsa akan menjadi seekor haiwan yang lebih hodoh. Tetapi sangkaan itu salah! Sang Angsa menjadi haiwan yang sangat cantik. Lehernya panjang, bulunya putih, dan pandai pula berenang. Sang Biawak pula dijatuhi hukuman oleh Raja Sulaiman kerana pernah mengejek Sang Angsa. Lidahnya menjadi panjang, suka terjelir, dan bercabang. Kononnya, itulah sebabnya sampai sekarang angsa menjadi haiwan cantik, berbadan putih bersih, suka berenang, dan dipelihara oleh manusia. Biawak pula terpaksa tinggal di dalam hutan kerana berasa malu. Selain itu, biawak juga suka makan telur kerana kononnya sangat marah pada angsa, ayam, dan itik.
Disampaikan oleh:
NAMA: GOMATHI A/P MUNIANDY
TINGKATAN: 1 GEGABAIT
Sang Kancil Dengan Buaya
Pada zaman dahulu Sang Kancil adalah merupakan binatang yang paling cerdik di dalam hutan. Banyak binatang-binatang di dalam hutan datang kepadanya untuk meminta pertolongan apabila mereka menghadapi masalah. Walaupun ia menjadi tempat tumpuan binatang- binatang di dalam hutan, tetapi ia tidak menunjukkan sikap yang sombong malah sedia membantu pada bila-bila masa saja.
Suatu hari Sang Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Oleh kerana makanan di sekitar kawasan kediaman telah berkurangan Sang Kancil bercadang untuk mencari di luar kawasan kediamannya. Cuaca pada hari tersebut sangat panas, menyebabkan Sang Kancil berasa dahaga kerana terlalu lama berjalan, lalu ia berusaha mencari sungai yang berdekatan. Setelah meredah hutan akhirnya kancil berjumpa dengan sebatang sungai yang sangat jernih airnya. Tanpa membuang masa Sang Kancil terus minum dengan sepuas-puasnya. Kedinginan air sungai tersebut telah menghilangkan rasa dahaga Sang Kancil.
Kancil terus berjalan-jalan menyusuri tebing sungai, apabila terasa penat ia berehat sebentar di bawah pohon beringin yang sangat rendang di sekitar kawasan tersebut. Kancil berkata didalam hatinya "Aku mesti bersabar jika ingin mendapat makanan yang lazat-lazat". Setelah kepenatannya hilang, Sang Kancil menyusuri tebing sungai tersebut sambil memakan dedaun kegemarannya yang terdapat disekitarnya. Apabila tiba di satu kawasan yang agak lapang, Sang Kancil terpandang kebun buah-buahan yang sedang masak ranum di seberang sungai."Alangkah enaknya jika aku dapat menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati buah-buahan tersebut" fikir Sang Kancil.
Sang Kancil terus berfikir mencari akal bagaimana untuk menyeberangi sungai yang sangat dalam lagi deras arusnya. Tiba-tiba Sang Kacil terpandang Sang Buaya yang sedang asyik berjemur di tebing sungai. Sudah menjadi kebiasaan buaya apabila hari panas ia suka berjemur untuk mendapat cahaya matahari.Tanpa berlengah-lengah lagi kancil terus menghampiri buaya yang sedang berjemur lalu berkata " Hai sabahatku Sang Buaya, apa khabar kamu pada hari ini?" buaya yang sedang asyik menikmati cahaya matahari terus membuka mata dan didapati sang kancil yang menegurnya tadi "Khabar baik sahabatku Sang Kancil" sambung buaya lagi "Apakah yang menyebabkan kamu datang ke mari?" jawab Sang Kancil "Aku membawa khabar gembira untuk kamu" mendengar kata-kata Sang Kacil, Sang Buaya tidak sabar lagi ingin mendengar khabar yang dibawa oleh Sang Kancil lalu berkata "Ceritakan kepada ku apakah yang engkau hendak sampaikan".
Kancil berkata "Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman supaya menghitung jumlah buaya yang terdapat di dalam sungai ini kerana Raja Sulaiman ingin memberi hadiah kepada kamu semua". Mendengar saja nama Raja Sulaiman sudah menggerunkan semua binatang kerana Nabi Sulaiman telah diberi kebesaran oleh Allah untuk memerintah semua makhluk di muka bumi ini. "Baiklah, kamu tunggu di sini, aku akan turun kedasar sungai untuk memanggil semua kawan aku" kata Sang Buaya. Sementara itu Sang Kancil sudah berangan-angan untuk menikmati buah-buahan. Tidak lama kemudian semua buaya yang berada di dasar sungai berkumpul di tebing sungai. Sang Kancil berkata "Hai buaya sekelian, aku telah diperintahkan oleh Nabi Saulaiman supaya menghitung jumlah kamu semua kerana Nabi Sulaiman akan memberi hadiah yang istimewa pada hari ini". Kata kancil lagi "Beraturlah kamu merentasi sungai bermula daripada tebing sebelah sini sehingga ke tebing sebelah sana".
Oleh kerana perintah tersebut adalah datangnya daripada Nabi Sulaiman semua buaya segera beratur tanpa membantah. Kata Buaya tadi "Sekarang hitunglah, kami sudah bersedia" Sang Kancil mengambil sepotong kayu yang berada di situ lalu melompat ke atas buaya yang pertama di tepi sungai dan ia mula menghitung dengan menyebut "Satu dua tiga lekuk, jantan betina aku ketuk" sambil mengetuk kepala buaya begitulah sehingga kancil berjaya menyeberangi sungai. Apabila sampai ditebing sana kancil terus melompat ke atas tebing sungai sambil bersorak kegembiraan dan berkata" Hai buaya-buaya sekalian, tahukah kamu bahawa aku telah menipu kamu semua dan tidak ada hadiah yang akan diberikan oleh Nabi Sulaiman".
Mendengar kata-kata Sang Kancil semua buaya berasa marah dan malu kerana mereka telah di tipu oleh kancil. Mereka bersumpah dan tidak akan melepaskan Sang Kancil apabila bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut terus membara sehingga hari ini. Sementara itu Sang Kancil terus melompat kegembiraan dan terus meniggalkan buaya-buaya tersebut dan terus menghilangkan diri di dalam kebun buah-buahan untuk menikmati buah-buahan yang sedang masak ranum itu.
Diceritakan semula oleh:
muhammad haiqal bin mohd halim
1 gigabait (2008)
Suatu hari Sang Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Oleh kerana makanan di sekitar kawasan kediaman telah berkurangan Sang Kancil bercadang untuk mencari di luar kawasan kediamannya. Cuaca pada hari tersebut sangat panas, menyebabkan Sang Kancil berasa dahaga kerana terlalu lama berjalan, lalu ia berusaha mencari sungai yang berdekatan. Setelah meredah hutan akhirnya kancil berjumpa dengan sebatang sungai yang sangat jernih airnya. Tanpa membuang masa Sang Kancil terus minum dengan sepuas-puasnya. Kedinginan air sungai tersebut telah menghilangkan rasa dahaga Sang Kancil.
Kancil terus berjalan-jalan menyusuri tebing sungai, apabila terasa penat ia berehat sebentar di bawah pohon beringin yang sangat rendang di sekitar kawasan tersebut. Kancil berkata didalam hatinya "Aku mesti bersabar jika ingin mendapat makanan yang lazat-lazat". Setelah kepenatannya hilang, Sang Kancil menyusuri tebing sungai tersebut sambil memakan dedaun kegemarannya yang terdapat disekitarnya. Apabila tiba di satu kawasan yang agak lapang, Sang Kancil terpandang kebun buah-buahan yang sedang masak ranum di seberang sungai."Alangkah enaknya jika aku dapat menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati buah-buahan tersebut" fikir Sang Kancil.
Sang Kancil terus berfikir mencari akal bagaimana untuk menyeberangi sungai yang sangat dalam lagi deras arusnya. Tiba-tiba Sang Kacil terpandang Sang Buaya yang sedang asyik berjemur di tebing sungai. Sudah menjadi kebiasaan buaya apabila hari panas ia suka berjemur untuk mendapat cahaya matahari.Tanpa berlengah-lengah lagi kancil terus menghampiri buaya yang sedang berjemur lalu berkata " Hai sabahatku Sang Buaya, apa khabar kamu pada hari ini?" buaya yang sedang asyik menikmati cahaya matahari terus membuka mata dan didapati sang kancil yang menegurnya tadi "Khabar baik sahabatku Sang Kancil" sambung buaya lagi "Apakah yang menyebabkan kamu datang ke mari?" jawab Sang Kancil "Aku membawa khabar gembira untuk kamu" mendengar kata-kata Sang Kacil, Sang Buaya tidak sabar lagi ingin mendengar khabar yang dibawa oleh Sang Kancil lalu berkata "Ceritakan kepada ku apakah yang engkau hendak sampaikan".
Kancil berkata "Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman supaya menghitung jumlah buaya yang terdapat di dalam sungai ini kerana Raja Sulaiman ingin memberi hadiah kepada kamu semua". Mendengar saja nama Raja Sulaiman sudah menggerunkan semua binatang kerana Nabi Sulaiman telah diberi kebesaran oleh Allah untuk memerintah semua makhluk di muka bumi ini. "Baiklah, kamu tunggu di sini, aku akan turun kedasar sungai untuk memanggil semua kawan aku" kata Sang Buaya. Sementara itu Sang Kancil sudah berangan-angan untuk menikmati buah-buahan. Tidak lama kemudian semua buaya yang berada di dasar sungai berkumpul di tebing sungai. Sang Kancil berkata "Hai buaya sekelian, aku telah diperintahkan oleh Nabi Saulaiman supaya menghitung jumlah kamu semua kerana Nabi Sulaiman akan memberi hadiah yang istimewa pada hari ini". Kata kancil lagi "Beraturlah kamu merentasi sungai bermula daripada tebing sebelah sini sehingga ke tebing sebelah sana".
Oleh kerana perintah tersebut adalah datangnya daripada Nabi Sulaiman semua buaya segera beratur tanpa membantah. Kata Buaya tadi "Sekarang hitunglah, kami sudah bersedia" Sang Kancil mengambil sepotong kayu yang berada di situ lalu melompat ke atas buaya yang pertama di tepi sungai dan ia mula menghitung dengan menyebut "Satu dua tiga lekuk, jantan betina aku ketuk" sambil mengetuk kepala buaya begitulah sehingga kancil berjaya menyeberangi sungai. Apabila sampai ditebing sana kancil terus melompat ke atas tebing sungai sambil bersorak kegembiraan dan berkata" Hai buaya-buaya sekalian, tahukah kamu bahawa aku telah menipu kamu semua dan tidak ada hadiah yang akan diberikan oleh Nabi Sulaiman".
Mendengar kata-kata Sang Kancil semua buaya berasa marah dan malu kerana mereka telah di tipu oleh kancil. Mereka bersumpah dan tidak akan melepaskan Sang Kancil apabila bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut terus membara sehingga hari ini. Sementara itu Sang Kancil terus melompat kegembiraan dan terus meniggalkan buaya-buaya tersebut dan terus menghilangkan diri di dalam kebun buah-buahan untuk menikmati buah-buahan yang sedang masak ranum itu.
Diceritakan semula oleh:
muhammad haiqal bin mohd halim
1 gigabait (2008)
Saturday, August 2, 2008
SANG KANCIL DENGAN HARIMAU
Harimau sedang asyik bercermin di sungai sambil membasuh mukanya. "Hmm, gagah juga aku ini, tubuhku kuat berotot dan warna lorengku sangat indah," kata harimau dalam hati. Kesombongan harimau membuatnya suka memerintah dan berbuat semena-mena pada binatang lain yang lebih kecil dan lemah. Si kancil akhirnya tidak tahan lagi. "Benar-benar keterlaluan si harimau !" kata Kancil menahan marah. "Dia mesti diberi pelajaran! Biar kapok! Sambil berpikir, ditengah jalan kancil bertemu dengan kelinci. Mereka berbincang-bincang tentang tingkah laku harimau dan mencoba mencari ide bagaimana cara membuat si harimau kapok.
Setelah lama terdiam, "Hmm, aku ada ide," kata si kancil tiba-tiba. "Tapi kau harus menolongku," lanjut si kancil. "Begini, kau bilang pada harimau kalau aku telah menghajarmu karena telah menggangguku, dan katakan juga pada si harimau bahwa aku akan menghajar siapa saja yang berani menggangguku, termasuk harimau, karena aku sedang menjalankan tugas penting," kata kancil pada kelinci. "Tugas penting apa, Cil?" tanya kelinci heran. " Sudah, bilang saja begitu, kalau si harimau nanti mencariku, antarkan ia ke bawah pohon besar di ujung jalan itu. Aku akan menunggu Harimau disana." "Tapi aku takut Cil, benar nih rencanamu akan berhasil?", kata kelinci. "Percayalah padaku, kalau gagal jangan sebut aku si kancil yang cerdik". "Iya, iya. Aku percaya, tapi kamu jangan sombong, nanti malah kamu jadi lebih sombong dari si harimau lagi."
Si kelincipun berjalan menemui harimau yang sedang bermalas-malasan. Si kelinci agak gugup menceritakan yang terjadi padanya. Setelah mendengar cerita kelinci, harimau menjadi geram mendengarnya. "Apa ? Kancil mau menghajarku? Grr, berani sekali dia!!, kata harimau. Seperti yang diharapkan, harimau minta diantarkan ke tempat kancil berada. "Itu dia si Kancil!" kata Kelinci sambil menunjuk ke arah sebatang pohon besar di ujung jalan. "Kita hampir sampai, harimau. Aku takut, nanti jangan bilang si kancil kalau aku yang cerita padamu, nanti aku dihajar lagi," kata kelinci. Si kelinci langsung berlari masuk dalam semak-semak.
"Hai kancil!!! Kudengar kau mau menghajarku ya?" Tanya harimau sambil marah. "Jangan bicara keras-keras, aku sedang mendapat tugas penting". "Tugas penting apa?". Lalu Kancil menunjuk benda besar berbentuk bulat, yang tergantung pada dahan pohon di atasnya. "Aku harus menjaga bende wasiat itu." Bende wasiat apa sih itu?" Tanya harimau heran. "Bende adalah semacam gong yang berukuran kecil, tapi bende ini bukan sembarang bende, kalau dipukul suaranya merdu sekali, tidak bisa terlukis dengan kata-kata. Harimau jadi penasaran. "Aku boleh tidak memukulnya?, siapa tahu kepalaku yang lagi pusing ini akan hilang setelah mendengar suara merdu dari bende itu." "Jangan, jangan," kata Kancil. Harimau terus membujuk si Kancil. Setelah agak lama berdebat, "Baiklah, tapi aku pergi dulu, jangan salahkan aku kalau terjadi apa-apa ya?", kata si kancil.
Setelah Kancil pergi, Harimau segera memanjat pohon dan memukul bende itu. Tapi yang terjadi?. Ternyata bende itu adalah sarang lebah! Nguuuung?nguuuung?..nguuuung sekelompok lebah yang marah keluar dari sarangnya karena merasa diganggu. Lebah-lebah itu mengejar dan menyengat si harimau. "Tolong! Tolong!" teriak harimau kesakitan sambil berlari. Ia terus berlari menuju ke sebuah sungai. Byuur! Harimau langsung melompat masuk ke dalam sungai. Ia akhirnya selamat dari serangan lebah. "Grr, awas kau Kancil!" teriak Harimau menahan marah. "Aku dibohongi lagi. Tapi pusingku kok menjadi hilang ya?". Walaupun tidak mendengar suara merdu bende wasiat, harimau tidak terlalu kecewa, sebab kepalanya tidak pusing lagi."Hahaha! Lihatlah Harimau yang gagah itu lari terbirit-birit disengat lebah," kata kancil. "Binatang kecil dan lemah tidak selamanya kalah bukan?". "Aku harap harimau bisa mengambil manfaat dari kejadian ini," kata kelinci penuh harap."
Pesan Moral : Semua makhluk hidup mempunyai kelebihan dan kekurangan. Karena itu, kita tidak boleh sombong dan memperlakukan makhluk hidup lain semena-mena.
Diceritakan semula oleh:
NAMA :DAVIN A/L JEYAKUMAR.
KELAS:1 MEGABAIT
Setelah lama terdiam, "Hmm, aku ada ide," kata si kancil tiba-tiba. "Tapi kau harus menolongku," lanjut si kancil. "Begini, kau bilang pada harimau kalau aku telah menghajarmu karena telah menggangguku, dan katakan juga pada si harimau bahwa aku akan menghajar siapa saja yang berani menggangguku, termasuk harimau, karena aku sedang menjalankan tugas penting," kata kancil pada kelinci. "Tugas penting apa, Cil?" tanya kelinci heran. " Sudah, bilang saja begitu, kalau si harimau nanti mencariku, antarkan ia ke bawah pohon besar di ujung jalan itu. Aku akan menunggu Harimau disana." "Tapi aku takut Cil, benar nih rencanamu akan berhasil?", kata kelinci. "Percayalah padaku, kalau gagal jangan sebut aku si kancil yang cerdik". "Iya, iya. Aku percaya, tapi kamu jangan sombong, nanti malah kamu jadi lebih sombong dari si harimau lagi."
Si kelincipun berjalan menemui harimau yang sedang bermalas-malasan. Si kelinci agak gugup menceritakan yang terjadi padanya. Setelah mendengar cerita kelinci, harimau menjadi geram mendengarnya. "Apa ? Kancil mau menghajarku? Grr, berani sekali dia!!, kata harimau. Seperti yang diharapkan, harimau minta diantarkan ke tempat kancil berada. "Itu dia si Kancil!" kata Kelinci sambil menunjuk ke arah sebatang pohon besar di ujung jalan. "Kita hampir sampai, harimau. Aku takut, nanti jangan bilang si kancil kalau aku yang cerita padamu, nanti aku dihajar lagi," kata kelinci. Si kelinci langsung berlari masuk dalam semak-semak.
"Hai kancil!!! Kudengar kau mau menghajarku ya?" Tanya harimau sambil marah. "Jangan bicara keras-keras, aku sedang mendapat tugas penting". "Tugas penting apa?". Lalu Kancil menunjuk benda besar berbentuk bulat, yang tergantung pada dahan pohon di atasnya. "Aku harus menjaga bende wasiat itu." Bende wasiat apa sih itu?" Tanya harimau heran. "Bende adalah semacam gong yang berukuran kecil, tapi bende ini bukan sembarang bende, kalau dipukul suaranya merdu sekali, tidak bisa terlukis dengan kata-kata. Harimau jadi penasaran. "Aku boleh tidak memukulnya?, siapa tahu kepalaku yang lagi pusing ini akan hilang setelah mendengar suara merdu dari bende itu." "Jangan, jangan," kata Kancil. Harimau terus membujuk si Kancil. Setelah agak lama berdebat, "Baiklah, tapi aku pergi dulu, jangan salahkan aku kalau terjadi apa-apa ya?", kata si kancil.
Setelah Kancil pergi, Harimau segera memanjat pohon dan memukul bende itu. Tapi yang terjadi?. Ternyata bende itu adalah sarang lebah! Nguuuung?nguuuung?..nguuuung sekelompok lebah yang marah keluar dari sarangnya karena merasa diganggu. Lebah-lebah itu mengejar dan menyengat si harimau. "Tolong! Tolong!" teriak harimau kesakitan sambil berlari. Ia terus berlari menuju ke sebuah sungai. Byuur! Harimau langsung melompat masuk ke dalam sungai. Ia akhirnya selamat dari serangan lebah. "Grr, awas kau Kancil!" teriak Harimau menahan marah. "Aku dibohongi lagi. Tapi pusingku kok menjadi hilang ya?". Walaupun tidak mendengar suara merdu bende wasiat, harimau tidak terlalu kecewa, sebab kepalanya tidak pusing lagi."Hahaha! Lihatlah Harimau yang gagah itu lari terbirit-birit disengat lebah," kata kancil. "Binatang kecil dan lemah tidak selamanya kalah bukan?". "Aku harap harimau bisa mengambil manfaat dari kejadian ini," kata kelinci penuh harap."
Pesan Moral : Semua makhluk hidup mempunyai kelebihan dan kekurangan. Karena itu, kita tidak boleh sombong dan memperlakukan makhluk hidup lain semena-mena.
Diceritakan semula oleh:
NAMA :DAVIN A/L JEYAKUMAR.
KELAS:1 MEGABAIT
Subscribe to:
Posts (Atom)